580

0.00

(0.00%)

Today

511,100

Volume

1.45 M

Avg volume

Company Background

'PT Arwana Citramulia Tbk adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang industri keramik dengan Standar Nasional Indonesia.Arwana memiliki lima pabrik yang terletak di lima lokasi berbeda. Plant I dan Plant II masing-masing berlokasi di Tangerang, dan Serang,Sementara Plant III dan Plant V yang masing masing berlokasi di Gresik dan Mojokerto, Adapun Plant IV yang terletak di Ogan Ilir, Sumatera Selatan,Produk PT Arwana Citramulia Tbk yang terkenal yaitu UNO. Merk UNO sangat bisa diterima dengan baik oleh pasar karena desain yang dikeluarkan sesuai dengan tren dan faktor harga yang sangat bisa bersaing dengan kompetit... Read More

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Bang, Trading Plan Cari Saham yang Lagi Harga Bawah (atau All Time Low sekalian, dalam 2-3 tahun terakhir) atau saham yang lg side ways di harga bawah. Syaratnya fundamental masih baik, laba bertumbuh. Terakhir pastikan ada yang jaga harga (bandar penunggu). Mulai cicil sekarang, kalau volume transaksi bertambah tambah muatan.
Contoh saham $ICBP $ARNA $MSJA.
Memang bukan yang seminggu bisa naik 5% lebih, tapi paling gak dengan modal segitu naik 5 - 10 % perbulan cukup, dari pada kegocek dipuncak mental gak enak kepikiran. Hindari FOMO.

Read more...

$DSSA - Kenapa saham konglo naik? Apakah sudah waktunya EXIT?

Dalam setiap siklus ekonomi global, aliran dana cenderung mengikuti pola berulang. Mulai dr utang pemerintah jangka menengah-panjang yg jatuh tempo, menuju pelarian modal ke aset berisiko tinggi, hingga akhirnya mengendap di sektor-sektor fundamental saat likuiditas mulai mengering. Fenomena ini bukan cuma terulang, tapi kian membentuk pola investasi yg bisa dibaca.

Salah satu contoh paling mencolok ialah fase setelah utang global jatuh tempo, di mana dana segar mengalir deras ke pasar modal. Banyak negara membayar obligasi tenor 5–10 tahunan, menyebabkan pelaku pasar yg menerima likuiditas besar dr pembayaran pokok dan kupon mencari tempat baru utk memarkirkan dananya.

Ketika uang tunai kembali ke tangan pemegang obligasi dlm jumlah besar, dan suku bunga relatif stabil atau melandai, maka pasar saham jd tujuan utama. Terutama saham-saham high growth yg menjanjikan return cepat, meski fundamentalnya belum teruji. Inilah fase awal terbentuknya risk-on mode global.

Sejarah mencatat, masa sebelum pecahnya bubble dot com di tahun 2000 diawali dgn kondisi seperti ini. Utang jangka panjang AS jatuh tempo, suku bunga rendah, dana besar masuk ke pasar saham teknologi, valuasi melejit, dan pelaku pasar mulai merasa bisa cuan dr saham apa pun.

Bahkan ada anekdot yg mengatakan, "even the monkey can make money in bullish stock market"

Namun euforia ini tak bertahan lama. Ketika dana mulai ‘kehabisan bensin’, investor tersadar bahwa sebagian besar perusahaan teknologi kala itu bahkan belum untung. Maka pecahlah gelembung besar.

Setelah itu, uang beralih ke aset riil seperti emas, minyak, batubara, lalu properti. Dana bergerak ke sektor-sektor yg punya underlying asset yg jelas bernilai, bukan sekadar narasi. Setelah sektor riil naik drastis, barulah masuk ke sektor utama penopang ekonomi seperti perbankan, manufaktur, dan konsumer seiring stabilnya ekspektasi pasar.

Polanya ternyata berulang.

Fase bubble di pasar saham berisiko tinggi
⬇️
Pelarian ke safe haven
⬇️
Real asset rally
⬇️
Rotasi ke sektor ekonomi utama

Hal ini juga terjadi setelah krisis 2008 dan bahkan saat krisis pandemi 2020. Tak cuma di AS, pola ini terjadi jg di berbagai emerging market, termasuk Indonesia.

Setiap kali ada limpahan dana global, pasar saham lokal ikut bergairah. IPO meningkat, valuasi perusahaan ‘story based’ melejit, dan saham-saham konglo yg sering dikaitkan dgn isu masuk indeks global jd primadona baru. Situasi ini mirip ketika dot com bubble, hanya beda ‘kemasan’.

Saat ini, Indonesia pun memasuki fase yg bisa dibilang mirip. Dari 2022 ke 2025, utang global terus mengalami pergeseran jatuh tempo, dan berdasarkan data IMF & World Bank, banyak negara, termasuk AS, Jepang, dan Eropa menghadapi pembayaran pokok jumbo antara pertengahan 2025 hingga akhir 2026.

Data dari Kemenkeu Indonesia jg menunjukkan jatuh tempo SBN cukup besar mulai Juli 2025, meski secara fiskal pemerintah RI terjaga cukup sehat dan masih bisa refinancing tanpa tekanan besar.

Tapi, bukan itu titik utamanya. Ketika negara-negara besar membayar utangnya, likuiditas global meningkat. Pemilik dana kembali membawa uangnya ke pasar-pasar yg menawarkan return lebih tinggi. Emerging market seperti Indonesia berpotensi jd tujuan utama.

Sinyal awalnya sudah terlihat. Sepanjang 2025, banyak saham IPO naik pesat tanpa fundamental kuat. Saham konglomerasi ramai diberitakan akan masuk indeks global seperti MSCI, walau kadang kenyataannya tak seindah narasinya. Lonjakan ini membuat banyak investor ritel merasa ‘semua saham bisa naik’, atmosfer yg mirip dgn fase awal dot com bubble. Tapi justru di sinilah potensi bahayanya.

Bila dana global mengalir deras, dan euforia lokal tidak dibarengi filter fundamental, maka bubble bisa terbentuk secara diam-diam. Dan seperti sejarahnya, gelembung pecah bukan karena isu besar tunggal, tapi karena akumulasi kekecewaan. Indeks tidak jd sesuai harapan, laporan keuangan mengecewakan, harga sudah terlalu tinggi, atau sentimen makro negatif dr luar negeri.

Maka bila benar dana global kembali deras masuk setelah utang jatuh tempo dibayarkan, kemungkinan puncaknya Juli–Desember 2025, maka saat itulah Indonesia bisa memasuki fase transisi dari euforia menuju potensi koreksi.

Sementara indeks saham AS seperti S&P 500 dan Nasdaq jg dinilai sudah terlalu tinggi oleh banyak analis. Di sisi lain, investor institusi mulai melihat valuasi saham-saham besar AS tidak lg menarik, sehingga rotasi ke emerging market menjadi lebih logis.

Namun dana yg masuk ke Indonesia belum tentu memilih saham berfundamental baik. Justru IPO, saham konglomerasi, dan saham yg story-driven yg bisa naik lebih cepat dan berpotensi membentuk gelembung lebih awal dibanding sektor lain.

Jika pola historis diikuti, maka euforia seperti ini akan terus berlanjut sampai realitas tak lagi sejalan dgn ekspektasi. Kekecewaan menjadi pemicu koreksi. Bisa jadi karena saham-saham yg ramai dirumorkan tidak jadi masuk indeks. Bisa karena laporan keuangan tak mampu membuktikan harapan. Bisa karena bank sentral global kembali mengetatkan likuiditas. Atau bisa karena dana global mulai ditarik kembali ke negara asal saat outlook ekonomi membaik di sana.

Tapi pola koreksi ini biasanya tak langsung menghantam semua sektor sekaligus. Maka penting membaca rotasi sektoral. Siapa yg duluan tertekan, siapa yg jadi pelarian, dan siapa yg akan muncul belakangan.

Sektor paling rentan saat euforia bubble mulai pecah adalah sektor saham yg tidak punya landasan fundamental kuat. Saham IPO dgn bisnis baru dan belum menghasilkan cash flow positif, saham konglomerasi yg naik hanya karena sentimen eksternal, serta saham story-driven tanpa underlaying aset jelas. Semuanya berisiko terkoreksi duluan.

Berdasarkan pola yg terjadi di masa lalu, seperti saat akhir dot com bubble atau krisis global 2008, koreksi besar biasanya dimulai dari sektor growth tinggi namun rapuh secara fundamental. Setelah itu baru efek domino terjadi.

Oleh karena itu, rotasi sektor jd langkah penting bagi investor utk menjaga portofolio. Bila memang benar aliran dana global masih deras masuk hingga akhir 2025, maka fase bubble bisa mencapai puncaknya menjelang kuartal IV 2025.

Skenario ini membuat sektor yg dinilai ‘safe haven’ seperti emas dan komoditas menjadi pilihan utama. Di saat ketidakpastian meningkat, aset riil kembali jd tempat berlindung.

Rotasi sektor ideal utk konteks Indonesia menurut sy bisa dibagi dlm tiga fase utama.

Pertama, periode Nov 2025 – Feb 2026, saat bubble diperkirakan mulai goyah. Investor akan mulai parkir dana di sektor komoditas, terutama emas, batubara, dan sektor pendukung hulu energi seperti migas.

Dalam konteks ini, emiten seperti ARCI (emas), AADI (batubara), WINS, ELSA & SUNI (penunjang migas) jd relevan. Minyak sawit (DSNG) juga potensial karena ikut arus harga energi global. Sektor ini jadi pelindung dari risiko koreksi pasar saham secara umum.

Kedua, periode Mar – Jun 2026, saat sentimen mulai pulih, dana akan perlahan pindah ke sektor-sektor yg menopang pemulihan ekonomi. Infrastruktur akan jadi salah satu tujuan utama, apalagi jika ada proyek percepatan belanja fiskal atau pemulihan pasca koreksi.

Properti & keramik (PWON & $ARNA) bisa ikut terdongkrak oleh optimisme pemulihan. Konsumer primer seperti ADES & AISA, serta kesehatan (SIDO & PRDA), menjadi sektor yg stabil karena permintaan tetap kuat bahkan saat ketidakpastian tinggi. Di sisi lain, perbankan ultramikro seperti BTPS bisa mulai pulih karena NPL mulai membaik dan pembiayaan UMKM kembali bergerak.

Ketiga, periode Jul – Des 2026, adalah fase lanjutan pemulihan ketika dana mulai percaya diri masuk ke sektor pendukung utama perekonomian. Di sinilah manufaktur seperti SMSM akan mengambil panggung, karena produksi meningkat, belanja modal naik, dan permintaan sektor otomotif serta alat berat mulai rebound. Perbankan besar dan discretionary juga akan tumbuh, tapi risikonya lebih tinggi jika rotasi terlalu dini dilakukan.

Tapi perlu dicatat, strategi ini bukan sekadar rotasi berpindah-pindah. Seorang investor bisa menyiapkan portofolio dari sekarang dan menahan posisi hingga akhir 2026. Asalkan pemilihan saham didasarkan pd sektor yg berpotensi menguat di waktu yg berbeda.

Artinya bukan timing pasar, tapi menyiapkan peta jalur aliran dana ke depan. Ini jg yg jd dasar dlm strategi portofolio yg sy bahas. Seorang investor bisa tetap pegang komoditas dan sektor riil sekarang, sambil bersiap mengambil keuntungan di sektor infrastruktur dan konsumer pd fase berikutnya.

Strategi ini bukan hanya soal mencari return tertinggi, tapi jg kemampuan menjaga nilai portofolio saat pasar berubah cepat. Pilihan alokasi aset menjadi pondasi penting.

Ketimbang mencoba menebak puncak dan dasar pasar, alokasi bisa dibuat sejak awal tapi menyebar ke sektor-sektor yg berpotensi dominan di tiap fase siklus.

Portofolio yg bisa sy susun sebagai berikut: emas (ARCI 15%), batubara (AADI 10%), penunjang energi migas (WINS 5%, ELSA 5%, SUNI 5%), dan minyak sawit (DSNG 5%) menjadi fondasi protektif awal menjelang kemungkinan koreksi atau pecahnya bubble.

Total sektor ini menempati porsi 45% dari total portofolio dan akan berperan sebagai jangkar stabilitas saat likuiditas mulai mengetat.

Memasuki fase pemulihan pasca-koreksi, sektor-sektor yg menangkap perputaran ekonomi riil mengambil alih. Alokasi portofolio mengarah ke IPCM (10%) di sektor infrastruktur pelabuhan, PWON (5%) & ARNA (5%) di sektor properti dan bahan bangunan, serta ADES (5%) & AISA (5%) di konsumer pokok. Untuk sektor kesehatan, SIDO (3%) & PRDA (2%) menawarkan profil pertumbuhan yg tetap defensif. Sementara perbankan ultramikro seperti $BTPS (10%) menjadi penghubung penting antara pemulihan UMKM dan perputaran dana masyarakat.

Sektor ini juga menempati porsi 45% dari portofolio, merepresentasikan sektor riil yg akan naik saat siklus ekonomi mulai stabil kembali.

Menjelang akhir 2026, ketika pasar masuk fase ekspansi, sektor yg sensitif terhadap pertumbuhan akan mulai mendominasi. Di sinilah SMSM (10%) sebagai manufaktur padat permintaan suku cadang otomotif dan kendaraan niaga menjadi pilihan.

Fase ini tidak hanya menandai pemulihan penuh, tapi jg titik di mana investor mulai masuk ke sektor yg sebelumnya ditinggalkan karena siklus. Tapi tetap penting utk tidak menambah porsi terlalu besar jika valuasi sudah terlalu tinggi.

Strategi ini bersifat hold through the cycle, bukan rotasi aktif keluar masuk posisi. Artinya, investor sudah siap dr awal dgn pilihan saham dr tiap fase rotasi, dan tinggal menyesuaikan ekspektasi return seiring waktu.

Tentu akan ada peluang utk take profit jika valuasi sudah melonjak terlalu cepat, tapi arah utama tetap konsisten, yaitu mengikuti arus dana global dan lokal yg bergeser secara sistematis, dari euforia menuju kehati-hatian, lalu ke pemulihan, dan akhirnya ekspansi.

Kesadaran akan pola aliran dana inilah yg menjadi fondasi pemahaman makro seorang investor. Bahwa pasar bukan bergerak acak, tapi mengikuti jalur-jalur psikologis, fiskal, dan geopolitik.

Bahwa bubble bukan sekadar keserakahan, tapi seringkali akibat likuiditas yg kehilangan arah. Dan bahwa satu-satunya perlindungan dalam siklus panjang seperti ini adalah memahami waktu, sektor, dan alokasi modsl. Bukan sekadar menebak harga.

Maka portofolio bukan hanya cerminan harapan, tapi jg bentuk kedewasaan investasi di tengah dunia yg makin tidak bisa ditebak.


Disclaimer: Catatan ini adalah refleksi pengalaman penulis tentang kondisi market dan bagaimana strategi yg mungkin bisa sy ambil. Catatan ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Segala kerugian sebagai akibat penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Do your own research.

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@padlias berarti setelah dia buy tanda" mau naik dong ya $ARNA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

NERACA
Jakarta - PT Arwana Citramulia Tbk. (ARNA) telah merealisasikan anggaran pembelian kembali atau buyback saham senilai Rp10,87 miliar dari total dana yang disediakan Rp100 miliar. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Emiten produsen keramik ini mel...

www.neraca.co.id

www.neraca.co.id

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA 06 Aug 25
Investor: SUPRAKREASI ERADINAMIKA
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +250,000 (+0.0034%)
Current: 1,067,219,800 (14.5369%)
Previous: 1,066,969,800 (14.5335%)
Broker: DR
Investor Type: Domestic

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA 05 Aug 25
Investor: SUPRAKREASI ERADINAMIKA
Source: KSEI
Action: BUY
Shares Traded: +1,537,300 (+0.0209%)
Current: 1,066,969,800 (14.5335%)
Previous: 1,065,432,500 (14.5126%)
Broker: DR
Investor Type: Domestic

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

#FOLLOW_FOR_MORE 🫡

$ARNA : Buyback Selesai, ARNA Hanya Serap 11%
https://cutt.ly/NrFdek6S

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

EmitenNews.com - PT Arwana Citramulia Tbk. (ARNA) emiten bahan bagunan keramik ini menyampaikan bahwa perseroan telah menyelesaikan program pembelian kembali (buyback) saham yang berlangsung selama periode 29 April hingga 29 Juli 2025.
Corporate Secretary ARNA, Rudy Sujanto pada Selasa (5/8) mengung...

www.emitennews.com

www.emitennews.com

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA halo ndar, sehat ? mau 17 an nih, lomba meroket yokk. lets go 🚀🚀🚀

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA holder ARNA harus sabar banget yak, ndar kapan mangkat ?? ayok ke langit bursa 🚀

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@Stockbit $TPMA kalo buyback tuh kek gini loh kocak, masak perlu dikasih tau caranya buyback sama $ARNA 😏😏

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

ARNA Rampungkan Buyback, Implikasikan Harga Rata-rata Pembelian Rp596/Saham

Arwana Citramulia ($ARNA) mengumumkan telah merampungkan buyback saham untuk periode 29 April–29 Juli 2025, dengan jumlah saham yang dibeli mencapai ~18,3 juta saham. Total nilai transaksi ini mencapai ~10,9 miliar rupiah, mengimplikasikan harga rata-rata pembelian sebesar 596 rupiah per lembar.

[Sumber: Keterbukaan Informasi]

-----
Stockbit Sekuritas

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PBID $ARNA $SPTO akumulasi emiten bagus harga murah

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@hanyaPOI What a businessman (and an investor) should do? Control what he can, endure what he must. 🙏🙏

$AADI $ELSA $ARNA

Ada 3 saham non batubara dan energi yg kinerjanya bagus
Rajin bagi dividen tanpa putus lebih dari 7 tahun dan tidak pernah rugi
Dan secara teknikal ambruk 50 persen lebih dari harga puncak
Saya spill saja $ARNA
$ACES dan $SIDO

Secara downrisk udah rendah
Tapi jangan ngarep cuan instant dan ada bantal dividen

Bukan ajakan jual beli
Silahkan riset lanjut

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Beban Bahan Baku $ARNA

Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kinerja PT Arwana Citramulia Tbk sampai 30 Juni 2025 menunjukkan dinamika menarik antara kenaikan pendapatan dan tekanan biaya yang menggerus margin. Dari sisi topline, penjualan bersih naik 16,53% dari Rp1,22 triliun di 2024 menjadi Rp1,42 triliun di 2025. Pertumbuhan ini menunjukkan permintaan pasar yang solid dan kemampuan perusahaan mempertahankan volume penjualan, namun di sisi lain beban pokok penjualan atau COGS justru naik lebih cepat yaitu 22,72% dari Rp803,37 miliar menjadi Rp985,92 miliar. Lonjakan ini membuat proporsi COGS terhadap penjualan membengkak dari 65,77% menjadi 69,26% dan otomatis menekan gross profit margin dari 34,23% menjadi 30,74%. Artinya, meski penjualan tumbuh, keuntungan kotor yang bisa disisihkan dari tiap rupiah penjualan menjadi lebih tipis. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jika dilihat lebih dalam, lonjakan COGS ini banyak dipicu oleh dua faktor besar. Pertama, biaya bahan baku yang naik 25,96% yang sangat mungkin terkait dengan kenaikan harga komoditas utama seperti body dan glaze keramik. Perusahaan memang mengakui terpapar risiko harga komoditas yang bisa berfluktuasi tergantung kondisi pasar global dan suplai bahan. Kedua, biaya tenaga kerja langsung ikut terdongkrak 24,71% yang bisa disebabkan oleh inflasi upah, kebutuhan tenaga kerja tambahan untuk mendukung volume produksi yang lebih besar, atau penurunan efisiensi di lini produksi. Kenaikan di dua pos besar ini membuat biaya produksi membengkak lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan sehingga margin tergerus.

Peta biaya bahan baku body dan glaze global di 2025 memberi konteks kenapa COGS Arwana naik lebih cepat daripada penjualan. Di hulu body, pasar feldspar dan nepheline syenite menunjukkan sinyal permintaan yang tetap aktif dari kaca dan keramik. Data USGS mencatat porsi penggunaan feldspar oleh industri kaca sekitar 50% dan sisanya keramik, dengan harga rata rata feldspar marketable production di AS naik ke 110 USD per ton pada 2024, sementara nilai impor nepheline syenite di kisaran 200 USD per ton. Impor feldspar juga melonjak dibanding 2023, menandakan suplai global yang bergerak mengikuti siklus konstruksi dan kaca. Kenaikan nilai per ton ini berarti biaya flux di body cenderung naik tipis dan memberi tekanan ke biaya produksi, apalagi ketika volume juga bertambah.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Untuk glaze, komponen paling sensitif adalah opacifier berbasis zircon dan bahan pembentuk frit yang sangat tergantung energi. Laporan USGS 2025 mencatat harga zircon premium grade CIF China rata rata 2.000 USD per ton pada 2024 dan nilai impor AS sekitar 2.100 USD per ton, sementara sponge zirconium di China di 25 USD per kg. Produksi konsentrat mineral zircon global 2024 naik 4% ke 1,5 juta ton, dengan eksportir utama Australia dan Afrika Selatan. Struktur pasar yang terkonsentrasi seperti ini membuat harga zircon cenderung kaku turun dan mudah memantul ketika suplai tersendat. Ketika loading zircon di resep opacified white cukup tinggi, setiap kenaikan kecil di harga zircon langsung terasa di biaya glaze per m2.

Biaya frit mengikuti soda ash dan energi. Data USGS menempatkan harga rata rata penjualan soda ash natural AS di 220 USD per ton pada 2024, lebih tinggi dari 2023, sementara produksi dunia gabungan natural dan synthetic naik ke 73 juta ton dengan China, Turki, dan AS menyumbang 81% output global. Tambahan kapasitas China sejak pertengahan 2023 membantu suplai, tetapi harga regional tetap dipengaruhi ongkos energi, logistik, dan kontrak jangka panjang. Di sisi energi, acuan Dutch TTF 2025 berada di kisaran 30 hingga 50 EUR per MWh sepanjang paruh pertama tahun, jauh lebih rendah dibanding puncak 2022 sehingga tekanan biaya pembakaran kiln dan peleburan frit mereda dibanding dua tahun lalu. Level terbaru sekitar awal Agustus 2025 tercatat di area 33 hingga 34 EUR per MWh yang relatif ramah biaya, walau volatilitas tetap mungkin ketika ada gangguan suplai. Kombinasi soda ash yang masih tinggi dibanding 2023 dan gas yang lebih rendah daripada masa krisis membuat biaya glaze tidak seburuk 2022 hingga 2023, namun belum murah.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di sisi lain, Selling and General Administrative (SGA) expenses justru relatif terkendali. Total SGA hanya naik 5,53% dari Rp163,68 miliar menjadi Rp172,72 miliar. Secara proporsi terhadap penjualan, beban SGA bahkan turun dari 13,40% menjadi 12,13% yang menunjukkan adanya efisiensi operasional. Selling expenses hanya naik tipis 2,99% dari Rp124,31 miliar menjadi Rp128,03 miliar, dan sebagai persentase terhadap penjualan turun dari 10,18% menjadi 8,99%. Penurunan ini salah satunya didorong oleh pemangkasan biaya komisi, promosi, dan iklan sebesar 29,03%, diikuti turunnya biaya transportasi dan bongkar muat sebesar 5,41%, serta penurunan gaji dan tunjangan pegawai penjualan sebesar 9,22%. Kemungkinan besar perusahaan melakukan pergeseran strategi pemasaran ke saluran yang lebih hemat biaya atau sudah memiliki basis pelanggan yang cukup loyal sehingga tidak memerlukan promosi agresif. Optimalisasi logistik dan distribusi juga berpotensi menekan beban transportasi.

Namun, jika masuk ke komponen General and Administrative Expenses, ada satu area yang mengalami kenaikan signifikan. Gaji, upah, dan tunjangan pegawai administrasi naik 29,67%, jauh di atas pertumbuhan pendapatan dan total SGA. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah karyawan tetap dari 2.326 menjadi 2.563 orang atau naik sekitar 10%. Artinya, kenaikan ini tidak hanya disebabkan oleh penambahan tenaga kerja, tetapi juga kemungkinan kenaikan rata rata gaji, peningkatan benefit, atau kebutuhan peran administrasi yang lebih kompleks untuk mendukung skala bisnis yang berkembang. Selain itu, biaya profesional melonjak 48,66% yang mengindikasikan penggunaan jasa eksternal seperti konsultan, legal, atau audit yang lebih intensif.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Jika semua potongan ini disatukan, COGS sebagai porsi penjualan naik dari 65,77% menjadi 69,26% dan gross margin turun dari 34,23% menjadi 30,74%, sejalan dengan fakta bahwa input body seperti feldspar dan nepheline syenite mengarah naik tipis, opacifier zircon bertahan tinggi di kisaran 2.000 hingga 2.100 USD per ton, dan biaya frit masih menanggung soda ash yang lebih mahal dibanding 2023. Kenaikan biaya tenaga kerja langsung 24,71% ikut mempertebal beban, sementara efisiensi SGA belum sanggup mengimbangi tarikan biaya hulu produksi. Dalam bahasa pabrik, lini body dan glaze sedang bekerja di lingkungan biaya yang tidak setinggi masa krisis energi, namun belum kembali ke baseline murah pra 2021, sehingga setiap kenaikan volume tanpa optimasi resep berpotensi mengikis margin kotor lebih jauh.

Di lapangan, manajemen punya beberapa pilihan yang realistis untuk menahan tekanan dalam 6 hingga 12 bulan.
• 1. Kunci kontrak zircon jangka menengah bila level bertahan sekitar 2.000 USD per ton untuk mengurangi risiko lonjakan dadakan karena pasar yang terkonsentrasi, barengi program penurunan loading zircon 5 hingga 15% lewat optimasi ukuran partikel dan kombinasi stain.
• 2. Diversifikasi sumber feldspar dan nepheline syenite sambil memprioritaskan rute logistik yang lebih pendek agar mengurangi biaya freight, karena impor feldspar global sedang aktif dan harga unit value naik.
• 3.Negosiasi indeksasi soda ash berbasis wilayah dan tenor yang fleksibel, manfaatkan fakta suplai global bertambah pasca ekspansi China agar transmisi harga lebih bersahabat ke biaya frit.
• 4. Manfaatkan jendela harga gas TTF yang relatif rendah, pertimbangkan hedging operasional jika harga mendekati 40 EUR per MWh untuk mengunci ongkos kiln dan peleburan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dengan langkah ini, tekanan biaya body dan glaze yang menekan margin bisa diubah menjadi peluang efisiensi. Data USGS menunjukkan tren harga dan struktur suplai yang bisa dinegosiasikan dan dioptimasi, sementara harga gas Eropa yang lebih rendah memberi peluang memperbaiki cost to fire. Jika eksekusi pembelian bahan baku dan rekayasa resep dijalankan disiplin, tekanan COGS berpotensi dilunakkan sehingga kenaikan penjualan bersih lebih mudah diterjemahkan menjadi pemulihan margin kotor di periode berikut.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/7

testestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ARNA LK Q2 2025: Revenue Growth tapi Beban Ikutan Growth = Laba Growth Tipis

Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Arwana Citramulia Tbk bersama anak usahanya adalah salah satu pemain utama di industri keramik Indonesia, dengan pengalaman produksi yang sudah berjalan sejak 1 Juli 1995. Kantor pusatnya ada di Jakarta Barat, sementara pabrik tersebar di beberapa lokasi strategis seperti Jatiuwung Tangerang Banten, Serang Banten, Wringin Anom dan Randegan Mojokerto Jawa Timur, serta Ogan Ilir di Palembang Sumatera Selatan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Perusahaan resmi melantai di bursa pada 17 Juli 2001 lewat IPO sebesar 125,00 juta saham, kemudian melakukan rights issue pada 2002, dan stock split rasio 1 banding 4 pada 2013 yang menurunkan nilai nominal saham menjadi Rp12,50. Entitas induknya adalah PT Suprakreasi Eradinamika.

Bisnis ARNA terintegrasi dari hulu ke hilir, mulai dari pabrikasi keramik oleh anak usaha hingga distribusi lewat PT Primagraha Keramindo sebagai distributor utama yang kontraknya diperpanjang sampai akhir 2026. PGK ini lalu menunjuk beberapa sub-distributor, termasuk PT Catur Sentosa Adiprana Tbk $CSAP yang sendiri menjadi tulang punggung penjualan dengan kontribusi 68,65% dari total penjualan neto semester I 2025. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Dari sisi bahan baku, ARNA sangat bergantung pada body dan glaze yang harganya bisa naik turun mengikuti pasar global. Untuk itu, manajemen menjaga stok optimal dan membandingkan harga dari pemasok lokal maupun luar negeri seperti PT Bumi Mineral Indonusa, PT Arrow Indo Universal, hingga pemasok dari AS dan Tiongkok.

Di laporan keuangan per 30 Juni 2025, penjualan neto tumbuh dari Rp1,22 triliun menjadi Rp1,42 triliun atau naik 16,54%, tanda permintaan produk masih tinggi. Namun, beban pokok penjualan ikut melesat dari Rp803,37 miliar menjadi Rp985,92 miliar sehingga laba kotor hanya naik tipis dari Rp418,12 miliar menjadi Rp437,58 miliar atau 4,65%.

Margin kotor pun turun dari 34,23% ke 30,74%, sinyal bahwa biaya produksi naik lebih cepat dari harga jual. Beban penjualan naik ke Rp128,03 miliar, beban umum dan administrasi menjadi Rp44,69 miliar.

Laba usaha bertahan di Rp263,86 miliar, naik tipis 0,74%, tapi margin usaha ikut tergerus dari 21,44% menjadi 18,53%. Laba sebelum pajak sedikit naik ke Rp263,86 miliar, beban pajak turun tipis ke Rp57,75 miliar, namun laba bersih justru terkoreksi 1,20% ke Rp204,17 miliar. Jadi meskipun omzet naik, keuntungan bersih malah sedikit menurun akibat tekanan margin. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi neraca, total aset naik dari Rp2,59 triliun ke Rp2,66 triliun. Aset lancar melompat dari Rp1,15 triliun menjadi Rp1,51 triliun berkat kenaikan kas dari Rp165,67 miliar ke Rp391,89 miliar, piutang usaha dari Rp80,10 miliar menjadi Rp839,01 miliar, dan persediaan dari Rp165,69 miliar ke Rp181,70 miliar.

Sebagian persediaan ini menjadi jaminan pinjaman. Aset tetap neto sedikit terkoreksi dari Rp1,17 triliun menjadi Rp1,16 triliun karena penyusutan, meskipun ada belanja modal di segmen manufaktur. Liabilitas total naik ke Rp830,35 miliar, dengan liabilitas jangka pendek di Rp761,34 miliar dan jangka panjang stabil di Rp69,01 miliar. Utang bank jangka panjang sudah nol sejak 2024. Ekuitas naik ke Rp1,84 triliun, sebagian karena buyback saham hingga terkumpul 287,67 juta lembar saham treasuri senilai Rp169,92 miliar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Arus kas operasi menjadi bintang, naik dari Rp194,61 miliar ke Rp256,73 miliar. Kas dari investasi keluar Rp93,42 miliar, terutama untuk beli aset tetap. Arus kas pendanaan keluar Rp374,54 miliar, sebagian besar untuk dividen Rp303,82 miliar dan buyback saham Rp24,34 miliar. Artinya, meski laba turun tipis, arus kas inti dari operasional tetap sangat sehat. Piutang dan persediaan yang meningkat sejalan dengan penjualan, walau proporsi piutang berelasi yang besar harus diawasi.

Risiko suku bunga minim karena tanpa utang jangka panjang, tapi risiko kurs masih ada karena pembelian bahan baku dalam mata uang asing tanpa lindung nilai formal. Risiko kredit diatasi dengan seleksi pelanggan dan penempatan dana di bank besar. Risiko likuiditas dikelola dengan kas besar dan fasilitas kredit siap pakai, sedangkan risiko harga komoditas diminimalkan dengan stok optimal dan perbandingan harga pemasok. DER hanya 0,06x, jauh di bawah batas internal 2,50x. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari valuasi annualised, EPS Rp57,88 memberi PER 9,93x di harga Rp575. Nilai buku per saham Rp243,79 menghasilkan PBV 2,36x. CFO per saham Rp72,79 memberi P/CFO 7,90x. FCF Rp46,31 per saham menghasilkan P/FCF 12,42x. Penjualan Rp2,85 triliun menghasilkan P/S 1,42x. EV Rp3,77 triliun memberi EV/Sales 1,32x, EV/EBITDA 5,78x, EV/EBIT 7,15x, EV/CFO 7,34x, dan EV/FCF 11,55x. Dividend yield 7,48% dengan payout ratio 71,32% menunjukkan fokus tinggi ke pengembalian kas ke pemegang saham.

ARNA punya neraca super sehat, arus kas operasi kuat, FCF positif, dividen tinggi, dan distribusi yang mapan. Tantangannya ada di tekanan margin yang membuat laba bersih turun, ketergantungan pada satu grup pelanggan besar, risiko kurs tanpa lindung nilai, dan kewajiban cadangan wajib yang belum terpenuhi. Dengan modal kerja yang besar, kas melimpah, dan ruang untuk ekspansi, perusahaan punya peluang memperbaiki margin lewat efisiensi biaya dan strategi harga yang lebih tepat. Jika strategi ini jalan, valuasi sekarang masih punya ruang naik sambil mempertahankan daya tarik dividen bagi investor.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/8

testestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketua Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto optimistis terhadap prospek ekspansi industri keramik Indonesia. Sepanjang tahun 2025-2027 diperkirakan ada tambahan produksi 90 juta meter persegi dengan investasi mencapai Rp 8 Triliun serta berpotensi menyerap 6....

www.cnbcindonesia.com

www.cnbcindonesia.com

“Bernstein writes risk reports for the ship’s captain. Taleb builds lifeboats without asking permission.”

"Coffee & Chaos" — A Fictional Dialogue between Bernstein & Taleb
Setting: A quiet Parisian café. Bernstein sits in a crisp suit, papers neatly arranged, sipping espresso. Taleb slouches across from him, dressed casually, flipping a coin between his fingers. The conversation begins...

Bernstein:
Nods politely
Nassim, risk is measurable. Probability has given mankind tools to navigate uncertainty. We’ve built bridges, airplanes, entire financial systems upon it. It’s a triumph of human reason over chaos.

Taleb:
Smirks, leans back
Peter, bridges and planes are fine. They crash occasionally, but they are overengineered. The problem is, your financial systems aren’t built like planes. They’re fragile castles of equations, vulnerable to a single gust of chaos. You mistake the map for the terrain.

Bernstein:
But we’ve evolved, Nassim. From fearing the unknown, we’ve learned to model it. Diversification, hedging, insurance — they allow us to manage risk sensibly.

Taleb:
Diversification? That’s a priest’s way of saying, “I have no skin in the game.” When ruin is possible, you don’t manage risk — you avoid it. I don’t care if you hedge with a thousand positions if one Black Swan can wipe them all out. Robustness isn’t statistical; it’s structural.

Bernstein:
Raises an eyebrow
Surely, not all risks are catastrophic. Most of life operates within the realm of the predictable. You hedge for rare events, but don’t throw away the benefits of order and rational allocation.

Taleb:
Peter, life isn’t a casino where probabilities are stable. It’s a bazaar where fat tails roam freely. Most of what matters is rare, unpredictable, and irreversible. What you call “rare events,” I call the real world.

Bernstein:
Smiles
Yet, humans have progressed precisely because we dared to quantify and engage risk, not hide from it. Insurance, stock markets, credit systems — none of this could function if everyone feared Black Swans.

Taleb:
Leans in, lowers voice
That’s exactly the problem. Fragilistas with models lull people into thinking risk is tamed—until the inevitable blowup. I’m not against taking risks, Peter, but you must never take risks of ruin. Build optionality. Barbell your bets. Leave forecasting to the naive.

Bernstein:
So we agree that prudence is key. I model what I can see; you protect against what you cannot. Perhaps, Nassim, we are two sides of the same coin — one flipping in your hand right now.

Taleb:
Chuckles, flips the coin high into the air, catches it
Exactly, Peter. But only one of us expects the coin to vanish mid-air.

[Silence settles. They sip their coffee in mutual respect — both knowing that when the next Black Swan arrives, one will be ready, and the other will be writing the post-mortem.]

$IHSG $ARNA $SIDO

Read more...

$IHSG - Bukan Asal Murah, Tapi Punya Nilai

Ini artikel bagian kedua dr hal-hal yg sy pelajari dr seorang investor bernama Mr. Pi. Bagian pertama dapat anda baca pada post: https://stockbit.com/post/19739916

Selanjutnya setelah mindset terbangun dgn kokoh, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan apakah sebuah saham layak dibeli? Atau lebih tepatnya, bagaimana Mr. Pi menilai apakah suatu perusahaan itu benar-benar baik dan harganya masih masuk akal?

Mr. Pi selalu memulai segalanya dr prinsip yg sederhana, yaitu jangan membeli jika belum memahami bisnisnya. Sebab apabila kita sendiri belum paham bagaimana perusahaan memperoleh pendapatan, siapa pesaingnya, di mana letak keunggulannya, dan apa risiko terbesarnya, maka sejatinya kita hanya membeli simbol harga, bukan kepemilikan bisnis. Dan saat kita hanya memiliki simbol, fluktuasi harga akan mudah menggoyahkan psikologis kita.

Karena itu, Mr. Pi selalu menyarankan agar investor pemula memulai dr hal-hal yg sudah akrab. Contohnya seperti industri tempat bekerja, produk yg sering digunakan, atau brand yg dikenal luas.

Namun pemahaman tidak boleh berhenti di sana. Menyukai produk belum tentu berarti bisnisnya sehat. Banyak perusahaan terlihat menarik di hadapan konsumen, namun secara struktur bisnis sesungguhnya rapuh. Maka langkah berikutnya adalah mempelajari laporan keuangan, memahami model bisnis, serta menelusuri apa keunggulan kompetitifnya.

Mr. Pi menyebut proses ini sebagai membangun pemahaman terhadap business model. Konsepnya sederhana: apa yang dijual, siapa yang membeli, bagaimana perusahaan menciptakan laba, dan bagaimana mereka bisa bertahan dlm kompetisi.

Salah satu ciri penting yang selalu dicari Mr. Pi adalah kemampuan perusahaan untuk mencetak laba secara konsisten. Artinya bukan hanya untung pada satu kuartal, tetapi memiliki jejak kinerja yang stabil bahkan terus bertumbuh.

Arus kas jg tak kalah penting. Bila perusahaan rutin mencetak laba namun arus kas operasionalnya lemah, maka hal itu perlu diwaspadai. Apalagi jika perusahaan memiliki utang besar. Menurut Mr. Pi, perusahaan dgn rasio utang tinggi seperti mengendarai kendaraan sambil membawa bom waktu. Kita tidak pernah tahu kapan ledakannya terjadi.

Oleh sebab itu, ia lebih menyukai perusahaan yg memiliki struktur permodalan konservatif, bahkan kalau bisa, memiliki posisi kas bersih (net cash). Alias jumlah cash lebih besar daripada jumlah utangnya.

Lalu bagaimana menilai apakah harga saham murah? Mr. Pi justru menjawab dengan pendekatan yg sederhana namun kuat, yaitu akal sehat. Ia tidak selalu menggunakan model valuasi rumit seperti DCF. Sering kali cukup membandingkan harga sekarang dengan rasio PER historis.

Misalnya, suatu perusahaan dlm lima tahun terakhir diperdagangkan pd kisaran PER 10–15x. Kemudian terjadi gejolak pasar, dan saham tersebut jatuh ke PER 5x padahal kinerja bisnis tdk banyak berubah. Situasi semacam ini menurutnya layak diperiksa lebih lanjut.

Ia jg membandingkan dgn pesaing sejenis. Jika kompetitor diperdagangkan di PER 12x, sementara perusahaan tersebut hanya 6x, padahal fundamentalnya sama atau lebih baik, maka bisa jd pasar sedang tdk memperhatikan nilai sebenarnya.

Namun demikian, Mr. Pi tdk serta-merta menganggap semua saham ber-PER rendah sebagai peluang. Ia menyadari, dlm banyak kasus, harga rendah bisa mencerminkan adanya masalah tersembunyi. Karena itu, ia selalu melakukan pemeriksaan menyeluruh.

Ia menggali lebih dalam apakah penurunan harga disebabkan oleh kekhawatiran pasar yg berlebihan, atau karena ada kerusakan fundamental yg belum sepenuhnya tercermin di laporan keuangan.

Di sinilah naluri value hunter bekerja. Mr. Pi gemar mencari saham lapis dua atau tiga yg secara fundamental kuat, tetapi blm banyak dikenal investor. Biasanya perusahaan seperti ini memiliki kapitalisasi pasar kecil, tidak banyak dibahas analis, namun performa keuangannya rapi. Ia menyebut ini sebagai "saham-saham yg diam-diam menarik."

Untuk proses penyaringan awal, Mr. Pi terkadang menggunakan fitur pencarian saham yg menyortir berdasarkan kapitalisasi kecil, pertumbuhan laba baik, dan rasio utang rendah.

Jika muncul nama yg belum ia kenal, justru itu menjadi bahan eksplorasi. Karena saham yg belum banyak dilirik sering kali menyimpan potensi tersembunyi. Tentu saja, setelah itu ia tetap memverifikasi satu per satu. Membaca laporan keuangan, menelusuri berita terbaru, dan menganalisis posisi industrinya.

Dalam menilai kinerja, Mr. Pi lebih memilih menggunakan data TTM (trailing twelve months) daripada sekadar mengalikan angka kuartalan. Ia memahami bahwa banyak perusahaan mengalami pola musiman.

Misalnya, beberapa sektor akan mencatat lonjakan penjualan pada kuartal ketiga atau keempat karena momentum Lebaran atau Natal. Jika kita sekadar mengalikan angka kuartal satu dengan empat alias disetahunkan, hasilnya bisa menyesatkan. Maka itu, memakai data 12 bulan terakhir lebih mewakili kenyataan bisnis.

Dari semua pendekatan tersebut, pelajaran terbesarnya adalah bahwa menemukan saham berkualitas tidak harus menjadi investor paling pintar atau paling canggih secara teknis. Justru yg lebih penting adalah kedisiplinan dan kesabaran.

Disiplin agar tidak tergoda ikut-ikutan, dan sabar dlm menunggu saham dengan kriteria bisnis sehat, struktur keuangan kuat, serta valuasi wajar.

Menurut Mr. Pi, saham yg layak dibeli harus mampu menjawab tiga pertanyaan:

Apakah bisnisnya sehat?
Apakah harganya masuk akal?
Dan apakah kita memahami dgn jelas mengapa kita membeli?

Jika ketiganya terjawab dgn yakin, maka kita tidak memerlukan pembenaran dr market. Karena waktu dan kinerja bisnis akan membuktikan sendiri nilai sejatinya.


Disclaimer: Catatan ini adalah refleksi pengetahuan penulis tentang Mr. Pi yg diperoleh dr berbagai sumber seperti: https://cutt.ly/ErS3QL3q, dan catatan ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala kerugian sebagai akibat penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Do your own research.


$KMDS
$ARNA

Read more...
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Value Investing is Dead (?)

Halo teman2 semua, gimana kabar portonya di tengah IHSG yang infonya mau menuju 8.000? Semoga masih tetap bisa beat IHSG ya. Atau jangan2 malah portonya merah, tidak sesuai dengan euforia yang tercipta belakangan ini? Melihat saham2 value investor seperti $ARNA, TSPC, SIDO, dan ULTJ sepertinya sih pada underperform ya portonya.

Value investing sudah tidak relevan lagi! Saham2 value returnnya kecil! Value investing is dead! Sekarang jamannya ikut konglo yang powerful! Sekarang jamannya money flow. Mungkin inilah kata2 yang akan sering kita dengar kedepannya.

Naration and IPO stock, here I come!

Bisa dilihat pada suatu hari beberapa saham IPO kompak ARA berjamaah, yg membuat antusias 'investor' terhadap saham IPO semakin menjadi2. Apalagi kalau sudah ada bau2 konglo yang ada nama Depapepe di belakangnya. Dengan return 25% / hari (walaupun aktualnya cuma dapet jatah sepersekian persen dari porto), maka nafsu untuk mencari saham narasi dan IPO mana lagi yg akan menyusul semakin tercium belakangan ini, bisa kita sebut $CDIA & $COIN untuk saham IPO dan saham TOBA & WIFI sebagai contoh saham Narasi Konglo.

Saking hype-nya orang2 yang saya kenal tiba2 pada ikut saham IPO, dan ada yang tiba2 mulai meminta 'saran' untuk berinvestasi. Tidak sedikit juga yang ikut antusias memantau saham2 seperti CDIA (yang sebelumnya tidak pernah memantau saham). Luar biasa antusias yang 'sengaja' diciptakan ini. Ditambah bumbu2 IHSG akan dibawa ke 8.000 menuju ulang tahun Indonesia ke 80!!!

Sekedar gambaran saja kalaulah NVDA di US kita bilang sudah masuk tahap overvalue dan sudah menuju bubble AI, bandingkan PEnya dengan perusahaan2 seperti BREN, PANI, dan DCII, maka oppa WB juga seketika kena serangan jantung saya rasa ketika tahu begitu tidak masuk akalnya valuasi market di Indo saat ini.

Crypto, another big storm is coming

Kalau di saham saja sudah mulai 'tidak waras', fenomena yang lebih menyeramkan jika kita melihat teman-teman2 kita yang 'berinvestasi' di crypto. Bahkan saudara saya ada yang cerita anaknya sekarang terjun ke dunia keuangan (dan ternyata maksudnya mulai invest di crypto ;)). Jika return 25% / hari bagi kita investor sudah luar biasa besar, bagi salah satu kenalan saya yg fokus di crypto mulai merasa return 100% dalam beberapa bulan itu return yang 'wajar'.

'Easy' money yang didapatkan dengan cara seperti itu bukan tanpa efek samping sebenarnya. Bayangkan ketika saya jelaskan target return saya 15-20% / tahun, responnya menjadi "return segitu mah saya biasanya dalam 2 hari udah bisa dapet"! Bagaimana pula dengan target saya yang dari 1 saham mengejar dividen 6% / tahun, jelas return yang sangat culun di mata mereka (untuk saat ini).

Tidak hanya ritel2 yang mulai tidak waras, salah satu saham di IHSG yang bisnisnya adalah mengelola HOTEL tiba-tiba memiliki Bitcoin dan Ethereum senilai 4 M di porto mereka (aset mereka 500 M, yang berarti 1% porto). Sungguh di luar nalar saya keputusan manajemennya. Walaupun emiten saya juga ada yang diam-diam menjadi fund manager dengan membeli perusahaan berkualitas bagus seperti ASGR sih, kalau tiba-tiba ada crypto juga di aset investasinya saatnya saya out dari saham itu sih 🤣.

No, value investing is not dead guys, it's just not their moment yet

Untuk membuktikannya mari kita compare kinerja 4 saham value yang saya bahas di atas, mari kita cek apakah penurunan harga sahamnya seiring dengan penurunan kinerjanya, atau jangan2 tidak ada korelasinya.
Mari kita cek satu persatu H1 25 vs H1 24

ARNA
Omset 1,4 T vs 1,2 T (naik)
Laba 204 M vs 203 M (naik)

SIDO
Omset 1,8 T vs 1,9 T (turun)
Laba 590 M vs 600 M (turun)

TSPC
Omset 6,7 T vs 6,8 T (turun)
Laba 700 M vs 820 M (turun)

ULTJ
Omset 4,1 T vs 4,4 T (turun)
Laba 600 M vs 755 M (turun)

Bisa kita lihat mayoritas memang mencatatkan penurunan kinerja, sehingga WAJAR jika sahamnya juga belum diapresiasi. Justru itulah value investing bukan? Bahwa lembar saham yang ada diperlakukan layaknya sebuah bisnis, bukan hanya lotere untuk tempat mengadu nasib saja. Sehingga ketika kondisi sedang kurang baik seperti saat ini memang saatnya bagi value investor garis keras untuk bersabar sambil menunggu pemulihan ekonomi khususnya kinerja saham yang mereka beli membaik kembali.

Kalau ada yang cukup anomali dari contoh di atas adalah ARNA, dimana omset dan laba naik namun harga sahamnya belum terlalu diapresiasi. Yang merupakan peluang untuk value investor ketika nanti giliran saham-saham value mendapat perhatian kembali. Dengan estimasi div yield di 2026 sekitar 6-7%, ditambah peluang perbaikan kinerja jika harga gas bisa didapatkan sesuai kontrak pemerintah di $9, maka investornya bisa cicil selot2 ala @skydrugz27 dengan santai sembari menunggu diapresiasi market kembali kedepannya.

Kefomoan ritel salah satunya bisa kita lihat dari Stockbit (dengan kode XL) yang menjadi Most Active Brokerage di Juni 2025 kemarin, dimana mayoritas investor di Stockbit adalah ritel. Yang bisa jadi mayoritas transaksi itu berkisar di saham2 konglo dan IPO, dengan ekspektasi return yang sudah tidak masuk akal lagi khawatirnya. Tidak ada pesta yang tidak berakhir, per 30/7 market terlihat mulai berhenti kenaikannya, dan bahkan di 31/7 mulai -0,87%. Bisa dilihat ketika CDIA turun 10% saja 31/7 ini sudah ada info ada korbannya yang hampir cerai karena kerugian yang dia dapatkan. Tidak terbayang jika semua narasi konglo dan IPO ini sudah berlalu seperti bank digital di 2022 lalu berapa banyak investor yang akan menjadi korbannya kali ini.

Saya ucapkan selamat buat yang sudah bersabar dan memilih setia dengan saham2 valuenya, kalian adalah orang-orang yang peluang selamatnya lebih tinggi ketika badai datang nanti. Semoga kita semua bisa selamat bersama2 menghadapi segala kegilaan di market saat ini, dan semoga tidak hanya selamat namun justru cuan besar dari guncangan tersebut!!!

Tetap semangat teman2, semoga Allah senantiasa menjaga kita dan harta kita 😘
Saya tutup dengan reff lagu karya M. Fredy Harahap yang dinyanyikan oleh Fatin Shidqia

'Maafkan diriiku
Memilih setia...
Walaupun kutaahu cuanmu
Lebih besar daarinya...'

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Measure where you can, survive where you can’t. In a world of probabilities and Black Swans, the humble steward of risk fears God more than forecasts.

You prepare, hedge, build redundancy — but you walk in faith knowing final outcomes belong to God.

$IHSG $ARNA $SIDO

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@sibaz2016 Iya kalau menurut anda emosian liat harga harian itu merupakan hal yang melengkapi seorang "investor" (bukan trader), ya silahkan kalau menurut anda itu membantu anda bro

Random:
$BBCA $ULTJ $ARNA

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

DR di $ARNA🚀

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

ada yg lebih lawak noh $ARNA $PBID

imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

@hfadlanrathomi $ARNA itu ibarat mesin punya Long Stroke AWD😁

2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy