885

+5

(0.57%)

Today

25.66 M

Volume

27.03 M

Avg volume

Company Background

PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan properti yang bergerak di bidang pengembangan dan pembangunan kompleks perumahan, gedung perkantoran, pusat komersil, pusat industri, dan fasilitas-fasilitas pendukungnya, termasuk restoran, pusat hiburan, dan lapangan golf. Perusahaan membagi kegiatan usahanya dalam 2 segmen, yaitu pengembangan proyek residensial, khususnya yang berskala kota (township residential) serta pengembangan dan pengelolaan properti komersial. Adapun produk residensial Perusahaan secara umum terdiri dari kavling tanah, rumah hunian, ruko, apartemen dan perkantoran strata title, sedangkan pengembangan dan pen... Read More

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

kita belajar jadi tukang jaga lilin dulu ya.
Target gausah muluk muluk.
#DYOR
$CTRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Rata-rata property pada sisiran, kesannya genit 😁🤣

ramdom:
$CTRA $BSDE $PWON

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Berhubung IHSG merah, terimakasih cuannya $GZCO $CTRA $AKRA,
khusus untuk akra kemarin dikasik cuan kilat, hari ini lagi, memang baik bandarnya 🤑🤑🤑, sukses slalu 😇

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Property & Real Estate (Syariah)
H1) Property & Real Estate
EPS > 3,38
BVPS > 208,12
PER < 7,03
PBV < 1
APLN, BCIP, BSDE, $CTRA,
EMDE, GPRA, MTLA, PLIN,
$PWON, $SMRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Tu bener kan bagusan $CTRA daripada PWON

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA Haka g ya?

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA, ndar.. mana nih... hijaukan ndar...

18 tahun kelamaan Bos !!!

justru saat ini timing yg paling Pas.

inflasi tinggi. harga emas/valas/tanah/rumah pada naik tinggi.

saham property belum naik. sekarang saat yg paling baik masuk property.

pilih saham property yg GCG saja. yg kinerja perusahaan bagus. yang konsisten cetak net profit dan bagi dividen.

sebenarnya yg diharapkan capital gain.
Dividen cuma pemanis.

Tapi dividen penting juga. Setidaknya Dividen itu sebagai bukti bahwa perusahaan benar² ada menghasilkan profit. dan sebagai bukti bahwa uangnya benar² ada.
Bukan cuma laba secara pembukuan.

saatnya borong $CTRA $PWON $BSDE

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$BBRI $CTRA $PGAS

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA harusnya hit

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Saya mau masuk lagi $CTRA, tp ga dpt kyknya...

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA sebenarnya perumahan bagus2 tp kenapa saham begini coyy😅

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA sisir terus

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Ada teori yang menyatakan siklus properti 18 tahun sekali. Puncak siklus properti terakhir pada tahun 2013. Kalau teori ini proven di Indonesia, maka puncaknya nanti pada tahun 2031.

Link : https://cutt.ly/TteUMvJW

$PWON $SMRA $CTRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA Oke....Ayolah Terbang tinggi.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA Lebih OK di banding PWON...

$CTRA, Berdasarkan data historis, CTRA sering rebound saat menyentuh area 720 - 860. apalagi dengan pertimbangan menurunnya suku bunga menjadikan CTRA berpeluang rebound dalam jangka waktu dekat.

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA

emiten property $CTRA emang blm dikasih panggung,,tapi ini moment buat pasukan selot-selot 🤣

tag $SMRA $PWON

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA
$LEAD
$MBAP

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Saham PBV 1 yang Dikoleksi Aseng?

Lanjutan dari External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Dari skrining, saya menemukan ada beberapa saham yang valuasinya murah dan lagi dikoleksi aseng. Cuma ndak tahu ini, aseng yang koleksi beneran tajir atau malah kere. Kalau investor ritel selot-selot, mungkin sulit goreng harga karena investor ritel kadang lebih memilih menjadi penunggu saja, berharap bandar yang aktif markup harga. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dilihat dari kacamata buku teks, keranjang saham ini langsung kebagi dua dunia. Di satu sisi ada CTRA dan LEAD yang masih kelihatan seperti bisnis normal yang berusaha tumbuh dengan neraca yang cukup waras. Di sisi lain ada geng batubara dan properti utang-berat seperti HRUM, KKGI, LPKR, plus satu MBAP yang secara kas kaya tetapi labanya rontok. INDS dan GOLF berdiri di tengah-tengah, kelihatan rapi di laporan, tapi kurang menggigit di angka pengembalian modal.

CTRA itu definisi emiten yang kalau dimasukkan ke soal ujian analisis fundamental rasanya dapat nilai tinggi. ROE sekitar 10,7%, NPM hampir 20%, OPM di kisaran 31%. Pendapatan naik sekitar 18%, laba naik 27%. Di bawahnya ada kas bersih sekitar 2 Triliun dan free cash flow kurang-lebih 400 Miliar. Artinya, bukan cuma laba di laporan yang kinclong, arus kas yang benar-benar masuk ke kantong juga nyata. Untuk emiten properti yang siklikal, kombinasi margin tebal, growth dua digit dan posisi kas seperti ini jarang-jarang. Ini tipe saham yang secara teori bisa terus bagi dividen sambil tetap punya peluru untuk ekspansi.

LEAD ada satu level di bawah CTRA kalau pakai kriteria buku teks, tapi ada satu kartu truf besar di arus kas. ROE cuma 5,6%, margin laba bersih 6,2%, margin operasi 17,6%. Pendapatan turun hampir 10%, laba turun nyaris setengah. Kalau lihat laba saja, orang mungkin langsung ilfil. Tapi free cash flow sekitar 300 Miliar, jauh di atas laba sekitar 14 Miliar. Jadi secara kas, bisnis ini sedang memerah uang lebih banyak daripada yang terlihat di laporan laba rugi. Utang bersih sekitar 800 Miliar, sehingga kalau pola FCF ini bertahan, secara kasar utang bisa dibereskan dalam kisaran tiga tahunan. Untuk bisnis pelabuhan yang sensitif siklus, posisi seperti ini memberikan ruang manuver yang lumayan lega. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

INDS dan GOLF main di liga lain lagi. INDS itu perusahaan yang kelihatan sangat sopan. ROE cuma 2%, margin laba tipis 2%, margin operasi 4,6%. Pendapatan naik 2%, laba turun sedikit sekitar 1%. Free cash flow sekitar 23 Miliar, positif tetapi kecil jika dibanding utang bersih sekitar 200-an Miliar. Ini bukan emiten yang mau jadi bintang, tetapi juga bukan pasien ICU. Cocok untuk investor yang lebih suka stabilitas daripada drama, walaupun butuh kesabaran panjang kalau mengharapkan rerating besar. GOLF lebih membingungkan. Di laporan laba rugi terlihat luar biasa, margin laba bersih 34%, margin operasi 36%, pendapatan naik 10%. Namun ROE hanya 0,89% dan free cash flow minus sekitar 200-an Miliar sementara utang bersih cuma sekitar 26 Miliar. Secara sederhana, laba di kertas tebal, tetapi uang kasnya lari entah ke investasi agresif, piutang, atau pos lain yang tidak langsung jadi kas di brankas. Ini model bisnis yang sering bikin investor kaget beberapa tahun kemudian ketika butuh kas, bukan margin di atas kertas.

Lalu masuk ke kubu merah. HRUM, KKGI, LPKR dan MBAP sama-sama sedang mengalami earnings crash. HRUM membukukan penurunan laba sekitar 45% dan free cash flow jeblok sampai kira-kira minus 10,4 Triliun dengan utang bersih sekitar 7 Triliun. Kombinasi ini ibarat rem tangan ditarik, tapi mobil tetap meluncur karena turunan terlalu curam. KKGI lebih kecil skalanya, tetapi ceritanya sama suram. Pendapatan anjlok sekitar 56%, laba turun 97%, free cash flow minus sekitar 300-an Miliar, meskipun di neraca masih tercatat kas bersih sekitar 600 Miliar. LPKR bahkan lebih parah lagi, pendapatan turun 30%, laba turun 98%, free cash flow minus mendekati 800 Miliar dengan utang bersih sekitar 7 Triliun. MBAP adalah pengecualian aneh. Kas bersih sekitar 1,2 Triliun dan free cash flow sekitar 700 Miliar, tetapi laba turun hampir 97% dan ROE cuma 1,83%. Jadi neraca kaya, tetapi mesin laba sedang batuk berat. Empat emiten ini jelas tidak bisa disebut compounder versi buku teks. Mereka lebih cocok masuk kategori tiket siklus dan spekulasi yang sangat bergantung ke harga batubara dan keberanian investor menahan roller coaster.

Kalau patokannya apakah utang bisa dilunasi dalam kurang dari tiga tahun dengan free cash flow sekarang, maka peta risikonya cukup jelas. CTRA, KKGI dan MBAP sebenarnya sudah selesai urusan utang karena posisinya kas bersih. Dengan kas bersih sekitar 2 Triliun, CTRA bebas dari drama pinjaman. KKGI punya kas bersih sekitar 600 Miliar walaupun free cash flow lagi negatif. MBAP punya kas bersih sekitar 1,2 Triliun dengan free cash flow sekitar 700 Miliar, sehingga secara likuiditas ini emiten yang sangat aman, hanya masalah kelanjutan laba. LEAD berada di zona kuning-hijau. Dengan utang bersih sekitar 800 Miliar dan free cash flow sekitar 300 Miliar, secara matematis utang bisa dibereskan dalam kurang dari tiga tahun jika manajemen tidak tiba-tiba agresif belanja. Sebaliknya, INDS, GOLF, HRUM dan LPKR jelas tidak bisa berharap utang lunas cepat kalau pola sekarang berlanjut. INDS butuh hampir 10 tahun jika mengandalkan free cash flow kecilnya. GOLF free cash flow negatif, jadi pelunasan utang bergantung perbaikan kinerja kas. HRUM dan LPKR punya kombinasi utang sekitar 7 Triliun dan free cash flow yang sedang negatif besar. Di sini investor bukan lagi bicara berapa tahun lunas, tetapi apakah manajemen bisa membalik arah dulu baru bicara pelunasan.

Kalau dibaca dari sudut kesehatan keuangan, yang masuk kategori paling sehat itu cuma dua nama. CTRA jelas, karena ketemu kombinasi kas bersih tebal, free cash flow positif, ROE dua digit dan pertumbuhan laba-pendapatan yang masih waras. LEAD meskipun laporan labanya lagi memble, secara kas justru sangat kuat. Perusahaan yang labanya turun, tetapi free cash flow besar, jauh lebih mudah diperbaiki daripada perusahaan yang labanya cantik tetapi arus kas bocor. INDS dan GOLF duduk di kursi tengah. Dua-duanya masih untung dan free cash flow tidak nol, namun margin tipis atau kualitas kas buruk, sehingga tidak bisa disebut sehat penuh. Sementara itu empat sisanya boleh dibilang sedang sakit. HRUM, KKGI dan LPKR kombinasi penurunan laba besar, free cash flow lemah dan sebagian utang besar. MBAP satu-satunya yang punya kas bersih dan free cash flow kuat, tetapi penurunan laba terlalu tajam, sehingga investor tetap harus menganggapnya pasien yang butuh pemulihan earnings, bukan emiten sehat yang tinggal tunggu rerating. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi dividen, peta ini makin menarik. CTRA punya laba sekitar 1,6 Triliun dan free cash flow hampir 400 Miliar dengan posisi kas bersih besar. Rasanya cukup aman untuk mengasumsikan mereka mampu terus bagi dividen dengan rasio pembayaran yang wajar tanpa mengganggu neraca. LEAD yang laba bersihnya sekitar 14 Miliar tetapi free cash flow sekitar 300 Miliar sebenarnya punya ruang sangat lebar untuk bagi dividen kalau manajemen tidak terlalu defensif. MBAP dengan laba sekitar 8 Miliar dan free cash flow sekitar 700 Miliar serta kas bersih lebih dari 1 Triliun adalah mesin kas yang bisa saja tetap royal ke pemegang saham meskipun laba akuntansi sedang jeblok. INDS dengan laba 52 Miliar dan free cash flow positif juga masih punya peluang dividen moderat. Sebaliknya, GOLF, HRUM, KKGI dan LPKR sedang main di zona berbahaya. Free cash flow negatif sementara laba turun tajam, sehingga setiap dividen yang dipaksakan mudah sekali terbaca sebagai langkah kosmetik, bukan refleksi kekuatan fundamental. Untuk investor yang mengandalkan dividen berulang, empat nama ini sekarang lebih mirip jebakan daripada sumber cashflow jangka panjang.

Prospek ke depan lalu memecah kelompok ini menjadi cerita yang cukup kontras. Di spektrum yang lebih nyaman, ada CTRA dan LEAD. CTRA diperdagangkan di PBV sekitar 0,70, dengan kas bersih besar dan earnings yang tumbuh. Kalau siklus properti Indonesia tetap stabil dan suku bunga tidak tiba-tiba naik tajam, ruang rerating masih sangat terbuka. LEAD adalah kisah recovery jasa pelabuhan. Free cash flow besar dan utang yang relatif terkendali membuat setiap perbaikan volume ekspor-impor dan tarif bisa langsung mengalir ke penurunan utang atau kenaikan laba. INDS dan GOLF posisinya lebih membosankan tapi tidak jelek. Selama permintaan produk mereka tidak runtuh, dua saham ini bisa menjadi kandidat recovery pelan yang cukup masuk akal, apalagi valuasi PBV mereka sekitar 0,44 dan 0,49. Di ujung lain, HRUM, KKGI dan MBAP sepenuhnya bergantung ke siklus batubara. Kalau harga batubara kembali terbang, earnings bisa melonjak lagi dan valuasi sekarang memang tampak murah. Namun kalau harga komoditas jalan di tempat atau turun panjang, tekanan terhadap laba dan kas bisa berkepanjangan. LPKR lain lagi, menggabungkan properti, rumah sakit dan utang tinggi dengan free cash flow negatif. Cerita restruktur dan jual aset mungkin menarik di presentasi, tapi sampai angka free cash flow dan laba beneran membaik, risiko tetap jauh lebih besar daripada potensi rerating.

Valuasi terhadap buku membuat keranjang ini terlihat menggiurkan di permukaan. Semua emiten di sini diperdagangkan di bawah nilai buku atau PBV di bawah 1. Yang paling ekstrem LPKR dengan PBV sekitar 0,21, seolah-olah pasar berkata bahwa setiap 1 Rupiah ekuitas hanya pantas dihargai 21 sen. INDS di 0,44, GOLF di 0,49, LEAD di 0,58, KKGI di 0,63, MBAP di 0,65, CTRA di 0,70 dan HRUM di 0,88. Murah secara angka, tetapi tidak semua diskon berarti peluang. Diskon yang rasanya paling tidak seimbang dengan kualitas justru ada di CTRA dan LEAD. Keduanya punya neraca cukup sehat dan free cash flow bagus, tetapi tetap diperdagangkan di bawah nilai buku. Itu lebih mendekati undervalued klasik. LPKR memang terlihat paling murah, namun jelas ini diskon risiko karena kombinasi leverage besar dan free cash flow negatif. INDS dan GOLF murah secara absolut, tetapi karena kualitas bisnisnya menengah, wajar kalau diskonnya tidak setipis CTRA.

Bagian yang sering jadi bahan gosip di komunitas adalah aliran asing dan strong hand. Di sini LEAD dan INDS menonjol dari sisi pola walaupun nilai rupiahnya belum masuk kategori raksasa. LEAD mencatat net foreign buy sekitar 140 juta dengan streak beli 5 hari dan net buy sekitar 810 juta dalam sepekan, sementara jumlah investor turun sekitar 1.193 orang. Gambarnya cukup jelas, ritel keluar, pihak yang lebih sabar masuk pelan-pelan. INDS juga punya pola mini dengan net foreign buy sekitar 250 ribu, streak 5 hari, net buy mingguan sekitar 7 juta dan penurunan jumlah investor sekitar 70 orang. Nilai nominalnya kecil, tetapi arahnya mirip. Di sisi kumulatif jangka lebih panjang, CTRA pernah menikmati net foreign buy sekitar 1,8 Miliar, HRUM sekitar 1,7 Miliar, LPKR sekitar 800-an juta. Namun di sepekan terakhir justru terjadi net sell besar sehingga bisa dibaca bahwa fase akumulasi lama mulai masuk babak distribusi. KKGI memiliki net foreign buy kumulatif sekitar 58 juta, tetapi 1 minggu terakhir malah net sell sekitar 500 juta dan investor ritel naik 607 orang, pola yang lebih mirip exit. GOLF dan MBAP mencatat net foreign buy hanya ratusan ribu dengan aliran mingguan negatif beberapa sampai puluhan juta, indikasi bahwa dana asing masih memperlakukan dua saham ini sebagai alat trading pendek, bukan akumulasi jangka panjang. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dipecah per emiten, karakter masing-masing makin jelas. CTRA unggul di kas bersih, margin tinggi, ROE dua digit dan growth laba-pendapatan yang positif, dengan PBV 0,70 yang cukup murah untuk kualitas seperti ini. Titik lemahnya hanya satu, sangat tergantung siklus properti dan suku bunga, dan sekarang sudah mulai ramai ritel, terbukti jumlah investor naik lebih dari seribu orang. LEAD unggul di free cash flow sekitar 300 Miliar yang jauh di atas laba, PBV 0,58 dan pola akumulasi institusi sementara ritel keluar. Titik lemah, laporan laba masih menunjukkan penurunan tajam dan bisnis pelabuhan sangat sensitif volume dan kontrak. INDS unggul di free cash flow yang konsisten dan PBV 0,44, namun profitabilitas terlalu tipis sehingga butuh waktu lama jika hanya mengandalkan kas untuk memperkuat neraca. GOLF unggul di margin laba tinggi dan PBV 0,49 dengan utang kecil, tetapi free cash flow negatif besar dan ROE rendah, artinya manajemen belum terbukti mampu memutar aset dengan efisien.

HRUM punya keunggulan historis pernah diakumulasi asing dengan net buy kumulatif besar dan masih laba, tetapi free cash flow minus belasan Triliun dan utang bersih sekitar 7 Triliun adalah kombinasi yang membuat banyak investor serius mengerutkan kening. KKGI memiliki kas bersih dan PBV 0,63 namun pendapatan dan laba rontok, free cash flow minus ratusan Miliar dan arus asing jangka pendek cenderung keluar ke ritel yang baru masuk. LPKR punya PBV paling murah, net foreign buy kumulatif yang lumayan, tetapi utang sekitar 7 Triliun, free cash flow minus mendekati 800 Miliar, laba turun hampir habis dan ritel masuk ramai-ramai. Di sini diskon harga lebih tepat disebut diskon kekhawatiran. MBAP punya neraca yang kuat, kas bersih sekitar 1,2 Triliun dan free cash flow sekitar 700 Miliar dengan PBV 0,65, namun penurunan laba hampir 97% dan ROE yang jatuh membuat valuasi murah tersebut terasa lebih sebagai kompensasi atas risiko earnings daripada hadiah gratis. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pada akhirnya, dari keranjang ini, CTRA dan LEAD adalah dua nama yang paling masuk akal untuk investor yang masih peduli pada kombinasi neraca sehat, free cash flow dan valuasi. INDS dan GOLF cocok untuk investor yang rela menunggu di area sepi yang jarang disorot, dengan harapan suatu saat pasar sadar bahwa bisnis yang membosankan tetapi murah juga layak dihargai sedikit lebih tinggi. HRUM, KKGI, LPKR dan MBAP lebih cocok untuk investor yang sadar penuh bahwa mereka sedang bermain di lapangan siklus dan spekulasi, bukan di lapangan compounder. Dengan aliran aseng yang sebagian mulai distribusi ke ritel, banyak saham murah di sini yang justru berpotensi jadi kandang nyangkut baru kalau masuk tanpa membaca angka secara utuh.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$HRUM $CTRA $KKGI

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Di video ini saya jelaskan konsep paling dasar tentang saham dengan bahasa yang mudah dipahami.

✔️ Apa itu saham
✔️ Kenapa perusahaan menerbitkan saham
✔️ Kenapa kita membeli saham
✔️ Apa keuntungan dan risikonya

Tonton videonya di sini 👇
https://cutt.ly/htedF9EY
$BRPT $CPIN $CTRA

$AMOR
$CTRA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

You Ugly But Aseng Love You - 15 November 2025

Lanjutan dari External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Harga saham boleh anjlok, tapi uang asing diam-diam tetap masuk. Polanya menarik. Ritel sibuk mengeluh portofolio memerah, sementara beberapa dari mereka yang pegang dana ratusan milyar justru pelan-pelan menggeser chip ke nama-nama yang secara fundamental masih masuk akal. Dari screener ini kelihatan jelas, tidak semuanya saham yang turun itu saham murahan. Ada yang memang lagi dibuang pasar karena kinerja makin jelek, tapi ada juga yang kualitas bisnisnya masih sesuai ajaran buku fundamental yang tebalnya bukan-main, hanya harganya lagi didiskon sentimen. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau fokus ke emiten yang fundamentalnya paling masuk akal dan konsisten secara angka, empat nama langsung mencolok. $BRIS, AMOR, $CTRA, dan SMMA. BRIS sebagai bank syariah besar mencetak ROE sekitar 14,98% dengan NPM 26,79% dan valuasi PBV 2,30 dan PER 15,47. Neraca dalam posisi net cash lebih dari 6,00 triliun Rupiah dan FCF sekitar 12,40 triliun Rupiah, sambil revenue masih tumbuh kurang-lebih 13,95% dan laba naik sekitar 9,04%. Jadi ini bukan bank yang lagi megap-megap butuh rights issue, justru sebaliknya. Bisnisnya menghasilkan kas besar, modal berputar efisien, dan margin tebal. Kalau harga sahamnya turun dua digit di setahun terakhir, itu lebih mencerminkan perubahan selera pasar jangka pendek ketimbang kerusakan di jantung bisnis.

AMOR bahkan lebih tajam lagi dari sisi profitabilitas. ROE sekitar 24,65% dan NPM 29,37% dengan PBV 3,12 dan PER 14,46. Perusahaan ini duduk di posisi net cash sekitar 174,17 milyar Rupiah dan FCF sekitar 69,30 milyar Rupiah. Memang revenue turun sekitar 21,44%, tetapi laba masih tumbuh sekitar 5,78%. Artinya manajemen berhasil menjaga margin dan pricing power, walaupun topline sedang menyusut. Ini tipikal emiten niche yang kecil tetapi sangat efisien, yang sering kali baru dihargai pasar setelah beberapa tahun konsisten mencetak return tinggi.

CTRA mungkin kandidat value paling bersih di screener. ROE sekitar 10,73% dengan NPM 19,83% di bisnis properti itu sudah termasuk sangat layak. Valuasi hanya PBV 0,70 dan PER 7,41, sementara posisi keuangan net cash lebih dari 2,00 triliun Rupiah dan FCF sekitar 398,47 milyar Rupiah. Revenue tumbuh sekitar 17,91% dan laba naik sekitar 26,99%. Jadi di atas kertas, ini perusahaan yang sedang ekspansi di siklus pemulihan, marjin sehat, kas kuat, dan justru dihargai lebih murah dari nilai bukunya. Kalau kemudian harga sahamnya turun sekitar 11,73% year to date dan sekitar 22,77% dalam setahun, lalu asing mulai belanja dengan net buy sekitar 1,75 milyar Rupiah dan buy streak dua hari, pola ini lebih mirip skenario satu pihak lagi buang barang, pihak lain diam-diam memungut di bawah. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

SMMA berdiri di kelas yang agak berbeda. ROE sekitar 11,39% dan NPM 11,17% dengan PBV 3,14 dan PER 22,61 memang terlihat premium. Tetapi posisi kas dan investasi jangka pendeknya jauh lebih besar dibanding utang berbunga, net cash lebih dari 10,27 triliun Rupiah, dengan FCF sekitar 3,65 triliun Rupiah dan laba tahunan kira-kira 2,74 triliun Rupiah yang tumbuh berkali lipat. Ini bukan tipe emiten diskon buku, tetapi lebih mirip holding asuransi dan investasi besar yang pendapatan dan labanya sangat sensitif terhadap pasar finansial. Tidak heran kalau harga bisa terkoreksi sekitar 11% year to date, namun asing tetap mencatat net buy puluhan juta Rupiah dan buy streak beberapa hari. Untuk foreign fund yang mengelola portofolio jangka panjang, ini kendaraan aset finansial, bukan saham gorengan.

Di bawah empat nama tadi, ada lapisan kedua seperti ROTI, WINE, $PDPP, dan MSJA. ROTI masih mencatat ROE sekitar 13% dengan NPM 6,77% dan FCF sekitar 313,69 milyar Rupiah, tetapi laba turun sekitar 45% sementara valuasi sudah PBV 2,55 dan PER 26,98. Secara kualitas bisnis, roti kemasan dengan brand kuat dan distribusi nasional masih menarik, namun di harga sekarang pasar seolah membayar premium untuk kinerja yang lagi melemah. WINE punya ROE sekitar 12,17% dan NPM 13,79% dengan PBV 1,62 dan PER 12,20 serta FCF positif sekitar 29,78 milyar Rupiah. Laba turun sekitar 12,73% dan revenue naik tipis, menandakan bisnis masih marjin-positif tetapi tidak lagi di fase ekspansi agresif. PDPP dan MSJA berada di zona tengah, masih laba dengan marjin enam sampai tujuh persen, namun FCF ada yang negatif dan PER melonjak di kisaran dua puluhan sampai tiga puluhan, sehingga dari sisi risk reward sudah jauh kurang menarik.

Ujung spektrum lainnya diisi nama-nama seperti TRST, KARW, HOKI, SDRA, KKGI, dan FMII. Di sini problemnya berlapis. Ada yang rugi, marjin tipis atau minus, FCF negatif, dan PER tercatat sangat tinggi hanya karena laba menyusut drastis. SDRA misalnya, PBV sekitar 0,30 terlihat super murah, tetapi PER menembus lebih dari 200 kali karena laba nyaris habis. KKGI punya PBV sekitar 0,63 tetapi PER sekitar 72,57 kali. Di atas kertas memang terlihat diskon dari sisi aset, namun dari sisi kemampuan menghasilkan laba, ceritanya lebih mirip value trap klasik. Kelompok inilah yang biasanya menjadi kuburan investor ritel yang hanya melihat PBV tanpa mau membaca laporan laba rugi dan cashflow. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau bergeser ke sisi neraca dan kemampuan melunasi utang, screener ini juga membelah emiten menjadi dua dunia. BRIS, AMOR, CTRA, SMMA, SDRA, KARW, KKGI, dan MSJA semuanya sudah net cash. Artinya kas dan investasi jangka pendek lebih besar dari total utang berbunga. Secara teori, kalau seluruh FCF dipakai untuk melunasi utang, masa pelunasan berada di bawah satu tahun. Mereka tidak hanya selamat dari risiko gagal bayar, tetapi punya amunisi untuk ekspansi atau buyback kalau manajemen berani. Di kelas berikutnya ada ROTI, FMII, dan WINE. ROTI punya net debt sekitar 494,27 milyar Rupiah dengan FCF 313,69 milyar Rupiah, sehingga secara kasar butuh sekitar satu setengah sampai dua tahun FCF untuk menghapus utang berbunga. FMII net debt kurang-lebih 9,80 milyar Rupiah dan FCF sekitar 6,78 milyar Rupiah, payback sekitar satu setengah tahun. WINE net debt kurang-lebih 52,39 milyar Rupiah dengan FCF 29,78 milyar Rupiah, payback kira-kira 1,8 tahun. Masih dalam batas wajar, tetapi sudah tidak seleluasa cluster net cash murni. Di sisi yang merah betul ada PDPP, TRST, dan HOKI. Net debt mereka ratusan milyar, sementara FCF negatif atau sangat kecil, sehingga untuk investor yang fokus ke kekuatan neraca, nama-nama ini memang sebaiknya dihindari dulu.

Kalau semua faktor digabung, yang muncul sebagai paling sehat secara menyeluruh tetap BRIS, AMOR, CTRA, dan SMMA. BRIS punya kombinasi ROE hampir 15%, NPM 26,79%, neraca net cash lebih dari 6,00 triliun Rupiah, FCF sekitar 12,40 triliun Rupiah, dan revenue serta laba yang masih tumbuh dua digit. AMOR berdiri dengan margin mendekati 30%, ROE sekitar 25%, net cash 174,17 milyar Rupiah dan FCF positif, sehingga beban utang hampir tidak terasa. CTRA membawa paket developer properti dengan net cash lebih dari 2,00 triliun Rupiah, PBV hanya 0,70, PER 7,41, dan laba tumbuh sekitar 26,99%. SMMA menyimpan kas dan FCF raksasa, laba tahunan sekitar 2,74 triliun Rupiah dan FCF 3,65 triliun Rupiah meskipun valuasi lebih mahal dan laba bisa fluktuatif. ROTI dan WINE masuk kategori sehat tetapi perlu pemantauan ketat, karena laba lagi turun sementara valuasi dan utang masih cukup menantang. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi dividen, ROTI, KKGI, AMOR, dan SDRA tampak seperti surga income investor di atas kertas. ROTI menawarkan dividend yield mendekati 10% dengan FCF tebal. Kalau penurunan laba yang sekitar 45% itu berhenti, yield setinggi ini jelas sangat menggoda. KKGI memberikan yield sekitar 9,18% dengan posisi net cash lebih dari 572,59 milyar Rupiah, meskipun FCF terakhir minus ratusan milyar. Ini yang membuat saham seperti ini terasa enak di dompet tapi bikin waswas di kepala. AMOR dengan yield sekitar 7,78% dan net cash plus FCF positif terlihat jauh lebih sehat. SDRA membayar yield sekitar 5,50% dengan FCF lebih dari 1,17 triliun Rupiah dan net cash sekitar 562,74 milyar Rupiah, namun ingat PER-nya sudah di atas 200 kali sehingga pertanyaan berikutnya adalah seberapa berkelanjutan laba dan pembagian dividennya. BRIS dan CTRA memberi yield lebih rendah, di bawah 3%, tetapi didukung FCF sangat kuat dan pertumbuhan laba yang masih hidup. Dua nama ini lebih cocok diposisikan sebagai kombinasi growth plus dividen, bukan pure dividend play.

Sekarang kembali ke pertanyaan utama. Di mana saham yang lagi anjlok tetapi justru dibeli investor asing. Di screener ini titik berat akumulasi asing yang nyata ada di BRIS, CTRA, dan SMMA. BRIS mencatat net buy asing sekitar 7,86 milyar Rupiah, dengan tren akumulasi yang sudah terjadi beberapa bulan di tengah koreksi harga sekitar 12,63% dalam setahun. Nilai ini memang belum mencapai ambang net foreign buy signifikan versi 10,00 milyar Rupiah, tetapi arahnya jelas. Asing tidak kapok meskipun harga turun. Untuk CTRA, net buy asing sekitar 1,75 milyar Rupiah dengan buy streak dua hari, sementara harga year to date masih turun sekitar 11,73% dan setahun turun sekitar 22,77%. Ini pola khas saham properti yang lagi memasuki fase jenuh jual. Harga ditinggal ritel, tetapi pelan-pelan diborong tangan panjang. SMMA punya net buy asing sekitar 67,13 juta Rupiah dengan buy streak tiga hari. Nilainya kecil, tetapi mengingat likuiditas dan karakter investor di saham ini, pola tersebut tetap menunjukkan bahwa sebagian dana asing tidak lari walaupun harga terkoreksi. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di luar nama itu, AMOR lebih banyak dimainkan strong hand lokal. Net buy asing hanya ratusan ribu Rupiah, tetapi jumlah investor naik sekitar 214 orang, dividend yield tinggi, dan neraca net cash. Ini kombinasi yang biasanya disukai investor income domestik yang sabar menahan saham bertahun-tahun. ROTI malah mencatat net buy asing sekitar 22,65 juta Rupiah dengan yield hampir 10% dan FCF besar, sementara harga saham turun sekitar 18% dalam setahun. Artinya ada dua sisi yang berhadapan. Satu sisi pasar khawatir penurunan laba akan berlanjut, sisi lain ada kelompok investor yang menilai brand dan distribusi ROTI belum habis dan yield setinggi itu layak diambil risiko.

Di kubu yang lebih muram, kita melihat KARW dengan penurunan sekitar 78,57% year to date dan 89,85% dalam setahun, sementara revenue masih tumbuh tapi laba ambruk ratusan persen dan baik PER maupun PBV tercatat negatif. Jumlah investor malah turun sekitar 141 orang. Ini sudah masuk wilayah kapok massal, bukan wilayah akumulasi. TRST, HOKI, dan FMII juga mengalami koreksi tajam dengan laba bermasalah dan valuasi yang sulit dibenarkan. Di saham-saham seperti inilah ritel biasanya nyangkut, dan asing umumnya memilih menjauh.

Dari sisi sentimen, CTRA, KKGI, BRIS, dan HOKI sama-sama menunjukkan kenaikan jumlah investor ratusan sampai ribuan orang, bersamaan dengan return setahun yang negatif cukup dalam. Pola seperti ini sering berarti ritel baru masuk ketika tren turun sudah berjalan cukup lama. Sebaliknya, PDPP dan SMMA juga mengalami pena mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmsaga mbahan ratusan investor di tengah koreksi harga dua digit, sementara asing pelan-pelan mulai masuk. Di level inilah sering terbentuk perbedaan pandang. Sebagian melihatnya sebagai jebakan, sebagian lagi melihatnya sebagai titik masuk bertahap. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau disederhanakan, cerita screener ini kurang lebih seperti ini. Beberapa dari mereka yang memegang dana asing mulai melirik kembali nama-nama yang secara fundamental masih kuat dan punya posisi kas nyaman. BRIS, CTRA, AMOR, dan SMMA masuk dalam kategori itu, dengan ROTI sebagai kartu liar dividen tinggi yang sedang menghadapi tekanan laba. Di ujung lain, ada cluster TRST, HOKI, KARW, SDRA, KKGI, dan FMII yang lebih cocok disebut medan latihan nyangkut daripada ladang investasi jangka panjang. Intinya, saham yang lagi anjlok tetapi dibeli asing di screener itu bukan semuanya saham murahan yang nyungsep karena kualitas bisnisnya hancur. Ada yang memang patut dihindari, tetapi ada juga yang justru sedang menawarkan kombinasi menarik antara bisnis yang masih sehat dan harga yang sedang didiskon oleh sentimen jangka pendek.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$BSDE $CTRA $ASII

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$CTRA akum trus ndar

$BBRI $DADA

$CTRA swing panjang
but closing
sl ketat 840
tp suka 1200++
*nyoba bottom fishing

dyor

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PWON $CTRA $SMRA bangun apa saja di IKN? gimana cuan nya? 😈 😈 😈

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@NurGemasholawat tau gak ada kerjasama $EMDE + $CTRA

$PANI

$CTRA $IIKP

2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy