imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Property Akan Booming di Masa Depan?

Saya lihat banyak investor yang takut masuk ke sektor properti karena katanya Interest Rates naik, bla bla bla.

Saya justru melihat banyak kesempatan di sektor properti. Setelah kena hantam oversupply di 2018-2019, lalu kena hantam Covid-19, banyak yang pesimistis dengan pasar properti. Sangat mirip dengan kondisi Coal 2020 dulu. Katanya pengusaha lapangan pesimis bla bla bla.

Di pasar saham, saya justru selalu melihat kesempatan ketika ada maximum fear. Di mana ada maximum fear, di situ adalah sumber cuan. Tapi menjadi contrarian itu memang berat. Menjadi orang optimis di sektor yang semua orang pesimis itu sangat berat. Karena investor adalah makhluk sosial yang sangat mudah dipengaruhi oleh investor lain. Pada umumnya investor itu hanya suka beli saham yang lagi ngetrend. Padahal ketika saham mulai ngetrend dan dibahas di mana-mana, di situ sebenarnya sudah masuk fase distribusi market maker. Mungkin banyak yang ingat dengan euforia farmasi, euforia nikel Tesla dan euforia bank digital. Setiap euforia berakhir dengan rasa sakit bagi investor yang beli di pucuk.

Saya percaya bahwa bisnis itu memiliki siklus. Kadang naik, kadang turun. Saat terbaik membeli saham adalah ketika semua orang mulai menganggap bahwa perusahaan atau sektor tersebut busuk padahal potensi perusahaan atau sektor tersebut sedang anjlok.

Untuk properti, potensinya masih sangat besar. Kita bisa lihat data backlog properti kita yang masih tinggi. Backlog Rumah adalah salah satu indikator yang digunakan oleh Pemerintah sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Backlog rumah dapat diukur dari dua perspektif yaitu dari sisi kepenghunian maupun dari sisi kepemilikan.

Backlog rumah dari perspektif kepenghunian dihitung dengan mengacu pada konsep perhitungan ideal: 1 keluarga menghuni 1 rumah.

Konsep menghuni dalam perhitungan backlog tersebut merepresentasikan bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tetapi Pemerintah memfasilitasi/mendorong agar setiap keluarga, terutama yang tergolong Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa menghuni rumah yang layak, baik dengan cara sewa/kontrak, beli/menghuni rumah milik sendiri, maupun tinggal di rumah milik kerabat/keluarga selama terjamin kepastian bermukimnya (secure tenure).

Sedangkan Backlog Kepemilikan dihitung berdasarkan angka home ownership rate /persentase rumah tangga (ruta) yang menempati rumah milik sendiri. Sumber data dasar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah bersumber dari data BPS.

Provinsi dengan persentase home ownership rate terendah (di bawah 70%) adalah DKI Jakarta (51,09%) dan Kepulauan Riau (67,67%). Provinsi dengan jumlah backlog kepemilikan rumah terbesar (di atas 1 juta rumah tangga) adalah Jawa Barat sekitar 2,3 juta ruta, DKI Jakarta sekitar 1,3 juta ruta, dan Sumatera Utara sekitar 1,03 juta ruta.


Kita bisa lihat angka Backlog paling tinggi itu di Jakarta. Mengapa bisa begitu? Entah karena harga properti di Jakarta yang terlalu mahal sehingga masyarakat lebih memilih beli Rumah di kota satelit seperti Bekasi dan Bogor atau karena orang-orang lebih memilih sewa ketimbang memiliki rumah atau orang-orang lebih memilih tinggal bersama keluarganya atau mereka lebih suka tinggal di bawah kolong jembatan ketimbang di rumah. Jadi memang multifaktorial.

Jika semua backlog tersebut terpenuhi maka itu semua bisa jadi duit.

Perusahaan properti itu ada yang fokus pada market kalangan atas dan ada juga yang lebih memilih fokus pada market kalangan bawah. Kalau kita lihat data yang ada saat ini, market properti kalangan bawah tetap laris manis. Apalagi dengan adanya relaksasi properti dari pemerintah lewat diskon pajak.

Meski Pandemi Covid-19 belum usai, namun aktivitas transaksi rumah tapak atau landed house masih terus bergerak. Sepanjang tahun 2020 sebanyak 11.500 rumah terjual yang berasal dari 40 kawasan perumahan kelas real estate.

Rumah dengan klasifikasi menengah dan menengah bawah masih mendominasi transaksi dan menjadi favorit konsumen. Untuk segmen menengah, rumah dengan harga Rp 1,1 miliar hingga Rp 1,6 miliar merupakan yang paling banyak dicari.

Di 2020 saja, masih banyak yang beli rumah.

Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer tumbuh meningkat pada triwulan I-2022. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I-2022 yang tercatat 1,87% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,47% (yoy). Sementara itu, harga properti residensial di pasar primer diprakirakan akan tumbuh terbatas pada triwulan II-2022 sebesar 1,16% (yoy).

Dari sisi penjualan, hasil survei triwulan I-2022 mengindikasikan adanya perbaikan penjualan properti residensial di pasar primer meskipun masih terkontraksi. Perbaikan tersebut tercermin dari penjualan properti residensial yang terkontraksi sebesar 10,11% (yoy) pada triwulan I-2022, lebih baik dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 11,60% (yoy).

Hasil survei juga menunjukkan bahwa pembiayaan nonperbankan masih menjadi sumber pembiayaan utama untuk pembangunan properti residensial. Pada triwulan I-2022, sebesar 65,50% dari total kebutuhan modal pembangunan proyek perumahan berasal dari dana internal. Sementara itu, dari sisi konsumen, pembiayaan perbankan dengan fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan pangsa sebesar 69,54% dari total pembiayaan.

Memang penjualan properti masih kontraksi namun mulai ada perbaikan.

Katalis masa depan antara lain peningkatan kelas menengah di Indonesia dan peningkatan populasi di masa depan.

Menurut saya dalam 3-5 tahun ke depan, pasar properti akan pulih. Karena itu akumulasi saham properti di kondisi sekarang sudah reasonable dengan target Booming 3-5 tahun ke depan.

Perusahaan yang bisa dipantau antara lain $BSDE $LPKR $APLN $ASRI $CTRA SMRA DILD.

DISCLAIMER: http://bit.ly/3bLj4Oc

Read more...
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy