Volume
PT. Danasupra Erapacific Tbk (DEFI) mulai beroperasi pada tahun 1995, dan bergerak dalam bidang sewa guna usaha, anjak piutang dan pembiayaan konsumen. Operasi perusahaan dibagi menjadi tiga divisi, yaitu leasing (menyediakan jasa keuangan dalam pengadaan barang modal seperti fasilitas dan produksi peralatan), anjak piutang (menyediakan layanan pembiayaan, yang akan membantu pengusaha memperbaiki modal kerja) dan pembiayaan konsumen (menyediakan layanan pembiayaan untuk barang konsumsi).
Emiten yang satu ini, sebenarnya sudah saya temukan sejak beberapa tahun lalu. Utamanya, karena keterkaitan emiten ini dengan salah satu grup jasa keuangan yang beberapa tahun lalu bikin heboh karena masalah bisnisnya.
Keterkaitan ini sampai membuat grup jasa keuangan ini memiliki sekitar 40% dari kepemilikan emiten ini, meski sesungguhnya mereka bukanlah pengendalinya. Emiten ini kebetulan pernah menjadi perusahaan jasa keuangan, sebagai multifinance. Namun skala bisnisnya, tentu jangan dibandingkan dengan pemain yang lebih besar macam grup Adira dan Mandala (ADMF-MFIN). Malah saya yakin banyak yang baru denger nama emiten ini.
Namun, pada 2022 lalu, emiten ini tidak lagi menjadi perusahaan multifinance, dan beralih menjadi perusahaan investasi. Mereka mulai mengeksplorasi bisnis bisnis baru, salah satunya bisnis media dan konten.
Ini adalah cerita dari emiten Danasupra Erapacific (DEFI).
Note : Emiten ini sedang dalam masa suspend (sahamnya tidak diperdagangkan aktif) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan sudah mendapat catatan potensi delisting. Namun, langkah langkah di bawah ini diharapkan bisa membuatnya lepas dari status ini.
=======
Emiten DEFI ini lahir sejak 1994, dan menjadi perusahaan Tbk sejak tahun 2001. Awalnya, emiten ini menjadi emiten multifinance dengan 2 fokus utama : pembiayaan konsumen dan anjak piutang. Pembiayaan konsumen ini dulunya berfokus di pembiayaan kendaraan dan pembiayaan rumah/apartemen, sementara anjak piutang ini lebih banyak membiayai modal kerja dan investasi. Sebagai informasi, anjak piutang atau factoring ini adalah pembiayaan dengan mengalihkan/membeli piutang usaha yang dimiliki sebuah bisnis sebagai jaminan. Berbeda dengan pinjaman bank, dimana piutang usaha hanya sebagai jaminan, namun bukan dimiliki oleh bank (tetap jadi hak dari bisnis tersebut).
Perkembangan bisnis DEFI awalnya cukup bagus. Setidaknya terlihat dari pembiayaan dan pendapatan mereka di periode sebelum pandemi (2019 ke bawah). Pendapatan tertinggi mereka adalah di tahun 2019 (Rp 15 Milyar), sementara pembiayaan tertinggi mereka di tahun 2015-2016 (anjak piutang, Rp 19,9 Milyar) dan di 2019 (pembiayaan konsumen, Rp 15 Milyar). Angka yang kecil untuk ukuran perusahaan pembiayaan memang, terutama di lantai bursa yang kebanyakan pembiayaannya sudah bisa sampai ratusan milyar hingga triliunan Rupiah.
Namun ini wajar, karena kondisi mereka yang tanpa didukung hutang bank untuk mengembangkan bisnis mereka. Sejumlah emiten pembiayaan di bursa juga ada yang tidak didanai pinjaman bank sama sekali untuk disalurkan kembali ke debitur mereka. Sayangnya, ini menjadi plus minus. Skala bisnis mereka menjadi kecil, sehingga memang bersaing menjadi tantangan besar untuk mereka. Hal inilah yang membuat kinerja emiten semacam DEFI ini naik turun.
Dalam situasi ini, sejak 2017 manajemen DEFI memanfaatkan dana menganggur mereka yang tidak tersalurkan untuk melakukan investasi. Agaknya jarang emiten pembiayaan di bursa masih bisa melakukan hal ini, dimana kebanyakan mereka masih mengembangkan pembiayaan tok. Yang uniknya, investasi mereka ini cukup banyak ditempatkan di grup Kresna. Sejumlah emiten grup ini, seperti Asuransi Maximus (ASMI), Quantum Clovera (KREN), M Cash Integrasi (MCAS) dan NFC Indonesia (NFC) menjadi tempat investasi utama DEFI.
Situasi ini, hanya terjadi beberapa tahun setelah investasi pertama grup Kresna masuk ke DEFI. Pertama kali masuk KREN di 2012, kemudian berganti ganti nama, dimana ada Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life, yang berkasus sampai ribut ribut di OJK itu) dan ASMI yang terlibat disini, hingga kemudian pada tulisan ini dibuat KREN berdampingan dengan Kresna Life. Sekarang, grup Kresna secara kombinasi menguasai hampir 40% kepemilikan DEFI, meski pengendalinya bukan mereka. Adalah Intan Sakti Wiratama, yang disebut menjadi pengendali mereka. Namun, tidak diketahui pemilik dari perusahaan ini.
Sayangnya, investasi di grup Kresna ini membawa “petaka” buat DEFI. Ini dimulai ketika DEFI ingin melakukan pemenuhan aturan OJK terkait dengan modal untuk perusahaan multifinance yang minimal senilai Rp 100 Milyar. Saat itu batas waktunya sampai akhir tahun 2019 - meski menurut manajemen DEFI OJK disebut membuat kelonggaran agar bisa dipenuhi sampai pertengahan 2020. Mereka kemudian menggelar rights issue di Januari 2020, yang awalnya mereka mengharapkan digelar akhir 2019. Akhirnya, permodalan mereka bisa mencapai lebih dari Rp 100 Milyar.
Namun, sebagai akibat dari market crash pada 2020, ditambah dengan tekanan dari kasus Kresna Life yang gagal bayar nasabahnya, membuat harga saham dari grup Kresna serentak menghadapi tekanan massal. Meski kemudian sejumlah saham grup Kresna, seperti grup MCAS sempat naik kenceng karena tren digitalisasi saham, dimana mereka menjadi proxy dari bisnis digital dan kemudian sentimen kendaraan listrik, namun ini tidak banyak menolong. Ini berdampak pada kinerja DEFI, yang juga saat itu turun karena mereka juga mengerem ekspansi pembiayaan baru. Kinerja harga saham grup Kresna menekan modal mereka secara terus menerus hingga membuat modal mereka tidak bisa mencapai 100 Milyar.
Situasi inilah yang membuat OJK membekukan bisnis pembiayaan DEFI sejak Januari 2022, dan kemudian dilanjutkan pencabutan izin pada Agustus 2022. Manajemen DEFI sudah mengupayakan segala macam diskusi dengan OJK, termasuk mengharapkan setoran modal 2020 bisa dianggap sebagai pemenuhan aturan tersebut. Namun, investasi ini terlanjur bikin blunder, apalagi sempat ada transaksi penjualan saham grup Kresna yang tidak menghasilkan uang untuk bisa menambah modal. Sementara, modal DEFI sudah turun drastis hingga mencapai Rp 50 Milyar di 2022, karena kerugian berulang yang dialami DEFI sejak pandemi.
Itu kisah masa lalu emiten ini.
Sejak 2023, mereka mulai mencoba banting setir menjadi perusahaan investasi. Mereka mewacanakan sejumlah investasi yang dijajaki, seperti fintech, makanan minuman hingga industri media dan konten. Namun, yang baru terlaksana di 2024 adalah yang terakhir, dan on progress di akhir tahun ini adalah sebuah restoran di La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta.
Untuk bisnis media dan konten, mereka bekerja sama dengan Bangun Media Indonesia (Brand Media) yang digawangi eks eksekutif grup Kompas Gramedia (Kompas TV) seperti Bimo Setiawan dan Teezar Sjamsudin. Atas kerja sama ini, mereka membentuk rumah produksi konten dan iklan, dimana rumah produksi yang dikendalikan 62% oleh anak usaha DEFI dan 37% oleh Brand Media ini sementara masih mengandalkan project yang dicarikan (dari sisi sales and marketing) oleh Brand Media, namun sudah mulai diarahkan mencari project sendiri. Project mereka secara umum ada banyak ragamnya, dari konten podcast, iklan hingga program TV. Kliennya saat ini, di luar yang dicarikan Brand Media, adalah dari Metra/SEA Today (TLKM), Garuda TV dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI).
Sementara, project restoran di Kelapa Gading itu, adalah kerja sama (dalam bentuk uang muka investasi) dengan perusahaan lain (yang sayangnya tidak diketahui pemiliknya) bernama Duta Panji Ramana. Namun, melihat nama direktur perusahaan ini, yang tercantum di kontrak kerja sama yang tersebar di keterbukaan informasi website BEI, ada kemungkinan ini masih berhubungan dengan restoran bernama Denny’s. Restoran ini adalah restoran franchise asal Amerika Serikat yang menjual masakan khas Amerika. Kebetulan, restoran yang dibangun bersama ini juga direncanakan berkonsep ala western food. Namun dalam keterbukaan informasi yang tersedia, masih belum ada bocoran lanjut lebih teknis soal hal ini, selain masih persiapan untuk segera beroperasi.
(Denny’s ini, ternyata juga adalah debitur dari DEFI saat dulu masih menjadi multifinance, dimana Denny’s mengajukan restrukturisasi pinjaman mereka karena dampak pandemi yang menurunkan pendapatan resto ini)
Dengan situasi tersebut, dimana bisnis baru ini masih dalam tahap pengembangan awal, nampaknya membuat manajemen BEI masih belum mau membuka suspend saham ini sejak 2022 lalu. Mereka pun terakhir masih mencecar manajemen DEFI melalui keterbukaan informasi, bahkan pernah melakukan kunjungan ke kantor mereka (ini aktivitas biasa yang dilakukan BEI dalam tahap tahap tertentu). Sementara itu, manajemen DEFI masih mengharapkan agar BEI bisa membuka suspend tersebut, karena sudah mulai muncul pertanyaan dari pemegang saham publik mengenai kapan suspend dibuka, serta pembicaraan investasi oleh calon investor yang tertunda karena belum jelasnya kapan saham DEFI ini bisa diperdagangkan kembali.
Mari kita lihat, apakah ini sebuah peluang baru atau tidak?
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$IHSG $DEFI $KREN $SCMA $TLKM
1/2