Tapering this, tapering that.
Kita sering kali mendengar tapering. Taper tantrum. Sebenarnya apa sih "taper tantrum" itu?
Taper dalam arti harafiahnya artinya "mengurangi sedikit-sedikit".
Pada tahun 2008 untuk memperbaiki kondisi keuangan ekonomi US yang morat-marit, federal reserve mencetak uang dalam jumlah sangat fantastis (pada puncaknya sekitar 85 billion USD alias 1200T IDR dicetak setiap bulan).
Langkah ini disebut quantitative easing, dan pada saat itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan sontak meningkatkan neraca the fed dari sekitar 1,5 trillion USD menjadi 4,5 trillion.
Lalu uang itu dipakai untuk apa?
Ya untuk membeli saham, obligasi, surat berharga. Itu bukan uang hasil kerja keras, atau uang hasil pajak rakyat Amerika. Itu uang hasil cetak duit.
Karena duit panas keluar seperti nggak ada habisnya, nilai tukar dolar amblas ke level terendah, inflasi merajalela, tetapi dampaknya ekonomi Amerika pulih lebih cepat.
Lalu pada tahun 2013, the fed memutuskan bahwa enough is enough.
Ekonomi Amerika sudah pulih, jadi tidak perlu cetak duit lagi gila-gilaan. Inilah yang disebut taper tantrum. Yaitu pengurangan dari jumlah duit panas yang dicetak.
Tetapi respons market saat itu sangat liar.
Saya ingat begitu wacana taper tantrum dikeluarkan harga saham hancur semua. Rontok. Bahkan ada 1 analis dari Singapore yang memprediksi bahwa 1 USD akan setara dengan 20 ribu IDR.
Saham yang paling anjlok waktu itu adalah saham konstruksi, karena mayoritas bahan pokok masih diimport. Saya masih ingat pada bulan September 2013 saham yang pertama saya beli adalah $ADHI di 1880 dan $WIKA di 2880.
Sekarang harganya sudah berubah di chart karena rights issue, tapi saya tidak pernah lupa 2 saham yang pertama saya beli, dan harganya.
Dan saya juga tidak pernah lupa waktu itu saham saya turun sampai rugi 30% on portofolio... Baru kemudian naik sekitar 70%. Saya jual di bulan Maret tahun 2014 dengan untung sekitar 30%.
Ternyata kebangkrutan yang disebabkan oleh taper tantrum tidak pernah terjadi.
Lalu sekarang isu tapering ini menguat lagi.
Dan alasannya sama. Ekonomi US makin lama makin membaik. Jadi suatu saat hot money ini tidak dibutuhkan, dan harus dikurangi. Maka jadilah taper tantrum jilid kedua.
Tapi dulu dan sekarang berbeda.
Waktu itu jumlah pelaku pasar di Indonesia tidak sebanyak sekarang. Jadi asing benar2 seperti pegang kendali arah pasar kita.
Jumlah investor pada tahun 2013 kalo tidak salah masih ratusan ribu, sekitar 200ribu. Sekarang sudah lebih dari 4 juta.
Dulu kalo si asing jualan, lawannya cuma 200ribu investor lokal.
Sekarang lawannya lebih dari 4 juta.
Jadi, jangan takut sama tapering, okay?
Karena sekarang market kita sudah lebih mature dan luas dari pada dulu :sunglasses: :sunglasses: :sunglasses: :sunglasses: