Perusahaan bagus = perusahaan yang performa sahamnya naik terus dalam jangka panjang?
Idealnya seperti itu, sayang sekali reality often hit harder.
Nama besar perusahaan, brand terkenal, produk / jasa digunakan banyak kalangan, rutin bagi dividen tahunan, dll bukan jaminan gerak price action sahamnya akan seperti grafik linier layaknya RDPU setiap tahunnya.
Ada saja temporary issue, external condition dan bahkan internal issue yang membuat gerakan saham perusahaan terkenal sekalipun anjlok parah seperti seakan tak bernilai lagi.
Ambil contoh beberapa blue chip big caps di IDX :
- $HMSP GGRM yang terus diserang kenaikan tahunan tarif cukai yang menggerus laba, belum lagi diperparah belum pulih benar daya beli setelah pandemi. Padahal di masa lalu kedua saham ini sempat menjadi IHSG movers, kalau tidak salah sebelum IHSG menerapkan weighting based on free float.
Keduanya punya nama besar, produk dipakai banyak orang dan rutin bagi dividen tahunan.
- $ICBP INDF duo Indofood yang bahkan pernah ARB 3 hari beruntun jika tidak salah ingat ketika pertama kali banget announce mau akuisisi Pinehill di harga premium dan tahun ini issue yang lebih melekat adalah kelangkaan gandum akibat perang yang dikhawatirkan menimbulkan profit margin squeeze.
Keduanya punya brand value yang kuat, produk yang digunakan semua kalangan, profitabilitas yang kuat, attractive valuation compared to peers, rutin bagi dividen tahunan. Itupun hanya cukup untuk membuat gerakan sahamya seperti berjalan di tempat dalam jangka panjang.
- $UNVR personal care, toiletries & food yang masing-masing punya divisi punya produk dengan brand andalan yang sudah ga familiar lagi pastinya, rutin membagikan dividen tahunan dengan payout ratio yang besar. Semenjak pandemi kinerja keuangan memburuk karena pelemahan daya beli, persaingan dengan produk dari perusahaam sejenis seperti Wings.
Ambil contoh lagi mid caps yang juga punya brand terkenal :
- $ACES yang dulu sebelum pandemi sempat digadang sebagai wonderful company yang trend growth labanya tidak pernah terputus, akhirnya putus juga karena pandemi.
Brand toko yang kuat, rutin dividen tahunan, induk master franchisenya di USA tidak listed pun tidak cukup untuk menahan saham ini dikeluarkan dari berbagai index saham seperti LQ45 & MSCI dan harga sahamnya sudah masuk range terendah 5 tahunan.
- $SIDO yang produknya diminum oleh orang pintar (mungkin orang pintar identik sering masuk angin karena kurang tidur 馃ぃ)
Growth laba di Q2 yang mulai melambat membuat market menghukum SIDO karena seakan kurang katalis untuk justifikasi valuasinya yang premium.
Brand yang kuat, dividen tahunan dengan yield yang cukup attractive pun tidak cukup menahan penurunan sahamnya.
- BIRD yang merupakan market leader taxi di Indonesia yang selama ini tertekan efek pandemi & persaingan dari aplikasi ride hailing.
Sudah turnaround kinerja keuangan 2 quarter beruntun, itupun masih belum cukup untuk melawan katalis wacana kenaikan harga BBM.
Dari beberapa contoh di atas ada beberapa hal menarik :
1. Apakah sentimen eksternal dari luar seperti kenaikan cukai mengganggu keseluruhan industrinya? Bagaimana jika ada pesaing yang masih bisa growth padahal di dalam industri yang sama, seperti WIIM misalnya. Mungkin karena kalah pricing akibat daya beli masyarakat masi melemah dan struktur biaya cukainya lebih banyak SKT.
2. Apakah katalis negatif yang spesifik menyerang sektor / emiten tersebut berlangsung terus menerus atau hanya temporary? Jika temporary artinya ada chance untuk emiten tersebut bisa recover & turnaround.
3. Aspek kualitatif (nama besar, brand yang kuat, produk / jasa terkenal) & kuantitatif (kinerja keuangan baik, rutin dividen, valuasi menarik) sebagus apapun tidak menjamin pergerakan sahamnya akan naik, bahkan dalam jangka panjang pun belum tentu, malah bisa jadi turun padahal sudah hold 3-5 tahun lalu misalnya.
4. Pasar modal sangat dinamis, ketika ada sentimen tertentu yang mengarah pada perbaikan kinerja di sektor / emiten tertentu ataupun hanya sekadar rotasi sektoral portfolio dari hot money semata maka sahamnya bisa saja tiba-tiba naik seakan sudah melupakan sentimen negatif yang masih melekat di sektor / emiten tersebut.
5. Jangan terlalu berat di 1 sektoral saja atau membeli banyak saham tapi masih dalam 1 lingkup sektor bisnis yang sama.
Pentingnya diversifikasi portfolio lintas sektoral, karena bisa jadi ada peluang di sektor lain yang ga kalah menarik atau jika kondisi global lebih menguntungkan sektor tertentu.
Disclaimer on : Bukan ajakan jual beli, hanya sekedar nulis aja.
Happy weekend 馃檶