$IHSG – Modus PSP mengembat duit ummat
Mumpung lagi rame kasus $BNII, menurut penulis ini adalah analogi yang pas untuk menggambarkan situasi dimana maling yang susah ditangkap dan dibuktikan adalah jika pelakunya pemiliknya sendiri bermain drama dengan oknum orang dalam (mangement). Akibatnya om Hotman Paris…. yang banyak menangnya dalam menangani kasus hukum, kali ini kenak batunya, mau nggak mau uang, suka atau tidak suka sepertinya uang 22 miliar milik nasabah alias PSP mesti dikembalikan.
Pemilik atau pengendali rekening, kalau diibaratkan pada emiten adalah PSP alias “Pemegang Saham Pengendali”. PSP pada dasarnya adalah kaum kapitalis meskipun bersyariah seperti Bapak ucup pada akhirnya yang jadi prioritas utama adalah UNTUNG alias cuan. Itu sebabnya aliran saham yang paling popular di SB adalah “YANG PENTING CUAN”. Sayang aliran saham ini tidak dibahas oleh om @thowilz dalam postinganya. Malangnya para pengejar cuan ini ada disemua level, mulai dari PSP sampai dengan apestor plankton, yang doyan makan tomat bareng ikan hiu.
Maka pada postingan ini penulis tertarik untuk mendongeng kisah PSP yang doyan makan uang umat lewat transaksi berelasinya. Modus dimulai pada saat IPO, dimana banyak emiten IPO baru melantai tapi saham IPO berakhir di gocap. Sebelumnya telah banyak penulis bahas mengenai KBAG, WOWS, ENZO KAYU dll, silahkan di googling saja postingan penulis, bahwa modus sederhana paling popular dan gak ada kapoknya adalah:
1. Me-mark up ekuitas zonk sebelum IPO, sehingga nilai ekuitas emiten terbang menjadi minimal Rp. 50 Miliar menjelang IPO agar supaya emietn memenuhi syarat IPO. Karena nilai asli ekuitas = zonk, maka saat saham IPO parkir di gocap sekalipun, itu adalah cuan PSP yang luar binasa. Dalam bahasa matematis keuntungan PSP bukan 10%,50% atau 100% atau 1.000% tetapi tidak berhingga (~) karena jika => untung / modal = Rp. 1 / 0 = ~.
2. Menyalurkan dana IPO untuk membeli aset yang sudah fully mark-up, Jadi jika harga saham IPO berakhir Rp. 50 / lembar tidak masalah, karena kekurangan dana yang diperoleh dari IPO masih cukup menguntungkan untuk membeli aset yang fully mark-up. Apalagi jika uang hasil IPO dibolehkan oleh OJK untuk di-investasikan pada perusahaan antah-berantah dari negeri antah-berantah.
Modus selanjutnya yang sering dilakukan oleh PSP pada Emiten karatan, pernah penulis ulas pada postingan sebelumnya seperti membahas MDLN, MAMI, CLEO, DUCK dan lain-lain. Modusnya antara lain;
1. Paling popular dan gampang dideteksi adalah transaksi bisnis normal kepada pihak pihak berelasi, karena ini adalah transaksi bisnis normal, berdasarkan aturan OJK tidak dibutuhkan kewajiban untuk mengundang Appraisal Independent untuk menilai kewajaran transaksi dengan pihak berelasi. Ini pernah penulis jelaskan pada transaksi CLEO dan MYOH.
2. Membeli aset milik PSP harga selangit, ini pernah penulis bahas pada kasus ICPB, penulis menunggu lanjutan transaksi ini, sayangnya sampai dengan saat ini LK Sep 2020 belum muncul jugak.
3. Terbaru kasus LPPF yang jaman susah dan dijadikan alasan tidak bayar dividen atas laba tahun 2019, malah membeli saham bank NOBU (pihak berelasi) pada harga mahal, dari pihak yang purak-purak di-declare sebagia bukan pihak berelasi karena cuman kebetulan “dirut LPPF dan komut pada perusahaan penjual saham adalah orang yang sama = “Bunjamin Jonatan Mailool”. Meskipun “tidak ada dusta antara kita” pihak otoritas kirim surat cinta kepada LPPF dan LPPF telah membalas surat cinta dari BEI dengan ketegasan bahawa saham NOBU bukan dibeli dari pihak berelasi seperti yang ditegaskan oleh LPPF disini https://bit.ly/3pxhjJO
Tiga transkasi di atas kelihatan barang-buktinya, kelihatan hitam dan putihnya, bahwa transaksi tersebut terjadi antara emiten dengan pihak berelasi alias kepada PSP, maka aroma amis penyelundupan profit kepada PSP itu tujuan akhirnya. PSP kenyang duluan, investor plankton silahkan melanjutkan puasa dividen atau kalaupun dibagi dividen dengan jumlah secukupnya.
Yang bahaya adalah transaksi yang terselubung, kita hanya menduga ada udang dibalik bakwan, membenarkan bahwa transaksi tersebut menguntungkan PSP berdasarkan praktik KKN yang umum terjadi di Indonesia. Adapun penulis menyimpulkan bahwa transaksi ini berbau KKN karena kewajaran transaksinya saja, misalnya;
Kasus 1 : ada emiten yang rutin bagi dividen tapi tiba-tiba bangun bandara dan mau buat jalan tol. Maka seperti proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, praktik KKN sudah biasa, kontraktor pihak ketiga dipilih oleh management yang notabene didalamnya masih ada PSP-nya, kemudian kontraktor setor upeti alias kick back kepada PSP. Memang ini tidak ada buktinya, hanya saja untuk menjawab kenapa jaman susah malah investasi, dan dividen jatahnya investor plankton dikorbankan? Padahal kas masih bertumpuk, bahkan semakin menumpuk?
Kasus 2 : Ada juga emiten yang kerjanya belanja investasi tiada henti, tidak ada toleransi sedikitpun bahwa ini jaman susah, malah investasi makin bertambah. Proyek investasi adalah sebelas-duabelas dengan proyek infrastruktur, nilainya ratusan miliar bahkan sampai trilunan. Emiten memang memilih supplier/ kontraktor pihak ketiga, tetapi apakah kemudian kontraktor memberikan kick back kepada yang menunjuk, dimana kebetulan PSP-nya masih aktif jadi anggota manajemen siapa yang tau? Kecuali ini sudah rahasia umum praktik yang normal di Indonesia. Meskipun demikian lagi-lagi ini cuman dugaan, untuk memahami kenapa jaman susah tetapi aktifitas investasi malah bertambah?
Kasus 3: Ada juga emiten yang pinjam uang dengan bunga selangit, tetapi jumlah pinjaman lebih kecil dari saldo kas dan setara kas setiap akhir tahun, padahal pinjaman tersebut dalam mata uang USD, meskipun saldo utang membengkak karena nilai tukar mata uang USD menguat, tetap saja jumlahnya masih lebih kecil dari saldo kas emiten pada akhir periode Laporan Keuangan.
Kalaulah pemberi pinjaman adalah pihak-pihak yang memberikan bisnis kepada emiten itu namanya symbiosis mutualism, semua pihak “saling-diuntungkan”. Tapi kalo pemberi pinjaman bukan siapa-siapa, tidak memberikan project kepada emiten, maka ini menjadikan kecurigaan, kenapa memaksa minjam duit padahal emiten sedang tidak butuh pinjaman? Maka jawaban dengan logika bahwa pinjaman bunga mahal tersebut berasal dari PSP nya sendiri yang paling masuk akal. Akibatnya PSP kenyang duluan mendapatkan pendapatan bunga dan Apestor plankton sabar melanjutkan puasa.
Sabar karena masih ngotot ini tidak mungkin karena PSP rugi harus bayar pajak atas bunga 15%, bukankan lebih baik PSP menerima untung lewat dividen, PSP tidak harus bayar pajak? Jawabnya (pasal 1) bandar tidak pernah rugi, (pasal 2) kalau bandar rugi liha pasal 1.
Tidak pernah rugi karena memang tidak ada uang yang dipinjamkan oleh PSP. PSP memang memberikan uang pinjaman kepada emiten, tetapi syaratnya uang pinjaman tersebut dilarang untuk digunakan, itu sebabnya kas emiten selalu bertumpuk menggunung melebihi nilai pinjaman kepada PSP. Kalau anda memberikan pinjaman tetapi uangnya tidak boleh digunakan, apakah anda sedang meninjamkan uang? Kalau anda menerima pinjaman uang tetapi uangnya tidak boleh dipakai apakah anda sedang pinjam uang? Dua jawabannya sama, yaitu ini adalah transaksi pinjam-meminjam versi financial engineering. Sedangkan bayar bunga dari emiten kepada PSP adalah aktual dan fakta.
Dari 3 contoh transaksi terselubung di atas, (1) uang dipakai untuk investasi infrasturktur (2) uang dipakai investasi yang terus bertambah (3) uang yang dipakai untuk bayar bunga pinjaman; maka silahkan menggunakan ilmu cucokmologi emiten yang mana yang cocok untuk 3 kasus tersebut?
Bagaimana investor terhindar dari kejahatan yang dilakukan oleh PSP-nya sendiri? Maka mindset investasi harus dirubah bahwa;
- Fundamental bagus tidak lantas emiten akan membayar dividen. Tetapi karena emiten membayar dividen maka fundamental menjadi bagus.
- Pembayaran dividen bukan karena fundamental, pembayaran dividen adalah berhubungan dengan kepentingan PSP, dimana PSP yang lapar akan mencari makan melalui dividen, dan PSP yang telah kenyang duluan, akan tega terhadap investor plankton untuk melanjutkan puasanya.
- PSP paham bahwa merintis dan membangun usaha seperti saat ini adalah sulit dan jatuh-bangun, lalu setelah establish semua berjalan sukses dan lancar, kok enak banget tiba-tiba harus berbagi adil dengan paa apestor plankton yang bergabung kemudian sebagai pemegang saham?
Logika sederhananya seperti yang telah penulis jelaskan pada postingan sebelumnya, bahwa jika PSP tidak ikut cawe-cawe terlibat langsung pada jajaran management emiten, maka PSP akan melakukan fungsinya sebagai pemilik saham untuk memilih tim management yang handal dan professional untuk menjalankan perusahaan. Kemudian PSP hanya men-setting target yang harus dicapai oleh tim management. Dampaknya management akan bekerja secara sehat dan nyaman agar target yang diminta oleh PSP tercapai. Akibatnya fundamental perusahaan menjadi lebih baik dan sehat, emiten menghasilkan laba yang sebesar-besarnya, yang kemudian kelak diberikan kepada para shareholdernya melalui dividen. Karena bentuknya dividen maka secara hukum semua shareholder akan mendapatkan bagian yang adil sesuai dengan porsi kepemilikannya.
Dan sebaliknya jika PSP ikut cawe-cawe dalam aktivitas operasional emiten, maka kasusnya akan seperti BNII, jeruk makan jeruk, mungkin saja fundamental tetap bagus setelah cawe-cawe; tetapi investor receh cuman kebagian harum jeruk, lumayanlah menghilangkan mual para investor plankton yang sakit magh-nya kambuh karena rajin puasa dividen.
Oleh karena itu investasilah pada emiten yang rutin bayar dividen dengan DPR yang signifikan. Karena kemungkinan kecil PSP-nya cawe-cawe dalam tubuh emiten.
Lalu kemana BEI dan OJK? Penulis tidak akan menjawab pertanyaan becanda semacam itu. Kenapa? Karena ini Indonesia bukan Amerika.
Demikian semoga bermanfaat dan tidak tersesat pilih emiten.