Dalam banyak hal, selalu ada 2 kutub berbeda.
Utara-selatan, kiri-kanan, yin-yang, bagus-jelek, hitam-putih, asam-garam dsb. Sudah merupakan takdir tidak pernah ada satu hal atau satu suara yang tunggal. Namun, bagaimana ceritanya jika menghasilkan ekstrim kiri dan kanan dan memicu polarisasi?
=====
Salah satu contohnya adalah pendukung ESG (*) vs kutub investor energi (batu bara, migas dsb). Mereka memiliki pandangan berbeda tentang energi.
(*) Environment, Social, Governance
Yang satu meminta agar segera menurunkan penggunaan energi fosil. Sementara, yang satu lagi menyebut ESG omong kosong di tengah energi fosil yang digunakan dimana mana. Apalagi ESG tidak mampu menjawab tantangan krisis energi yang terjadi saat ini - yang justru muncul karena ESG itu sendiri (underinvestment energi fosil).
Bukan hanya membentuk kutub, namun ada yang berada di sisi ekstrim. Benar benar fanatik sampai melupakan faktor faktor lain yang sama pentingnya.
Bagi pendukung ESG, perubahan itu ngga bisa drastis. Memang, perubahan harus dimulai hari ini. Namun, secara komersial ada hitung hitungan agar masuk skala ekonomis dan bisa dibiayai secara optimal. Ini belum soal regulasi pemerintah yang lambat dan penuh dengan keputusan politis dan tantangan sepanjang perjalanan energi, dari hulu ke hilir - termasuk pengguna akhir energi. Akan ada konsekuensi dan berpengaruh kemana mana - termasuk ekonomi makro. So, ojo kesusu (jangan buru buru).
Sementara itu, bagi investor energi konvensional, ESG bukan hanya soal environmental (lingkungan hidup). Inti ESG adalah tentang etika dalam bisnis dan hubungan dengan stakeholders. Jadi, yang lebih penting adalah bagaimana produsen ini menjalankan bisnisnya secara beretika. Soal ini menjadi penting, terutama untuk produsen besar yang punya resiko reputasi - dipantau banyak pihak.
(topik soal ESG ada di https://cutt.ly/YZn7jdD)
Dalam topik penghentian COD (di tanggal 26 Juni 2022), secara sistem bisa dilakukan segera. Tinggal blast email dan push iklan di sosmed + TV berminggu minggu untuk awareness, selesai. Perubahan ke cashless tak bisa dilawan. Tapi, pengalihan ke metode bayar lainnya ini pasti berpengaruh pada perrumbuhan transaksi. Jadi perlu diperhatikan cara cara agar masyarakat yang suka COD terbiasa. Ingat faktor budaya.
Atau dalam topik yang lagi ramai soal plastik dan sachet sampo dsb. Ide refill - terutama melalui mesin refill yang sudah diujicoba produsen consumer goods dan startup tech - adalah ide bagus. Selain praktis, cukup menekan biaya disisi konsumen karena tidak menanggung biaya kemasan.
Namun, ada skala ekonomis yang harus diperhitungkan untuk hal ini. Selain itu, faktor daya beli juga perlu diperhatikan karena bisa mempersulit perubahan tersebut. Jika refill lebih mahal dari sachet, ngapain pindah? Pilihannya ya naikin daya beli atau turunin harga. Consumer goods disuruh riset mengatasi hal itu? Butuh waktu agar implementasinya pas. Lagi lagi, ojo kesusu.
=====
Saya paham urusan value atau prinsip pribadi dalam investasi ngga bisa ditawar. Selain idealisme atau kepercayaan yang kita anut, resiko bisnis akibat ketiadaan prinsip, etika dan integritas manajemen dan pemilik adalah resiko yang lebih besar dari resiko keuangan - dalam jangka panjang.
Jika resiko keuangan bisa diatasi dengan restrukturisasi, penyetoran modal baru, pinjaman baru hingga efisiensi, maka resiko bisnis sulit diatasi. Ini karena melibatkan perubahan di banyak sektor. Dari budaya kerja, peraturan internal, branding dan persepsi di mata stakeholder hingga pemberitaan media yang terlanjur beredar.
Karena jtu, kita tidak bisa menemukan 100% hal ideal dari pilihan yang ada.
Misalnya, saya yang percaya pada pertumbuhan sektor media dan konten di masa depan menyadari bahwa sektor ini banyak resikonya. Regulasi pemerintah, faktor kepemilikan media hingga sistem yang sulit didobrak. Namun, melihat potensi, ada banyak hal yang bisa diubah dari sektor ini, serta hubungan dengan ekonomi kreatif yang didorong pemerintah membuat saya bisa toleransi.
Begitupun pada sektor energi. Meski percaya pada ESG, namun saya melihat perusahaan tambang yang ada sudah memperhatikan faktor ini dan terus berupaya berubah - termasuk ke bisnis energi hijau. Ini membuat saya menoleransi resikonya dan memegang saham mereka.
Pada akhirnya, terlalu ekstrim itu tidak selamanya bagus. Meski bagus untuk bahan konten buat viral atau mencari gebetan (siapa tau 馃ぃ馃ぃ馃ぃ), tapi tidak bagus dalam hal investasi. Kita sendiri yang perlu mengatur toleransi resiko dari pilihan yang ada. Pertimbangkan dengan baik. Jika ya, jalan. Jika tidak, tinggalkan, tanpa menutup mata akan peluang yang bisa terjadi di tempat tersebut suatu saat nanti. Begitu.
Follow Instagram dan Tiktok @plbkrinaliando untuk lebih banyak konten menarik soal investasi dan keuangan lainnya.
$IHSG $BBRI $BBNI $ASII $UNTR
1/2