


Volume
Avg volume
PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan properti yang bergerak di bidang pengembangan dan pembangunan kompleks perumahan, gedung perkantoran, pusat komersil, pusat industri, dan fasilitas-fasilitas pendukungnya, termasuk restoran, pusat hiburan, dan lapangan golf. Perusahaan membagi kegiatan usahanya dalam 2 segmen, yaitu pengembangan proyek residensial, khususnya yang berskala kota (township residential) serta pengembangan dan pengelolaan properti komersial. Adapun produk residensial Perusahaan secara umum terdiri dari kavling tanah, rumah hunian, ruko, apartemen dan perkantoran strata title, sedangkan pengembangan dan pen... Read More
IDXChannel—Siapa pemilik saham CTRA? PT Ciputra Development Tbk (CTRA) adalah perusahaan sektor properti dan real estate yang menjalankan bisnis utama di bidang pengembangan properti.
CTRA adalah perusahaan yang didirikan oleh Ciputra pada 1981 dengan nama PT Citra Habitat Indonesia. Melansir lama...

www.idxchannel.com

@liputan69 kalikan saja 88, emangnya maksud loe 88juta? nih PSP Pemulung miskin, tiap bulan cuma mulung hanya kisaran 1000 lot (100.000 lembar) $GEMA tiap bulannya. kalo skrg loe punya uang kas sebesar 700jt atau kamu pasang bid 70.000 lot di harga 86, udah bisa borong kepemilikan dia itu.
random tag
$CTRA $PANI
[ Harga $CENT saat ini Rp 136 ]
Zona Area Beli : Rp 125 – 132 (zona akumulasi aman di support kuat)
Zona Stoploss : < Rp 120
Jika naik & breakout : Rp 145 → ENTRY LANJUTAN (tambah posisi)
Target Profit:
• TP1 = Rp 155
• TP2 = Rp 165 – 175
Manajemen Risiko:
- Area entry terbaik tetap di 125–132 biar risk-to-reward Boss lebih bagus
- Jika jebol 120, arah tren bisa lanjut melemah → disiplin cut loss
- Hindari entry terlalu dekat resistance 145 sebelum breakout valid
Keterangan Tambahan:
- Saham masih sideways dalam range sempit, cocok akumulasi di bawah
- Breakout 145 berpotensi memulai swing bullish pendek
- Perhatikan volume buyer, jangan terburu masuk kalau sepi transaksi
Analisa saya boleh bantu, tapi keputusan tetap milik Boss.
Ayo REQUEST SAHAM di kolom komentar seperti
$CTRA $BLUE
,Nanti Kami Buatkan Flowchart Keputusan biar analisa makin gampang!
Support like agar terus update!!!
Follow untuk ikuti flowchart keputusan saham trend
Kalau postingan ini bermanfaat, boleh banget kasih tip lewat tombol bergambar 💲 di bawah ya. Terima kasih banyak 🙏
Pergerakan harga itu sebenarnya bonus atau pemanis saja, Mau naik turun merupakan hal normal, Dalam Buku The Inteligen Investor Di Gambarkan sebuah pergerakan harga ,Mister Market dia bersifat gila tidak rasional kadang dia menawarkan harga jauh dibawah nilai wajarnya atau bahkan menilai harga jauh di atas nilai intrinsik nya 
  Tugas kita adalah membeli perusahaan bagus,Di harga undervalue atau paling tidak diharga wajar nya, selama perusahaan nya bagus, turun bukan lah hal yang menakutkan namun sebuah kado diskon 
random tag $DMAS$CTRA$BBCA
$CTRA dan $PWON cukup menggoda perhatian. Keduanya "undervalued," potensi siklus properti mulai pulih (2027?) CTRA tampil dgn valuasi sgt murah. PWON kuat sbg mesin "recurring income." 2 karakter yg beda, tp 1 arah yg sama: momentum properti sdg bersiap bangkit. Sabar menunggu pasar sadar nilainya. 
Disclaimer On.
#CTRA #PWON #ValueInvesting #PropertyCycle #Stockbit
$CTRA hrg setahun diskon 30%....LK baik baik saja ditengah gejolaknya ekonomi !!!!!!! keburu tertinggal kereta.....
Mesin Kasir Lawan Buku Catatan
Kalau kita hanya membaca sekilas laporan keuangan kuartal tiga 2025 itu, kelihatannya jelek sekali. Labanya jatuh 80% dibanding tahun lalu dan anjlok 92% dibanding kuartal sebelumnya. Pendapatan dari jualan tanah dan bangunan juga turun jauh. Di pasar saham, di mana orang maunya untung cepat tiap tiga bulan, angka begini pasti bikin panik. Tapi di sinilah jebakannya. Bisnis Bumi Serpong Damai ($BSDE) itu bukan bisnis jualan HP yang bisa dinilai cepat. Ini bisnis membangun kota baru. Dan di bisnis ini, laporan untung rugi seringkali cuma cerita yang sudah lewat, soal kapan surat-surat rumah diserahkan, bukan kapan rumahnya laku.
Uang masuk yang sebenarnya ada di 'marketing sales', atau uang pesanan rumah yang masuk sekarang. Dan di sinilah ceritanya beda total. Waktu buku catatan akuntansinya terlihat muram, tim penjualannya di lapangan malah sibuk. Uang pesanan rumah selama sembilan bulan pertama 2025 ternyata masih tumbuh 4%, dapat Rp7,1 triliun. Ini sudah 71% dari target mereka. Rumah dan ruko masih laku. Contohnya, 32 ruko laku Rp100 miliar. Ini anehnya bisnis properti. Perusahaan bisa kelihatan rugi di catatan, padahal di lapangan baru saja berhasil jualan satu klaster.
Kenapa bisa beda jauh begitu antara kenyataan di lapangan dan catatan di buku? Jawabannya satu kata: Insentif. Kebijakan diskon pajak PPN dari pemerintah jadi magnet kuat buat pembeli. Tapi insentif ini, seperti gula-gula, juga 'mengacaukan' kalender keuangan. Pembeli dan pengembang kejar-kejaran target diskon pajak, jadi banyak serah terima unit sengaja dipercepat dan ditumpuk di akhir tahun. Akibatnya, catatan pendapatan di kuartal tiga kosong, tapi nanti diprediksi 'meledak' di kuartal empat. Ini bukan tandanya bisnis sepi. Ini tandanya bisnis yang ikut aturan main pemerintah. Pertanyaannya jelas: Apakah ini pertumbuhan asli, atau cuma karena 'dibantu' pemerintah? Apa yang terjadi kalau tahun depan bantuannya dicabut?
Kekuatan utama BSDE, untungnya, bukan cuma bangun tembok dan atap di lahan kosong. Mereka adalah 'pengembang kota'. Sumber uang utamanya masih dari satu tempat, yaitu BSD City. Mereka bisa jual ruko miliaran rupiah karena ruko itu tidak sendirian. Ruko itu ada di kota yang sudah hidup, yang punya jalan bagus, mal, sekolah, taman, dan sudah ramai. Inilah enaknya jadi pengembang besar, beda dengan pengembang yang cuma bangun lalu pergi. Mereka bisa terus menaikkan harga di lahan yang sama, karena nilai kawasannya, bukan cuma bangunannya, terus naik. Mereka tidak menjual rumah, mereka menjual alamat. Dan harga alamat itu, seenaknya, mereka sendiri yang tentukan.
Kayaknya, perusahaan tidak puas cuma jualan ke kelas menengah-atas. Mereka mulai coba-coba masuk ke pasar super mahal, pasar di mana harga sepertinya bukan masalah. Rencana peluncuran Botanic Villa di NavaPark akhir tahun 2025 adalah buktinya. Ini bukan rumah mewah biasa, ini 'istana' mini yang dibangun bareng perusahaan properti besar Hongkong Land. Harganya Rp50 miliar sampai Rp89 miliar per unit, dan cuma ada 14 unit. Ini pertaruhan di pasar orang super kaya. Kalau semua laku, perusahaan bisa dapat tambahan pesanan Rp1 triliun. Ini langkah berani, sekaligus tes, apa merek "BSD" sudah cukup kuat buat jualan barang semahal itu.
Di tengah semua cerita ini, pasar jadi bingung harus kasih harga berapa buat saham ini. Kebingungan ini kelihatan jelas di angkanya. Kalau kita lihat nilai asetnya (PBV), harganya 0,4x, rasanya murah sekali. Asetnya jelas ada, tanahnya ada. Tapi begitu kita lihat untungnya (PER) yang jadi 10,2x lipat, karena labanya memang diperkirakan turun 50%, kita jadi ragu. Ini jebakan klasik buat investor. Asetnya besar, tapi untungnya naik-turun. Kebingungan ini ditambah lagi dengan beda pendapat di stream stockbit. Ada yang bilang target laba per saham (EPS) 2025 itu 140, tapi ada yang pasang angka lebih rendah di 102. Perbedaan pandangan ini makin jauh buat tahun-tahun depannya. Ini menunjukkan betapa susahnya menebak kapan uang di mesin kasir bakal pindah ke buku catatan.
Ada satu grafik menarik yang membandingkan harga saham ini dengan garis 'nilai aslinya'. Garis nilai aslinya itu kelihatan membosankan, cuma naik lurus pelan-pelan seiring asetnya bertambah. Sementara itu, garis harga sahamnya bergerak liar naik-turun, seperti grafik orang jantungan. Investor kecil sering terjebak sama harga harian, sama ribut-ribut soal laporan kuartalan yang jelek. Padahal, yang sebenarnya mereka beli adalah aset beneran yang nilainya tumbuh pelan tapi pasti. Pertanyaannya mungkin bukanlah apakah bisnis ini bagus atau tidak. Pertanyaannya adalah, apakah kita percaya sama model bisnis jangka panjang 'membangun kota', dan apakah kita punya kesabaran buat cuek sama ribut-ribut jangka pendek.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
$CTRA $SMRA
$PWON
Di video ini, kita akan mencoba memecahkan Misteri Saham PWON yang Dihargai Murah Oleh Pasar dengan membedah Laporan Keuangan Kuartal 3 Tahun 2025 PWON. Kita akan mencari tahu: Apakah ada alasan kuat di balik valuasi yang terasa rendah ini, ataukah memang pasar belum melihat potensi penuh dari perusahaan ini?
https://cutt.ly/tr6tuj7b
Random: $BSDE $CTRA
ini ritel pada kehasut streamer ntah di suruh ataw karena apa ? slalu jelek2kin saham hj isam. Broker ritel (XL,YP, CC,KK,XC,NI,PD,SF, SH dll....) hmpir semua broker ritel buang barang 
pada saat bandar masuk (MG,CP,IF,LG dll..) dan asing masuk
 (AK,BK,YU,IF dll..) Yg dari Minggu2 kemaren mereka pada buang. Yang punya juga beli (AI)
Coba lihat transaksi hari Jum'at di saham tebe broker bandar dan asing pada beli pemilik juga beli. Padahal perusahan-perusahan hj isam slalu masuk berita tv nasional di kasih penghargaan sama presiden sblmnya. di hormati dan di kasih penghargaan sama presiden Prabowo juga. Perusahan nya baru dan baru ipo juga udah melejit berkali-kali lipat apalgi 2-3 tahun ke depan. Saya saranin klau mau beli TEBE,JARR,PGUN ataw ga yakin jangan maksa beli. Tapi klau mau Beli Jangan pass Ara,ara pada susah masuk nanti karena ga kebagian. Jgn pass di pucuk juga beli nya nangis2 nanti kalau beli di pucuk, beli tebe, jarr ataw pgun.. ini hari Senin hati2 beli saham
 jangan fast(KFC) yang tau2 ajj.
$CTRA $BULL $PGAS
Menyambut hari pasar pertama di bulan November dgn optimisme market akan bullish.
Gacoan di farmku ada INET, KLBF, SRTG, DEWA, STRK semoga makin bengkak. 😀
Window shopping utk bibit buntal baru:
$CTRA <880-850, $ENRG <820-800, $KKGI <320-300, MINE <490-470, NICL <985-950. DYOR.
Viva stock farm. 😀
$CTRA LK Q3 2025: Aset Banyak Di Mana-mana Tapi Harga Saham Tetap Nyungsep 
Request member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
CTRA memiliki banyak aset strategis sama seperti $PWON, tapi keduanya sama-sama nyungsep meskipun nilai tanah dan propertinya luar biasa besar. Padahal dari sisi fundamental, CTRA ini salah satu raksasa properti dengan portofolio aset yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sampai luar negeri. Tapi entah kenapa pasar seolah belum mau menghargai potensi besar di balik asetnya yang kalau dihitung pakai nilai wajar bisa bikin mata melotot. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Berdasarkan LK Q3 2025, total nilai buku seluruh aset tanah dan properti CTRA mencapai sekitar 30,54 triliun Rupiah. Aset ini terbagi menjadi empat kategori besar. Pertama adalah persediaan sebesar 12,56 triliun Rupiah yang terdiri dari tanah, rumah hunian, ruko, apartemen, dan kantor yang siap atau sedang diselesaikan untuk dijual. Kedua tanah untuk pengembangan atau landbank sebesar 10,04 triliun Rupiah yang disimpan untuk proyek masa depan di kota-kota besar seperti Surabaya, Medan, Denpasar, Makassar, Bogor, Bandung, Jabodetabek, dan Lampung. Ketiga properti investasi senilai 4,88 triliun Rupiah yang menghasilkan pendapatan sewa dari mal, ruang kantor, dan kawasan komersial. Keempat adalah tanah yang menjadi bagian dari aset tetap operasional sebesar 0,54 triliun Rupiah yang digunakan untuk kegiatan perusahaan seperti rumah sakit atau kantor.
Jika dibandingkan dengan nilai wajarnya, aset-aset ini nilainya jauh lebih tinggi. Berdasarkan penilaian independen per Maret 2025, tanah untuk pengembangan yang di laporan keuangan dicatat senilai 10,04 triliun Rupiah ternyata punya nilai wajar mencapai 27,24 triliun Rupiah. Properti investasi nilainya melonjak dari 4,88 triliun menjadi 12,57 triliun Rupiah, sementara aset tetap tertentu meningkat dari 3,05 triliun menjadi 6,34 triliun Rupiah. Total potensi kenaikan nilai yang belum terealisasi mencapai sekitar 28,17 triliun Rupiah. Artinya jika seluruh aset dinilai berdasarkan harga pasar, total nilai wajarnya bisa mencapai 46,15 triliun Rupiah, hampir dua kali lipat dari nilai yang dicatat di laporan keuangan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Menariknya lagi, CTRA juga punya proyek dengan lahan besar yang menjadi tumpuan bisnis jangka panjang. Contohnya proyek CitraRaya di Tangerang dengan lahan 53,6 hektar yang dikembangkan bersama Mitsui Fudosan Jepang, proyek CitraGarden City di Kalideres dengan lahan 12,5 hektar, proyek CitraPlaza di Batam dengan 1,4 hektar, serta proyek di Kemayoran Jakarta seluas 2 hektar yang sempat terlibat sengketa hukum. Selain itu ada proyek akuisisi tanah besar sekitar 165 hektar melalui CIGA bareng $EMDE serta proyek kota mandiri di Shenyang, China, seluas 313 hektar.
Sebagian besar pengembangan juga dilakukan melalui skema operasi bersama atau joint operation, di mana mitra menyediakan lahan sementara CTRA yang membangun dan memasarkan. Beberapa proyek JO penting seperti Citra Garden Serpong dengan aset 2,42 triliun Rupiah, Citra City Sentul 1,54 triliun, Citra Bintaro 1,08 triliun, dan CitraLand di berbagai kota besar seperti Makassar, Medan, Palembang, hingga Denpasar.
Kalau dilihat dari struktur asetnya, dua yang paling vital bagi kelangsungan bisnis CTRA adalah persediaan dan tanah untuk pengembangan. Persediaan yang mencapai 12,56 triliun Rupiah mewakili real estat siap jual yang menghasilkan pendapatan langsung. Sedangkan tanah untuk pengembangan sebesar 10,04 triliun Rupiah adalah bahan baku utama yang menjamin keberlanjutan proyek jangka panjang. Nilai wajar tanah ini yang lebih dari dua kali lipat nilai bukunya menjadi hidden gem utama CTRA karena belum terefleksikan di harga saham. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Properti investasi senilai 4,88 triliun Rupiah memberi stabilitas arus kas melalui sewa mal dan perkantoran, sementara aset tetap seperti rumah sakit dan fasilitas pendukung tetap menjadi fondasi operasional. Semua ini membuat struktur aset CTRA sangat kuat, meskipun laba kasnya belum mencerminkan nilai aset sebenarnya.
Dari sisi valuasi, total ekuitas pemilik entitas induk per September 2025 sebesar 23,04 triliun Rupiah. Dengan jumlah saham beredar 18,54 miliar lembar, nilai buku per sahamnya sekitar 1.243 Rupiah. Artinya harga saham CTRA di 885 Rupiah saat ini masih berada di bawah nilai bukunya, hanya sekitar 0,71 kali book value. Kalau nilai aset disesuaikan dengan nilai wajar tanah dan propertinya, adjusted NAV per saham bisa mencapai sekitar 2.763 Rupiah. Dengan kata lain, saham ini sedang diperdagangkan pada diskon besar sekitar 68% terhadap nilai aset riilnya.
CTRA punya aset tanah dan properti senilai puluhan triliun Rupiah yang belum dihargai oleh pasar. Tapi karena cashflow operasionalnya belum sekuat laba akrualnya, investor masih ragu untuk mengerek harga sahamnya. Inilah paradoks klasik sektor properti yakni kaya aset tapi miskin likuiditas. Namun jika sektor properti mulai pulih dan pasar mulai memperhitungkan nilai wajarnya, CTRA berpotensi jadi salah satu saham properti paling undervalued di Indonesia. Tinggal menunggu restu bandar karena percuma aja sih LK laba naik tapi bandarnya ndak kuat goreng. 🗿
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor. 
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10










$CTRA LK Q3 2025: Laba Naik, Cashflow Terjun Bebas 
Lanjutan diskusi di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Tadi siang setelah saya bahas LK Q3 2025 $PWON, ada member External Community Pintar Nyangkut di Telegram yang request minta dibahaskan LK Q3 2025 CTRA. Nasib CTRA memang sama dengan PWON, fundamental bagus karena aset propertinya banyak tapi harga sahamnya malah nyungsep. Apa yang sebenarnya terjadi dengan CTRA? Apakah dilirik juga sama Mitsubishi dan MotoGP seperti kata influencer $DADA? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
CTRA adalah grup besar properti Indonesia yang punya bisnis hulu-hilir mulai dari pengembangan real estat sampai penyewaan properti komersial. Laporan keuangannya per September 2025 menunjukkan kinerja yang menarik tapi penuh kontras. Dari sisi pendapatan, CTRA mencetak revenue sebesar 8,39 triliun Rupiah, naik 17,90% dibanding periode yang sama tahun lalu. Laba bersih entitas induk melonjak 27% menjadi 1,62 triliun Rupiah. Secara tahunan ini kinerja yang solid. Tapi kalau dilihat per kuartal, justru terlihat penurunan. Revenue kuartal tiga 2025 hanya 2,51 triliun Rupiah, turun 20,32% dibanding kuartal sebelumnya, dan laba bersihnya jeblok 32,73%. Fenomena seperti ini wajar di sektor properti karena pengakuan pendapatan bersifat bergelombang tergantung serah terima unit.
Yang membuat laba tahunan tetap kuat adalah kenaikan tajam penjualan segmen real estat. Penjualan kaveling, rumah hunian, dan ruko melonjak 23,72% menjadi 6,13 triliun Rupiah, sementara apartemen naik 44,81%. Segmen ini menyumbang 79,5% dari total pendapatan. Sebaliknya, pendapatan dari sewa turun 3,78% menjadi 1,05 triliun Rupiah, menunjukkan bahwa sektor sewa seperti mal dan kantor sedang stagnan. Pendapatan lain-lain naik tipis 7,27%, menunjukkan masih ada diversifikasi pendapatan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Namun masalah muncul di sisi kas. Arus kas operasi anjlok drastis dari 2,24 triliun Rupiah pada 2024 menjadi hanya 424 miliar Rupiah di 2025. Free cash flow juga turun lebih dari 85% menjadi sekitar 230 miliar Rupiah. Artinya laba yang dicatat di laporan akrual belum benar-benar menjadi uang tunai di rekening. Ini mengindikasikan efisiensi kas yang buruk. Meskipun laba akrual naik, uang masuk dari pelanggan melambat. Hal ini bisa disebabkan oleh keterlambatan pembayaran pembeli properti atau tingginya saldo piutang.
Di sisi neraca, aset lancar yang terdiri dari tanah, rumah, dan ruko dalam penyelesaian mencapai 12,56 triliun Rupiah, naik tipis 0,18%. Tanah untuk pengembangan yang masuk kategori aset tidak lancar naik 4,71% menjadi 10,04 triliun Rupiah. Properti investasi yang disewakan malah turun 2,29% menjadi 4,88 triliun Rupiah. Artinya nilai properti yang disewakan berkurang, bisa karena depresiasi atau pelepasan aset. Kas juga turun dari 10,19 triliun menjadi 9,03 triliun Rupiah. Utang bank menurun dari 6,18 triliun menjadi 5,83 triliun Rupiah, menandakan ada pelunasan sebagian utang.
Beban keuangan naik tipis 3,74% menjadi 911 miliar Rupiah, sebagian karena rugi selisih kurs sebesar 152 miliar Rupiah akibat eksposur ke mata uang asing. Meskipun tidak fatal, hal ini menekan margin laba bersih. Pajak justru turun dari 27,86 miliar menjadi 17,88 miliar Rupiah, memberikan sedikit dorongan terhadap laba akhir.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jika kita bicara valuasi, saham CTRA di harga 885 Rupiah dan EPS 9 bulan 2025 sebesar 88 Rupiah menghasilkan PER tahunan sekitar 7,54 kali. Dengan nilai buku per saham sekitar 1.394 Rupiah, PBV-nya hanya 0,64 kali. Ini artinya saham CTRA tergolong murah, dihargai di bawah nilai bukunya. Tapi pasar tampaknya belum menghargai potensi ini karena kekhawatiran terhadap arus kas. Harga saham turun 33% dalam setahun terakhir.
Namun di balik semua itu ada hidden gem. Nilai buku tanah untuk pengembangan tercatat 10,04 triliun Rupiah, sementara penilaian independen menunjukkan nilai wajarnya mencapai 27,24 triliun Rupiah. Artinya ada potensi kenaikan nilai hampir 17 triliun Rupiah yang belum tercermin di laporan keuangan. Jika suatu saat perusahaan melakukan revaluasi aset atau menjual sebagian lahan strategisnya, nilai pasar CTRA bisa melonjak signifikan.
Investor pesimis mungkin akan fokus menyoroti lemahnya arus kas dan risiko selisih kurs. Tapi investor yang optimis akan melihat PBV rendah, PER murah, serta potensi kenaikan nilai tanah. Dengan struktur utang yang menurun dan penjualan real estat yang masih tumbuh dua digit, CTRA sebenarnya punya modal kuat untuk rebound. Apalagi kalau inflasi dan suku bunga mulai turun, sektor properti biasanya jadi salah satu yang paling cepat pulih. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi, kalau PWON disebut punya aset prime di Surabaya dan Jakarta, maka CTRA punya modal geografis yang lebih luas dan portofolio yang lebih beragam. Sayangnya, sentimen pasar belum berpihak. Kalau nanti CFO mulai pulih di laporan berikutnya, bisa jadi CTRA akan menjadi properti undervalued paling dicari, bukan karena rumor MotoGP atau Vanguard, tapi karena data keuangan yang akhirnya mulai sinkron antara laba dan kas.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor. 
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10










@alangazi klo mau swing, dibawah 900 kumpulin aja $CTRA , target harusnya 1100 bisa, akum trus cuma masih nunggu banyak yg CL aja bandarnya, mirip seperti $AKRA turun sampai 1065 akhirnya naik tinggi kan 1260 , 
ini lah pentingnya pemilihan saham yg akan kita tradingkan, jadi tidak harus beli saham2 gorengan/ FCA 
saya juga pantau $SIDO lagi bisa cuan kilat +dividen, nunggu prank dr bandarnya saja, sukses slalu 😇
@DikiNurjaman 
Gini ya Pak, saya bantu jelasin. 
- Investor jangka panjang itu cuma menang sekali (di akhir).
- Tapi trader jangka pendek itu menang berkali-kali (setiap ada pergerakan).
- Investor membuang-buang waktu menunggu value naik dari 100 ke 300.
- Trader sudah mengambil untung berkali-kali di antara angka 100 sampai 300, bahkan bisa balik beli lagi di harga bawah.
- Investor cuma dapat satu kue besar di akhir. 
- Trader sudah dapat banyak snack di sepanjang perjalanan sambil nunggu pesta besar, alias sudah tahu harga pasti akan keatas. 
Lebih enak mana? 😉
Contoh deh minggu lalu aja saya ambil:
$SMDR $CTRA $SIDO
@HeyZik 
$CTRA kita plankton ngikut ikan besar aja..klu mrk akum..kita jg akum..pelan2..jgn nafsu..
klu perhitungan gw ga meleset..
maret 25 lownya di 700 
ke 1100 sept 25..
skrg 900 akan ke 1300 sekitar 5-6 bulan lg..bulan April 26..
ga usah capek2 tek tokan dll..
cuan 30-40%  dlm 5 bulan simple ..
ga usah dengerin suara berisik diluaran sana...
.tinggal modal kita aja yg digedein pelan2..
#DYOR
Valuasi Murah, Pasar Resah
Ada pemandangan yang aneh kalau kita melihat grafik Summarecon Agung ($SMRA) belakangan ini. Kita seperti melihat dua garis yang terpisah jauh. Garis pertama, yang disebut 'Intrinsic Value' atau nilai seharusnya, terus naik pelan-pelan. Garis kedua, 'Price' atau harga pasarnya, malah jatuh menukik. Ini adalah kenyataan yang terjadi di bursa. Ada jarak yang sangat lebar di antara keduanya. Ini bukan sekadar harga turun biasa. Ini tanda bahwa pasar jelas-jelas tidak percaya dengan cerita bagus dari perusahaan. Padahal, kalau kita mau dengar, ceritanya sebenarnya masih terdengar meyakinkan.
Di permukaan, bisnis utama SMRA kelihatannya masih jalan. Laporan penjualan kuartal ketiga 2025 terlihat cukup kuat, angkanya Rp 1,4 triliun. Penggeraknya masih proyek-proyek andalannya, seperti Summarecon Bekasi dan Summarecon Serpong. Perusahaan juga masih sangat percaya diri bisa mencapai target penjualan Rp 5 triliun setahun penuh. Ini adalah sesuatu yang hebat, sementara pengembang lain mungkin terpaksa menurunkan target mereka. Sampai sembilan bulan, penjualan sudah 71-72% dari target. Ini bukan gambaran bisnis yang sedang bermasalah. Tapi pertanyaannya tetap sama. Kalau bisnisnya baik-baik saja, kenapa harganya jatuh?
Jawabannya mungkin tersembunyi, bukan di penjualannya, tapi di cara mereka akan mencatat laba. Prospek laba tahun 2025 memang terlihat akan terbantu. Tapi, bantuan itu datang dari sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang lebih terasa seperti akuntansi. Ada rencana untuk "membuat laba terlihat bagus" lewat penjualan sebidang tanah 19,3 hektar. Transaksi ini, yang nilainya sekitar Rp 772 miliar sampai Rp 1.361 triliun, akan dicatat sebagai "pendapatan operasional lainnya". Ini adalah keuntungan sekali pukul. Pasar, yang biasanya lebih pintar, bisa mencium hal seperti ini. Mereka tahu bedanya antara laba hasil kerja keras jualan rumah, dengan laba hasil jual aset. Kualitasnya jelas berbeda.
Dan benar saja, seperti keuntungan kaget lainnya, efeknya tidak bertahan lama. Pesta ini akan segera berakhir, dan angkanya akan kembali normal. Seberapa normal? Mari kita lihat. Laba bersih tahun 2024 adalah Rp 1.373 miliar. Untuk 2025, laba ini diperkirakan turun menjadi Rp 1.057 miliar, dan ini sudah termasuk bantuan jual tanah tadi. Lalu, di tahun 2026, angkanya diperkirakan jatuh lagi ke Rp 751 miliar. Pasar benci ketidakpastian, tapi ada satu hal yang lebih mereka benci, yaitu kepastian yang buruk. Laba per lembar sahamnya (EPS) juga menceritakan hal yang sama. Dari 83 di 2024, turun ke 64 di 2025, lalu jatuh ke 45 di 2026. Itu jatuhnya hampir setengah.
Di sinilah letak 'jebakan murah'-nya. Banyak yang akan bilang saham ini "murah" kalau dilihat dari sejarahnya. Angka Price-to-Earnings (PER) ada di 6.2x dan Price-to-Book Value (PBV) di 0.4x. Tapi pasar melihatnya berbeda. PER 6.2x tidak murah kalau labanya sendiri terus turun. PBV 0.4x juga tidak ada artinya kalau asetnya tidak bisa menghasilkan untung yang layak. Dan inilah poin yang paling menyakitkan. Tingkat pengembalian modalnya (ROE) diperkirakan akan anjlok dari 9.9% di 2024, menjadi 6.9% di 2025, dan puncaknya, menjadi 4.6% di 2026. Angka 4.6% itu sangat rendah. Menaruh uang di deposito saja mungkin bisa dapat lebih.
Jadi, kita kembali ke dua garis yang terpisah tadi. Garis "nilai seharusnya" itu adalah sebuah hitungan di atas kertas, sebuah perkiraan. Garis "harga pasar" itu adalah kenyataan, cerminan dari keraguan banyak orang. Ini bukan lagi soal murah atau mahal. Ini soal kepercayaan. Pasar tidak sedang bertanya "apakah asetnya ada?" Pasar sedang bertanya, "apakah perusahaan ini bisa mengubah aset itu jadi laba yang tumbuh?" Dan untuk saat ini, pasar menjawab "tidak". Harga di pasar adalah fakta. Nilai di kertas cuma perkiraan. Dan sekarang, kenyataan sedang mengalahkan perkiraan itu.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
$CTRA $PWON