Begini Cara Penanganan Saham 'Tidur' di Luar Negeri
Jakarta -Istilah saham 'tidur' di pasar modal bukan hal yang asing lagi. Tak sedikit dana investor nyangkut di saham yang 'mati suri' ini. Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku otoritas di pasar modal belum bertindak secara tegas menangani emiten yang sahamnya tidur ini.
Analis First Asia Capital, David Sutyanto, mencoba memberi pandangan soal fenomena saham tidur ini. Menurutnya, ada berbagai faktor yang menyebabkan saham sebuah perusahaan tidak bergerak alias tidur atau bisa juga disebut 'mati suri'.
Penyebab pertama dari sisi internal. Saham tidur bisa terjadi karena memang bisnis emiten bersangkutan tidak menarik, sehingga tidak ada investor yang mau bertransaksi di saham tersebut. Karena bisnisnya tidak menarik, emiten bersangkutan dinilai tidak memiliki prospek kinerja yang bagus ke depan.
Dari sisi eksternal, penyebab saham tidur terjadi karena sahamnya tidak likuid. Ini terjadi karena saham yang beredar di pasar (free float) masih minim atau di bawah ketentuan BEI. Selain itu, sahamnya cenderung bergerak naik-turun secara drastis atau volatile. Kebanyakan investor tidak tertarik dengan saham jenis ini.
"Yang harus dilakukan, bursa evaluasi. HMSP (HM Sampoerna Tbk) dulunya tidak likuid, kemudian mereka lakukan corporate action dengan menambah jumlah free float, rights issue, sekarang likuid. Jadi, harus identifikasi kenapa saham itu tidur, jadi nggak bisa dipukul rata," jelas dia kepada detikFinance, Senin (9/5/2016).
Lebih jauh David menjelaskan, di bursa saham negara mana pun, selalu ada yang namanya saham tidur. Bedanya, saham-saham tidur di bursa saham luar negeri bisa digerakkan oleh market maker. Market maker, atas persetujuan otoritas pasar modal, diperbolehkan menggerakkan saham-saham tidur ini.
Namun, market maker ini hanya ada di pasar modal yang menerapkan sistem quote driven, seperti bursa saham Amerika Serikat (AS). Sistem quote driven memungkinkan investor bisa membeli dan menjual saham secara pasti. Artinya, investor tidak perlu khawatir untuk membeli saham lantaran takut tidak ada yang menjualnya. Dengan sistem ini, pergerakan saham menjadi pasti. Sementara di bursa saham Indonesia, menerapkan sistem order driven. Jika tidak ada yang membeli, maka saham suatu emiten ya tidak bergerak. Ini yang menyebabkan saham tidur.
Lantas, bagaimana cara kerja market maker?
Istilah gampangnya, market maker ini adalah bandar saham. David menjelaskan, market maker ini tidak bisa sembarangan dilakukan sekuritas atau fund manager. Untuk bisa menjadi market maker, sekuritas atau fund manager harus mendaftar terlebih dahulu ke otoritas bursa. Setelah terdaftar, barulah mereka bisa melakukan transaksi atas saham-saham tidur.
Untuk melakukan transaksi juga tidak bisa sembarangan. Sekuritas atau fund manager harus terlebih dulu mengajukan proposal kepada otoritas bursa. Setelah disetujui, barulah mereka melakukan transaksi.
Market maker ini juga diawasi ketat oleh otoritas bursa sehingga aman.
"Daftar menjadi market maker diawasi ketat bursa, tidak bisa macam-macam untuk naik atau turunkan harga," katanya.
Lantas, apa keuntungan market maker ini menggerakkan saham-saham tidur?
"Nanti ada hitung-hitungannya, ada di option, dari transaksi kan mereka akan dapat fee. Dari fee transaction itu kan banyak, lumayan," sebut David.
Menurut David, dengan adanya market maker, bisa menigkatkan likuiditas di pasar saham. Meski demikian, market maker belum bisa diterapkan di Indonesia lantaran bursa saham di Indonesia masih menggunakan sistem order driven. Untuk bisa membuat market maker, perlu mengubah sistem yang sudah ada menjadi sistem quote driven.
"Ini di Indonesia belum ada, kita baru sistem order driven. Di Indonesia tidak bisa kita pakai market maker, kita kan order driven, kecuali ubah struktur pasar. Bursa saham kita memang tidak pas kalau dibandingkan dengan AS atau yang menerapkan quote driven. Mungkin kita pas dibandingkan sama Australia yang sama-sama order driven," terang dia.
Kalau tidak bisa dibuat market maker, apa yang bisa dilakukan BEI untuk kembali menggerakkan saham-saham tidur ini?
"BEI harus bisa mendorong. Kalau memang saham atau emitennya jelek lebih baik delisting, tapi kalau bisnisnya menarik ya dibantu, dipromosikan kalau saham ini bagus, sembari didorong cari bantuan di pasar modal, kayak HMSP, dulu tidak aktif, sekarang aktif, kalau nggak bagus, diminta penjelasan, dan harus tegas bisa kena sanksi," ujar David.
(drk/dnl)
http://bit.ly/1ULQ7DK
$BLTA $INVS $APOL $SAIP