Belajar dari Philip Fisher - Tentang Merger dan Akuisisi
Salah satu investor dunia yang menginspirasi saya adalah seorang Philip Fisher. Beberapa ide pemikiran beliau membentuk prinsip dan strategi yang saya terapkan selama 6 tahun perjalanan berinvestasi saham. Salah satu buku karyanya yang berkesan dan saya turut merekomendasikannya kepada Anda adalah yang berjudul "Common Stocks and Uncommon Profits" dimana buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1958.
Saya menganggap buku tua ini masih dapat memberikan pelajaran dan gagasan yang berkontribusi pada kesuksesan investasi yang tetap konstan selama jangka waktu yang lama. Hal ini mengingatkan saya tentang istilah dari seorang Nicholas Nassim Taleb, ide-ide yang diberikan buku ini seakan ‘anti-fragile’, yang tak lekang oleh waktu.
Buku ini lebih banyak mengajarkan kita tentang analisis kualitatif, seperti tentang bagaimana menilai sebuah bisnis yang berprospek, bagaimana cara menilai kualitas manajemen, bagaimana metode pemasaran yang efektif dan efisien, dll.
Salah satu ide atau insight dari Mr. Fisher yang masih relevan dengan keadaan saat ini adalah tentang Merger dan Akuisisi (M&A). Aksi korporasi M&A merupakan salah satu tools dalam capital allocation yang dieksekusi oleh manajemen. Jika tidak dilakukan secara hati-hati dan terukur, maka M&A berpotensi menurunkan nilai bagi pemegang saham di masa yang akan datang.
“There are three main sources of danger to investors from mergers or acquisitions. These possible dangers should be kept in mind at all times, both by managements considering acquisitions and by stockholders in companies where such matters are under consideration"
Terdapat 3 alasan mengapa Mr. Fisher skeptis dan kurang menyukai aksi korporasi M&A ini. Pertama, adanya potensi terjadinya benturan budaya atau perebutan posisi puncak di perusahaan gabungan yang dapat mengganggu personel kunci yang berkinerja baik selama ini.
Kedua, manajemen puncak akan terlibat dengan begitu banyak masalah di bidang yang sebelumnya tidak mereka kenal sehingga mereka tidak dapat melanjutkan efisiensi sebelumnya. Contoh klasiknya adalah ketika manajemen menghabiskan banyak waktu berurusan dengan divisi bisnis baru yang ternyata bermasalah sehingga mereka mengorbankan bisnis inti mereka.
Dan ketiga, penjual bisnis hampir selalu tahu lebih banyak tentang bisnisnya (termasuk masalah yang ada) daripada pembeli sehingga pihak pengakuisisi kemudian menemukan kesalahan yang jauh lebih buruk akibat keputusannya.
"Why do mergers and acquisitions carry such a high degree of risk? In almost all cases the seller, who has operated the business for years, knows much more about it and its weak spots than does the buyer."
"Many acquisitions do not turn out as planned. The sellers know more than the buyers and may know of problems or uncertainties that are not apparent to the buyers." (Ed Wachenheim)
"We have all the difficulties in perceiving the future that other acquisition-minded companies do. Like they also, we face the inherent problem that the seller of a business practically always knows far more about it than the buyer and also picks the time of sale – a time when the business is likely to be walking ‘just fine.’" (Warren Buffett)
Mr. Fisher menganggap bahwa keberhasilan dari aktivitas merger atau akuisisi yang dapat menambah nilai bagi pemegang saham dalam jangka panjang bisa terjadi apabila: perusahaan melakukannya secara bolt-on, integrasi vertikal, atau secara horizontal namun perusahaan yang diakuisisi bergerak pada lini bisnis yang sama; manajemen sudah memperhitungkan valuasi yang wajar; dan aktivitas ini dilakukan karena memang ada kesempatan yang baik atau sesuai dengan kebutuhan. Contohnya:
1. mengakuisisi pemasok bahan baku sebagaimana yang dilakukan $ULTJ
2. Mengakuisisi perusahaan dalam sektor yang sama namun menghasilkan jenis produk yang berbeda seperti yang dilakukan $SIDO
3. mengakuisisi perusahaan lain untuk menunjang lini produksi dan mengakuisisi distributor sebagaimana yang dilakukan $SMSM
4. mengakuisisi perusahaan atau pabrik lain yang memproduksi barang yang sama, sebagaimana yang dilakukan oleh $PBID
Adapun beberapa tujuan dari beberapa contoh akuisisi tersebut adalah untuk memastikan ketersediaan bahan baku yang berkualitas, meningkatkan efisiensi, meningkatkan margin laba perusahaan, meningkatkan skala ekonomis, menambah portofolio produk, masuk ke pasar geografis baru dan peningkatan penetrasi di pasar yang sudah ada tanpa kesulitan untuk mendirikan lokasi baru. Pada akhirnya, akuisisi tersebut dapat mendongkrak pertumbuhan kinerja perusahaan dan menambah nilai bagi pemegang saham.
Sebaliknya, kemungkinan terjadinya kegagalan dari aktivitas merger atau akuisisi yang dapat menurunkan nilai bagi pemegang saham dalam jangka panjang bisa terjadi ketika: perusahaan mengakuisisi bisnis baru yang tidak berkaitan dengan model bisnis perusahaan pengakuisisi dengan alasan diversifikasi bisnis; mengakuisisi bisnis yang berkualitas buruk meskipun dibeli dengan valuasi rendah; dan merger atau akuisisi yang dilakukan secara terburu-buru dengan valuasi yang mahal. Hal-hal tersebut merupakan red flag bagi pemegang saham.
"The greatest chances of a costly failure occur when a merger or acquisition happens relatively quickly between two companies in quite dissimilar lines that were previously only vaguely aware of each other."
Saya telah mempelejari banyak kasus selama bertahun-tahun di mana sebuah perusahaan yang mengakuisisi sebuah bisnis di luar kompetensi inti mereka dengan nilai akuisisi yang fantastis, seiring berjalannya waktu kinerja mereka justru semakin menurun.
“With acquisitions, patience is a virtue .. as is occasional boldness.” (William Thorndike)
"If a company must acquire something, I'd prefer it to be a related business, but acquisitions in general make me nervous. There's a strong tendency for companies that are flush with cash and feeling powerful to overpay for acquisitions, expect too much from them, and then mismanage them." (Peter Lynch)
“The fact of the matter is that, for most declining businesses, management tends to redeploy cash flow into things outside of their core competencies in a desperate attempt to save their jobs.” (Jim Chanos)
Mr. Fisher mencatat pertumbuhan kinerja jangka panjang dicapai oleh perusahaan yang jarang melakukan akuisisi yang tidak perlu, atau perusahaan yang mengakuisisi bisnis yang serupa dan ketika semua faktor terukur tampak sangat menguntungkan. Kesepakatan semacam itu biasanya merupakan kesepakatan yang baik bagi pemegang saham karena perusahaan yang mengakuisisi hanya melakukan apa yang terjadi secara alami atau memang sesuai dengan kebutuhan jika ada kesempatan dan tidak berusaha keras atau memaksakan untuk membuat kesepakatan tersebut sepanjang waktu.
Sebaliknya, mungkin ada tingkat risiko investasi yang cukup tinggi dalam sebuah perusahaan yang sebagai kebijakan dasar manajemen terus-menerus berusaha untuk tumbuh melalui akuisisi. Mr. Fisher mencatat bahwa risikonya bahkan lebih besar ketika CEO menghabiskan banyak waktu untuk merger dan akuisisi atau perusahaan menugaskan salah satu grup pejabat puncaknya untuk menjadikan hal-hal seperti itu sebagai salah satu tugas utamanya.
Dalam kedua peristiwa tersebut, tokoh-tokoh kuat dalam sebuah perusahaan biasanya memperoleh semacam kepentingan psikologis dalam menyelesaikan merger dan akuisisi yang cukup untuk membenarkan waktu yang mereka habiskan. Pada akhirnya, keputusan merger dan akuisisi yang mereka ambil menyebabkan perusahaan menjadi kehilangan fokus.
Coba kita simak pendapat dari Warren Buffet dan Peter Lynch berikut:
"A serious problem occurs when the management of a great company gets sidetracked and neglects its wonderful base business while purchasing other businesses that are so-so or worse (Would you believe that a few decades back they were growing shrimp at Coke and exploring for oil at Gillette). Loss of focus is what worries Charlie and me when we contemplate investing in businesses that in general look outstanding." (Warren Buffett)
"Instead of buying back shares or raising dividends, profitable companies often prefer to blow the money on foolish acquisitions. The dedicated di-worsifier seeks out merchandise that is (1) overpriced, and (2) completely beyond his or her realm of understanding. This ensures that losses will be maximised." (Peter Lynch)
Tentu ada beberapa perusahaan yang secara nature business mereka harus tumbuh melalui akuisisi. Mereka tetap mampu meningkatkan nilai bagi pemegang saham dalam jangka panjang dengan catatan: mereka melakukan akuisisi pada lini bisnis yang terkait dan menggunakan pendanaan internal. Contoh beberapa perusahaan yang sering mengakuisisi dan sukses adalah: Halma Plc, Heico, Constellation Software, Brown & Brown, dan contoh perusahaan dalam negeri yaitu PT Selamat Sempurna Tbk.
Mr. Fisher menyimpulkan bahwa merger atau akuisisi yang terjadi antara perusahaan dalam ukuran dan lini bisnis yang sangat berbeda harus dipelajari dengan sangat hati-hati. Seringkali aktivitas ini mengandung jebakan yang dapat merugikan pemegang saham,
berbanding terbalik dengan apa yang dijanjikan oleh manajemen yang biasanya mengatakan ‘aksi korporasi ini bertujuan untuk diversifikasi bisnis untuk menjawab tantangan perubahan jaman, untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham, bla bla bla’.
"Companies that would otherwise have been a magnificent opportunity for stockholders have a number of times been made quite unattractive by a management with one good line of great intrinsic strength and potential, acquiring several other weak or run-of-the-mill types of business. Usually this is done with the explanation to stockholders that by diversifying the company's activities, the stockholder's position is being strengthened! When this happens, the previous steady upward trend of the price of the company's shares sometimes comes to an abrupt and perhaps permanent halt."
Saudara-saudara, itulah sebuah insight yang tak lekang oleh waktu dari Mr. Fisher tentang merger dan akuisisi, yang masih relevan dengan perkembangan dunia bisnis dan investasi yang terjadi sampai hari ini. Aksi korporasi M&A merupakan sebuah tools penting yang dieksekusi oleh manajemen dalam hal alokasi modal atau capital allocation. CEO harus jeli menggunakan pilihan-pilihan capital allocation di setiap peluang yang ada, dan jika alokasinya tepat, maka value shareholder akan terus meningkat dan tercermin pula pada rasio ROE yang tinggi serta stabil.
Hati-hati jika perusahaan memilih untuk mengalokasikan modalnya untuk akuisisi namun tidak secara integrasi vertikal atau akuisisi secara horizontal namun bisnis baru yang diakuisisi tidak berkaitan dengan model bisnis perusahaan selama ini dengan alasan diversifikasi bisnis. Ini salah satu tanda perusahaan sudah tidak pede dengan bisnis yang selama ini dijalankan, apalagi dana yang digunakan bersumber dari penerbitan utang atau meminta tambahan modal dari pemegang saham melalui private placement atau right issue (sehingga terjadi dilusi).
Nah, jika akuisisi tersebut bersifat integrasi vertikal atau secara horizontal dengan mengakuisisi perusahaan dengan lini bisnis yang sama, maka kita harus memastikan bahwa perusahaan yang diakuisisi dalam kondisi yang sehat, manajemen sudah memperhitungkan valuasi yang wajar dan memang sesuai dengan kebutuhan serta sumber pendanaannya berasal dari kas internal.
Semoga bermanfaat