BUCIN
Bayangkan baba menjadi seorang direktur perusahaan pembuat pesawat dimana baba diberikan dana sebesar 10 juta USD untuk membuat sebuah pesawat yang tidak terdeteksi radar atau dengan kata lain, pesawat siluman.
30% dana sudah digunakan namun ternyata perusahaan saingan sudah selesai membuat pesawat siluman dimana pesawat mereka ternyata lebih cepat dan lebih irit dibanding pesawat rancangan perusahaan baba.
Menurut perhitungan tim baba, sangat susah mengalahkan pesawat tersebut mengingat pesawat tersebut lebih baik, lebih murah dan sudah dipasarkan terlebih dahulu.
Pertanyaanya. Maukah baba menghabiskan sisa dana baba untuk melanjutkan pembuatan pesawat siluman baba?
Lebih dari 80% responden menjawab MAU. Mereka akan menghabiskan sisa dana untuk melanjutkan pembuatan pesawat tersebut meskipun pesawat lain ternyata jauh lebih baik.
Sekarang skenario berubah.
Bayangkan baba baru ditunjuk menjadi direktur sebuah perusahaan pembuat pesawat. Sebelum baba menjabat, proyek pembuatan pesawat siluman sudah berjalan dan sudah menghabiskan 30% dana. Salah satu karyawan baba mengatakan bahwa proyek ini sebaiknya dilanjutkan dengan menggunakan sisa dana yang ada.
Namun menurut perhitungan dan data data yang disediakan, sangat susah dan hampir tidak mungkin membuat pesawat yang jauh lebih baik dan bersaing dalam penjualan dengan kompetitor perusahaan baba. Ditambah lagi perusahaan saingan sudah memasarkan pesawat mereka.
Sebagai direktur maukah baba menggunakan sisa dana untuk menyelesaikan proyek tersebut?
Hampir 80% responden mengatakan bahwa mereka tidak mau mengikuti saran bawahan mereka untuk menghabiskan dana tersebut.
Pertanyaan nya sama, namun kenapa keputusan yang dihasilkan justru berbeda?
Semua ini karena sudut pandang. Di cerita pertama baba adalah direktur yang memulai proyek tersebut. baba menghabiskan waktu, uang dan tenaga untuk proyek tersebut sehingga jika baba menghentikan proyek tersebut, semua usaha baba sia sia.
Di cerita kedua, baba bukan lah direktur yang memulai proyek tersebut. baba hanya seorang direktur yang baru menjabat. baba tidak menghabiskan dana, tenaga dan waktu sebagaimana direktur di cerita pertama. Ini membuat baba lebih objektif dalam mengambil keputusan mengingat baba tidak memiliki ikatan emosional dalam proyek tersebut.
Dalam hal ini, direktur di cerita pertama mengalami salah satu bias dalam psikologi yang disebut Sunk Cost fallacy.
Contoh lain adalah saat baba membeli sebuah makanan namun setelah dimakan rasanya tidak enak. Tapi karena sudah mengeluarkan uang untuk menghabiskan makanan tersebut, baba memaksakan diri untuk makan.
Dalam kasus investasi, sunk cost fallacy merujuk pada keadaan dimana seseorang tetap setia pada suatu saham meskipun tesisnya sudah berubah.
Kesetian ini diakibatkan oleh banyak nya tenaga dan waktu yang sudah dikeluarkan untuk menganalisa saham ini dan semua tenaga dan waktu tidak ingin terbuang sia sia.
Ini mirip dengan keadaan dimana baba sudah menjalin hubungan lama dengan pasangannya. Namun pada titik tertentu si pasangan ternyata ketahuan selingkuh beberapa kali dan sifatnya sudah jauh berubah.
Merasa bahwa baba sudah terlalu bersama menghabiskan waktu bersama pasangan baba ini, baba tetap mau melanjutkan hubungan ini meskipun baba harus menahan sakit hati.
Dengan kata lain baba, sunk cost fallacy bisa dikatakan sebagai “bucin”.
Tulisan yang berhubungan dengan sunk cost fallacy
https://bit.ly/3ptThS8
https://bit.ly/32zMwF2
$TBIG $ITMG $TGRA