Quality over quantity
Ada banyak teman saya menikah dengan pasangannya tanpa harus berlama-lama pacaran sebelumnya (saya juga sih. hehe...). Bahkan jauh lebih lama pacaran dengan mantan sebelumnya. Dari sini saya bisa simpulkan kalau lama pacaran tidak menjadi pertimbangan yang mutlak untuk seseorang mengambil keputusan menikah. Quality over quantity.
Saya sempat aktif dalam suatu komunitas lari. Ada seorang teman yang baru memulai kebiasaan berlari. Saat itu, sekali lari dia hanya mengejar jarak 3 km. Sedangkan saya minimal perlu lari hingga 5 km/ hari, bila weekend saya ngejar jarak 10 km. Berjalannya waktu dia saya ajak untuk level up dan ikut event marathon. Dan akhirnya dia mulai berlatih untuk ikut half marathon, setelah event saya mulai jarang berkomunikasi dengannya. Setahun kemudian saya berjumpa kembali, amazingly dia sudah berada di level ultra marathon. Saya cukup kaget dengan kemajuannya. Ternyata orang yang lebih dahulu terjun ke suatu bidang, dapat disusul oleh orang baru yang menemukan passionnya. Quality over quantity.
Di kantor saya, ada beberapa generasi yang bekerja didalamnya. Banyak yang pengalamannya lebih dari 15 tahun. Mungkin sekitar 40-50% populasi adalah generasi milenial dengan pengalaman dibawah 15 tahun. Meskipun para senior memiliki pengalaman yang tinggi, secara rata-rata bukan berarti mereka tahu segalanya. In fact, generasi peneruslah yang lebih banyak belajar dan terus memberikan ide-ide yang memberikan added value bagi company. Quality over quantity.
Masih banyak aspek atau cerita kehidupan lain yang dapat menjadi analogi atau contoh quality over quantity. Tapi saya langsung masuk saja ke quality over quantity di stock investment.
#1 Lama di bursa saham tidak menjamin seorang investor lebih baik dari investor yang lebih pemula. Hal ini bergantung dari passion investor tersebut untuk berkembang. Saya sempat kenal seorang investor yang sudah puluhan tahun di bursa, tetapi masih spekulatif dalam berinvestasi, dan dengan modal yang tidak kecil. On the other side, banyak teman yang saya kenal (salah satunya di group telegram investor pemula) para investor” pemula yang punya potensi untuk bertumbuh, dan beberapa orang saya pikir akan menjadi investor besar.
#2 Analisa kuantitatif tidak dapat berdiri sendiri untuk mendapatkan reward yang tinggi. Harus didampingi oleh analisa kualitatif. Seperti yang saya pernah bahas tentang “The art and science of investing” (https://bit.ly/3JaYXaD).
#3 Skill menganalisa suatu emiten adalah pondasi bagi seorang investor untuk dapat mengukur risiko yang berpotensi terjadi. Namun, psikologi investing adalah skill kualitatif yang harus dimiliki oleh seorang investor untuk mencatat performa yang optimal di portofolio. Screening, analisa dan decision making adalah hal yang dapat dipelajari dengan cepat. Namun, hold suatu saham bila sudah gain 50% atau bahkan 100% merupakan hal yang sangat sulit dikuasai dengan cepat.
Pesannya adalah sebagai investor pemula teman-teman dapat terus bertumbuh bila memiliki kemauan untuk terus belajar dan keep open mind. Sudah terbukti bahwa quality over quantity.
Sekian coretan singkat saya.
Happy investing. :slightly_smiling_face:
$IHSG