Skydrugz Radar 2 Agustus 2021: Kegagalan Google
Kita hidup di masyarakat yang membenci kegagalan. Di investasi pun seperti itu, banyak investor yang membenci kegagalan. Investor nyangkut atau cutloss di stigmatisasi oleh investor lainnya. Padahal nyangkut dan cutloss adalah hal yang wajar dalam kehidupan. Sama seperti halnya dengan kegagalan dalam hidup, itu adalah hal yang wajar. Hampir semua manusia di dunia ini pernah mengalami kegagalan. Mungkin hanya manusia yang punya mesin waktu yang bisa menghindari kegagalan.
Berhubung kita adalah investor maka mari kita bahas saja kegagalan - kegagalan investasi perusahaan yang kita beli sahamnya. Dan saham yang akan saya bahas kegagalannya adalah Google. Kebetulan saya punya saham Google juga.
Prinsip utama saya ketika berinvestasi adalah selalu cari kejelekan perusahaan yang akan saya beli sahamnya. Jika saya bisa terima segala kekurangan perusahaan tersebut maka gampang untuk membelinya. Karena saham itu seperti manusia. Tidak ada yang sempurna. Selalu ada cela dan dosa. Jadi embrace the mistakes and failures.
Setelah saya melakukan riset tentang Google ternyata saya menemukan banyak sekali kesalahan investasi yang pernah dilakukan Google. Salah satu yang paling fatal adalah ketika mereka membeli Motorola Mobility sebanyak 12 milyar dollar, lalu kemudian dijual kembali di harga 3 milyar dollar. Benar - benar legendary trader. Tapi meskipun secara duit kelihatan rugi, sebenarnya Google cuan banyak dari berbagai paten yang berhasil mereka kuasai dari Motorola. Perang paten itu mengerikan dan Google sudah punya senjata untuk perang paten.
Lagipula kesalahan Google dalam berinvestasi seperti itu tidak membuat mereka bangkrut karena mereka punya recurring income dari iklan yang super banyak untuk menutupi kegagalan mereka dalam berinvestasi. Keberhasilan mereka dalam investasi di Youtube dan Android sudah paid off. Belum lagi dari investasi mereka lewat Google Ventures, di mana mereka bakar duit dan create money secara bersamaan lewat berbagai startup.
Mungkin kondisinya mirip dengan TLKM. Cashflow utama mereka berasal dari Telkomsel. Dan karena kebanyakan duit akhirnya mereka coba - coba investasi di beberapa perusahaan mulai dari TELE, Sigma hingga Gojek. Tapi mayoritas investor hanya ingat kegagalan Telkom Indonesia di Tiphone. Padahal investasi mereka di Sigma menurut saya lumayan berhasil. Setelah mereka mengakuisisi Sigma dari Pak Toto DCII, kini Telkom Sigma menjadi salah satu perusahaan data center terbesar di Asia Tenggara. Tapi TLKM masih long way menjadi seperti Google. Mungkin someday.
Revenue Google berasal dari seluruh dunia. Sedangkan revenue TLKM hanya berasal dari Indonesia. Saatnya mencari perusahaan yang sumber revenue nya bukan hanya dari Indonesia tapi dari seluruh dunia serta sifatnya recurring.
Selengkapnya: https://bit.ly/2WJgzqZ
$BBRI $WIKA $MNCN $LPPF $HMSP
https://bit.ly/3dCK4Ao