Ini adalah cerita sekitar 2011-2012.
Saat itu, ada cerita tentang sebuah brand yang pernah viral di masanya. Brand itu namanya 7 Eleven. Nak Jakarta menyebut Sevel. Sevel tiba tiba muncul dengan banyak store dalam waktu sekejap. Bayangkan dari 2009 (store pertama) hingga 2012 sudah ada 100an store. Gila, Indomaret dan Alfamart aja ngga segaspol ini.
Sevel sudah ada di dekat sekolah saya waktu itu. Saya hanya beberapa kali ke Sevel, itupun karena mengerjakan tugas sekolah dengan teman teman, dimana waktu itu tempat yang enak di dekat sekolah cuma Sevel. "Kok bisa sih Sevel banyak bener dimana mana?", begitu pikir saya. Jalan ke sana ada Sevel, kesini pun ada Sevel. Ajaib.
Lompat ke berita Sevel mulai tutup. Sevel akhirnya hengkang dari Indonesia. Padahal kisah "keajaiban" Sevel ini beredar dimana mana. Rhenald Kasali, seorang akademisi, bahkan menuliskan kisah Sevel ini di dalam bukunya. Yes, buku yang pernah saya sebut sekilas saat membahas Blue Bird (BIRD) yang lalu.
Inilah kisah Sevel Indonesia dan emiten Tbk dibaliknya yang awalnya mengharapkan Sevel sebagai "juru selamat" bisnis mereka. Namanya Modern International Tbk (MDRN).
=====
Modern. Ini nama grup bisnis yang pernah berjaya di era 80-90an. Didirikan oleh (alm) Otje Honoris dan sekarang dipegang oleh generasi ketiganya. Kita sebut saja keluarga Honoris. Berawal dari bisnis cetak foto dan distribusi kamera + rol film merek Fuji Film, bisnis mereka mulai ada dimana-mana. Dari bisnis properti (MDLN - Modernland), bisnis foto (MDRN) dan ada bisnis bisnis lainnya. Grup ini juga pernah punya bank, yang pada akhirnya menyeret generasi kedua grup ini dalam kesulitan - terutama kasus BLBI.
MDRN, di bawah Sungkono Honoris, mulai menghadapi tantangan peralihan tren fotografi saat itu dari kamera dengan rol film ke kamera digital. Mungkin anak jaman now bingung soal kamera rol film. Googling aja. Kamera hape belum secanggih sekarang.
Kendala modal menjadi masalah lain saat itu. Apalagi MDRN punya bisnis perakitan barang elektronik - baik brand sendiri maupun maklon/brand pihak lain - bernama Honoris Industry (HI). MDRN berupaya mengatasinya dengan banyak cara. Selain restrukturisasi hutang, mereka mencoba konsep bisnis foto baru hingga efisiensi. Namun, ini tak cukup.
Pada tahun 2008, MDRN menandatangani kerja sama franchise Sevel, sebuah brand ritel belanja berskala global. Mereka juga menjual HI di 2009, bersamaan dengan cabang pertama Sevel di Bulungan, Jakarta. Jika di negara lain mirip Indomaret dan Alfamart, Sevel menjadi tempat nongkrong dengan makanan dan minuman cepat saji + belanja barang-barang kecil. Istilahnya, convenience store.
Sevel menuai sukses dan bergerak cepat. Otak dibalik ini adalah Henri Honoris, anak dari Sungkono Honoris, yang sempat menjadi direktur di MDRN. Seperti biasa, yang satu sukses, yang lain ikutan. Indomaret dengan Indomaret Point, Alfamart dengan Lawson. Sevel terlihat seperti "juru selamat".
Namun, ada masalah - yang kemudian disadari manajemen setelahnya. Ekspansi Sevel dalam periode 2009-2015 banyak dibiayai oleh hutang. Meski MDRN melakukan rights issue 2 kali, namun hutangnya bertambah lebih banyak.
Sementara skala ekonomis nampaknya diabaikan. Padahal, capexnya lebih mahal dibandingkan minimarket. Sevel hanya muncul di jalan besar, dengan store yang cukup besar. Ngga ada cerita Sevel dibikin di wilayah jalan 1 mobil. Segmentasi Sevel pun terbatas dan Sevel ngga jualan sembako. Jadilah triple kill : hutang terlanjur besar, bisnis cenderung "bakar duit", modal pas pasan karena sektor ini marginnya cukup tipis.
Demi Sevel, MDRN melepas legacy bisnisnya, distribusi produk Fuji Film setelah 40 tahun lebih. MDRN berencana masuk bisnis distribusi makanan dan minuman, melengkapi Sevel. Namun, kinerja Sevel terlanjur menurun drastis. Selain pembatasan penjualan minuman keras, daya beli masyarakat dan kondisi industri ritel menjadi masalah lain. MDRN berusaha mencari investor, namun gagal dan harus melepas Sevel di 2017. Yang tersisa hanya hutang besar dan kinerja yang buruk.
Aset Sevel mulai dijual satu per satu, menyisakan aset senilai Rp 800 jutaan (Q2 2022), dari puncaknya sekitar Rp 1 triliun lebih. Kisah Sevel yang dipuji banyak pihak, yang menyebut MDRN sukses beralih seperti Fuji Film yang jualan skin care dari bahan dasar rol film - Astalift - lenyap seketika. MDRN kini jauh di bawah sebelum adanya Sevel. Hanya ada bisnis distribusi peralatan kantor seperti mesin fotokopian dan mencoba bisnis baru di bidang distribusi produk lain. Salah satunya, susu yang sudah muncul di rak rak pesaing Sevel.
Kisah ini membuktikan tak cukup hanya inovasi, namun juga kekuatan modal dan strategi cerdik. Tak perlu jadi yang pertama, asal bisa kompetitif dan sustain (berlanjut). Ini yang tak mereka miliki. Kita tak berharap cerita serupa terjadi di medium berbeda, seperti e-commerce hari ini.
Postingan terkait angka angka dan penelusuran lainnya ada di https://cutt.ly/UVG2pNl
https://cutt.ly/XVG2p5F
Topik mengenai saham, investasi dan bisnis lainnya bisa cek dan follow Instagram dan Tiktok @plbkrinaliando.
$IHSG $MDRN $BIRD $BUKA $GOTO
1/4