$IHSG- Membaca kebutuhan Working capital
Saya suka heran dengan tujuan penggunaan dana IPO, misalnya emiten $NTBK yang akan IPO, menyebutkan bahwa tujuan penggunaan dana IPO, sebesar 87% untuk modal kerja. Jika diperkirakan dana IPO sekitar 88 miliar, maka modal kerja yang akan diperoleh dari dana IPO sekitar Rp. 77 miliar.
Padahal data historis 3 tahun terakhir, rata-rata penjualan pertahun kurang dari Rp. 50 miliar. Lalu untuk apa dana IPO digunakan untuk modal kerja, karena akan menjadikan jumlah modal kerja melebihi daripada nilai penjualannya. Apalagi posisi modal kerja (AR + Inventory) yang telah tersedia per 31 Oktober 2021, sebesar = Rp. 40 miliar, maka setelah ditambah dana IPO, total modal kerja emiten akan membengkak menjadi sekitar Rp. 117 miliar?!?!?!?
Padahal lagi, bisnis utama emiten bukan tukang dagang lontong, dimana pada bisnis toko kelontong, adalah wajar-wajar saja jika menggunakan banyak modal kerja. Sebab pada toko kelontong, harus men-stok persediaan/ barang dagangan banyak-banyak, agar supaya dapat memenuhi permintaan pelanggaan sewaktu-waktu, atau harus berani memberikan utangan kepada pelanggan, atau harus sewa toko dibanyak tempat, agar nama toko kelontong menjadi kesohor, dan sebagainya.
Bisnis emiten ini mirip dengan tukang jahit, yang menerima orderan untuk membuat kendaraan dengan spesifikasi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pelanggan. Alias mirip dengan bisnis modifikasi mobil. Praktik yang umum kebanyakan tukang jahit bahan baku disediakan oleh pelanggan, atau paling tidak telah mendapatkan uang muka dari pelanggan. Jadi sangat mengherankan kalau, usaha seperti ini masih membutuhkan banyak modal kerja.
Dan karena setelah IPO jumlah modal kerja emiten hampir 3 kali lipat daripada nilai pesanan / penjualannya. Artinya, ini sangat menguntungkan para pelanggan, karena secara teoritis, pelanggan boleh utang kepada emiten dengan terms of credit selama 3 tahun.
Mungkin petanyaanya, kenapa kebanyakan emiten yang baru IPO, sangat memaksakan bahwa uang IPO untuk modal kerja? Sebab pada IPO tak laku, emiten hanya menerima sebagian dana IPO, atau hanya sebesar saham IPO yang laku dijual saja. Padahal emiten wajib melaporkan kepada bursa, bahwa IPO-nya telah laku 100%, dan uang IPO telah diterima utuh. Maka uang masuk dari IPO tak-laku, tetap harus diakui bahwa uang sudah diterima, dan sebagai konsekuensinya, setelah uang "purak-purak diterima" harus segera dikeluarkan balik (tektok), caranya dengan mencatat sebagai pembayaran “Uang muka”. Uang muka dapat dikelompokan sebagai modal kerja. Maka dalam Laporan Penggunaan Dana IPO, emiten sudah boleh percaya diri, melaporkan kepada bursa bahwa duit IPO sudah diterima dan telah habis digunakan untuk bayar modal kerja.
Adapun jika ada yang bertanya tentang prospek IPO, harga buku, saya tidak perlu uraikan lagi, sebab kebanyakan sudah pada paham menghitung dan pandai berjudi. Yang perlu saya infokan, bahwa emiten ini ada transaksi sesak beraknya…...
Demikian semoga bermanfaat.
$NETV dan $ENAK