Green investment
Green investment, mungkin masih terdengar asing di banyak banyak investor. Berinvestasi di bidang bidang investasi yang hijau dan membantu memperbaiki lingkungan kita hidup sudah mulai lazim diluar sana. Apalagi semakin lama pemerintah dunia menyadari pentingnya melestarikan lingkungan kita hidup. Sehingga banyak peraturan pemerintah yang mendukung green investment menjadi lebih berkualitas dan profitable bagi pihak swasta dan pemerintah kedepannya. Bagaimana prospek green investment kedepannya? Apakah green investment menarik dan dapat memberikan return yang baik?
Kesadaran saya terhadap green investment hadir saat saya menghadiri investment talk saratoga dimana mereka masuk ke green investment di bidang bahan baku untuk electronic vehicle, carbon trading dan juga PLTS (solar energy).
Selain itu, Kita tau sendiri perusaahaan saratoga cukup visioner sehingga mereka bisa memutuskan masuk ke tbig, mdka dan adaro di masa lampau sebelum saham saham itu besar seperti sekarang. Tidak hanya saratoga, kesadaran kesadaran perusahaan seperti perusahaan CPO , konservasi lahan, pembangkit listrik EBT (energi baru terbarukan) seperti plta, pltm dan plts semakin profitable dan memberikan return to equity yang lebih menaruj.
Jika benar target presiden jokowi di 2060 adalah net carbon neutral, maka tentu banyak PR yang masih harus dikerjakan sejak dini.
Salah satu dari action dari pak presiden adalah dengan disahkan nya Perpres no.112 tahun 2022 menjadi angin segar bagi perusahaan perusahaan EBT. Ini mencangkup penghentian banyak PLTU yang kurang efisien dihentikan penggunaan nya, selain itu dengan tidak membangun PLTU baru kedepannya kecuali proyek strategis lalu target komposisi pembangkit listrik EBT untuk mencapai 23% di 2025, 52% di 2030 dan net carbon neutral di 2050-2060.
Belum lagi undang undang carbon trading yang akan lebih digalakan kedepannya dan jangan lupa CPO sebagai bahan bakar alternatif notabene Indonesia adalah jagonya. Mari kita bahas satu persatu
EBT
Pak presiden ingin mengubah komposisi pembangin listrik dimana EBT akan lebih banyak jauh kedepannya.
Diindonesia sendiri sebagai negara tropis yang memiliki banyaknya sungai, curah hujan tinggi dan matahari yang menyinari sepanjang tahun Tentu membuat EBT seperti plta, pltm dan plts menjadi menarik karena lebih efisien, murah dioperasikan dan reliable sepanjang tahunnya. Propsek prospek perusahaan di bidang EBT menjadi menarik bahkan perusahaan asing seperti BUMN power jepang yaitu TEPCO berinvestasi di kencana energy KEEN dan juga grup astra melalui United Tractors berinvestasi di ARKO Mereka berdua adalah perushaan yang fokus di EBT. Kedua perusahaan sudah merencanakan roadplan investasi pembangkit listrik EBT yang jelas kedepannya dan semua bergantung ke PLN karena hanya mereka penentu kontrak kontrak penjualan listrik besar kemungkinan semua akan berjalan lancar karena kebutuhan listrik yang terus bertumbuh dan pengurangan listrik tambahan dari pembangkit listrik dari bahan bakar fossil.
Challange
Oversupply listrik di indonesia hingga 26% sedang di jawa oversupply listrik pun sangat tinggi. Sehingga perusahaan gas negara sempat mencanangkan menggunakan kompor listrik daripada gas untuk mengurangi penggunaan gas negara dan menurunkan oversupply listrik.
Oversupply ini terjadi karena banyak industri yang bangkrut, tutup dan belum sepenuhnya kembali normal pasca covid, namun dalam jangka panjang memang pemakaian listrik tentu terus meningkat seiring pulihnya ekonomi oversupply listrik tergadang diperlukan agar transisi bisa lebih maksimal daripada kekurangan listrik saat transisi energi yang mengakibatkan mati listrik dimana mana tentu akan lebih merepotkan.
Selain itu pemerintah menggenjot penggunaaan mobil listrik dan produksi mobil listrik indonesia dimana target pemerintah tidak memproduksi lagi mobil bahan bakar minyak pada tahun .ini jelas akan menaikan penggunaan listrik kedepannya apalagi motor dan sepeda listrik semakin lama semakin umum bagi masyarakat di kota kota besar. Yang jelas transisi sudah terjadi dan akan terus berlanjut.
Carbon trading
Sampai saat ini peraturan carbon trading masihlah belum terlalu jelas dan rumit. Namun dari info yang saya dapat sudah ada beberapa perusahaan di indonesia yang mendapatkan income dari carbon trading. Saratoga dengan forest carbonnya bisa mendapatkan $6-8 per tonnes carbon yang bisa mereka hasilkan.
Bukan tidak mungkin peraturan yang akan terus diperbahrui kedepannya akan menaikan carbon credit yang lebih tinggi kedepannya apalagi di negara lain carbon trading bisa dijual di angka $15-$50 per ton nya. Sepertinya jalan dari carbon tax ini masih panjang dan profitable apalagi capex dari perusahaan hanyalah biasanya teknologi dan CCTV untuk mencegah kebakaran hutan serta melakukan reboisasi hutan dan menjaga ekosistem hutan dimana tentu saja baik untuk bumi ini dan tidak banyak operating cost yang perlu dilakukan.
Challenges:
Peraturan pemerintah blm terlalu agresif dalam mencanangkan carbon tax dan penjualan carbon credit sehingga peraturan bisa berubah ubah. Selain itu nilai carbon credit per ton masih sangat rendah sehingga profitability nya masih cukup rendah dan butuh waktu untuk diapresiasi.
Electronic vehicles
Zaman EV sudah datang, semakin banyak orang menggunakan motor dan mobil listrik khususnya di kota kota besar. Sudah banyak perusahaan berancang ancang masuk ke perusahaan hilir dan hulu di sektor EV. Contohnya adalah DRMA yang masuk ke manufacturing spareparts Mobil EV, ada pula SLIS untuk motor elektrik ada pula yang masuk ke sektor hulu EV seperti INDY dan MDKA Ada juga ADRO yang masuk ke aluminium untuk pendukung baterai EV. Kita tau EV akan terus berkembang seperti yang saya bilang dimana Karna oversupply listrik dan pembuatan mobil dan motor bahan bakar minyak yang akan ditekan kedepannya membuat EV sebagai pilihan yang lebih dominan kedepannya sehingga membuat EV menjadi investasi menarik kedepannya.
Challange:
Banyak perusahaan EV yang akan saling membunuh kedepannya dimana sektor high tech high growth mengundang banyak masuknya kompetitor sehingga bisa saja investasi menjafi tifak menarik pada saat ini karena bisa jadi perusahaan merugi.
CPO
Bukan rahasia lagi kalau Indonesia adalah penghasil export terbesar di dunia. Jumlah CPO yang dihasilkan lebih besar daripada demand dan kebutuhan lokal Indonesia. Indonesia sendiri sering kewalahan dengan harga CPO yang sangat amat fluktuatif apalagi sering ada masalah dengan pihak pembeli diluar seperti eropa yang sering melakukan intervensi pada cpo membust harga cpo menurun.
Pemerintah sendiri menggalakan Indonesia untuk mengkonversi CPO menjadi campuran bahan bakar biodiesel dan sepertinya akan terus ditingkatkan penggunaannya karena indonesia sendiri adalah net importer oil dan cukup membebani cadangan devisa karena banyaknya bensin yang disubsidi pemerintah. Mau tidak mau jika memang produksi bisa dilakukan tentu lebih murah daripda impor apalagi harga oil sedang mahal mahalnya impact dari persng rusia yang menggangu supply oil dunia. Apalagi CPO bisa dibilang lebih green dan sustainable dibanding OIL yang bisa saja habis karena bergantung fossil yang membutuhkan ratusan tahun untuk terbentuk.
Challenge:
Regulasi yang kadang merugikan CPO dari indonesia dan global. Katalis konverter CPO yang paling efisien blm ditemukan apalagi untuk mass use.
Investasi green menurut saya menarik apalagi kedepannya kapan lagi kita bisa berinvetasi di perusahaan yang membantu melestarikan bumi ini namun dapat menghasilkan profitability yang lumayan kedepannya. Semakin banyak peraturan yang digodok pemerintah yang membuat green investment lebih menarik bagi investor investor di bursa saham. Bagaimana teman teman investor apakah tertarik dengan green investment?
$KEEN $PTBA