Fail to Plan (Forecast) = Plan (Forecast) to Fail
7 min read.
Mumpung sedang hangat2nya isu mengenai surat edaran dari pemerintah mengenai larangan expor coal dari emiten di indonesia, ada beberapa poin yang sy mau coba share perspektif sy.
*) Bahwa kepentingan negara/masyarakat publik harus selalu diutamakan, ini benar apa adanya.
Bayangkan, saat ini Indo, negara yg kayak akan SDA sedang mengalami tingkat inflasi rendah (masih) terkontrol, YTD nov'21 = 1.3%. Bandingkan dengan US, jerman, dan negara lainnya yg mengalami rekor tingkat inflasi. Akan sangat ironis, negara kaya akan SDA, tingkat inflasi menjadi tidak terkontrol disebabkan oleh beberapa komoditas net expor. Maka DMO itu penting untuk melindungi kepentingan publik. (Kebijakannya ya, belum ngomongin harga :slight_smile: )
*) Bahwa kebijakan DMO harus ditepatin oleh emiten coal, setuju. Inilah take & gift dari pemerintah kepada perusahaan.
Tetapi, yang terjadi adalah banyak emiten yang akhirnya lebih prefer untuk expor ketimbang memenuhi kuota DMO. Alasan nya jelas, ada 2: harga jual lebih baik & nilai denda yang sangat kecil, sehingga menjadi sangat masuk akal untuk diabaikan saja.
Dengan demikian, solusi yang lebih "profesional" agar emiten memenuhi kuota DMO yg sy bisa pikirkan, sebenarnya ada 2 hal (sy yakin ada lagi solusi lainnya dari temen2 disini):
1. Naikkan nilai sanksi denda DMO secara signifikan/materil atau bahkan cabut izin kerja, sehingga emiten mikir 2x untuk tidak memenuhi kuota DMO (untuk detil simulasi perhitungan, boleh melihat post ko @kis4ros . Sangat lengkap dijabarkan dengan baik)
2. Naikkan harga DMO, meski sy memandangnya ini bukan solusi sempurna. Kenapa? tetap harga jual expor jauh lebih baik + denda DMO yg sangat kecil.
Disini yg sangat disayangkan adalah jalan yang diambil oleh pemerintah adalah ketimbang cara yg "profesionalisme", malah "premanisme", dengan cara menetapkan larangan expor bagi semua emiten coal. Imbasnya pun juga kena ke emiten dengan coal berkalori tinggi atau coking coal. Padahal, mereka mau jual ke PLN pun, PLN tidak bisa terima karena. spek ketinggian.
*) Bahwa pemerintah panik karena stok coal tipis, itu benar apa adanya. Tetapi, sangat tidak mungkin PLN/pemerintah tidak tahu kondisi stok coal dalam negeri.
Konsumsi listrik yg berasal dari PLTU, yg menggunakan coal, bukan tidak mungkin dihitung rerata kebutuhan per tahun, breakdown per bulan, bahkan breakdown per hari.
Sehingga jika terjadi kondisi stok ada di bawah rata2, maka sudah bisa diambil action. Ini merupakan ilmu dasar & simple: Forecasting & analisa supply chain.
Bagaimana mungkin, begitu banyak orang berpengalaman di BUMN dan pemerintah ga ada yang tahu ilmu dasar seperti ini?
Maaf, bahkan anak kuliah jurusan tertentu saja udah banyak yang menguasai ilmu ini.
Kecuali, memang ada "hidden agenda" lain pemerintah melakukan ini.
Apapun itu, harapannya adalah (dan sy juga melihatnya) ini akan bersifat temporer. Bayangkan efek sebab-akibat dan efek domino yang akan terjadi:
+ Kebutuhan stok coal dalam negeri terpenuhi
+ dengan terpenuhi, maka roda pereknomian akan berputar normal sesuai ekspetasi
+ tingkat inflasi akan tetap terkontrol (at least tidak akan terjadi tingkat inflasi tinggi ga terkontrol karena 1 komoditas net expor ini)
Tapi,
- Bayangkan kemarahan dari negara lain yg udah siap menagih kontrak coal dari emiten indo. Udah sepantasnya, emiten coal indo mengirimkan barang ke customer, itu profesionalisme.
- Apa efeknya ke rencana investasi FDI atau investasi swasta negara lain di bidang Minerba pada khususnya, jika melihat cara "premanisme" seperti ini bisa terjadi kapan saja
- Apa efeknya ke hubungan bilateral antara negara. (jangan lupa, China adalah saudara dagang terbesar Indo. Apakah perlu hubungan saudara sampai retak dulu?)
- dan masih banyak efek domino lainnya, dan cukup panjang.
Let's hope the government can sort this mess ASAP.
Random Tag:
$IHSG $ITMG $PTBA $INDY $BUMI