Semakin Lengket dengan EKAD
Jika di tulisan-tulisan saya sebelumnya dilatar belakangi oleh adanya pertanyaan yang diajukan oleh rekan2 saya seperti mengapa saya hold SMSM, mengapa saya tidak jual SIDO, apakah quality investor perlu memperhatikan valuasi? Nah kali ini saya akan membahas berangkat dari pertanyaan yang diajukan oleh istri saya sendiri, hehe. Jadi saya memang sering sharing dengan istri terkait metode dan perjalanan investasi saya. Saya membeli saham apa pun pasti saya beritahu dia, dan setiap pembelian itu selalu mengundang pertanyaan yang dia ajukan mengenai alasan saya membeli saham tersebut. Saat itu lah saya berlagak semacam investor handal dan menceritakannya dalam waktu 2 menit mengenai bisnis perusahaan, bagaimana manajemennya dan kondisi keuangannya. Istri saya selalu puas dan paham setiap saya menjelaskannya, mengingatkan saya terhadap nasihat Peter Lynch terkait “two minute drill”
Oke kita lanjut, jadi kemarin malam saya sedang membuka laptop dan membaca jurnal penelitian dari akademisi yang membahas tentang Ekadharma International. Lalu istri saya menghampiri sambil mengantarkan segelas kopi dan melihat ke layar laptop sembari berkata “kamu masih pegang EKAD? Apa sih alasan pembelian EKAD jika dikaitkan dengan metode quality investing”. Mendengar pertanyaan itu saya langsung tersenyum sambil berkata dalam hati “emang cerdas nih bini gue”. Lalu saya tanya balik: apa alasan bagi seorang quality investor untuk tidak membeli EKAD? Lalu dia jawab: “Karena kan selama ini berdasarkan cerita kamu bahwa quality investor itu fokus mencari perusahaan yang kualitas bisnis, manajemen, dan keuangannya bagus. Tapi kalo saya lihat kayanya $EKAD ini kualitasnya agak meragukan dan kurang oke ya kalo dibandingkan dengan $SIDO dan $SMSM ?”. Setelah mendengar pertanyaan lanjutan ini, dalam hati kembali saya berkata “nggak salah pilih bini nih gue”. Haha
Baiklah, saya akan uraikan jawaban saya kepada istri dalam tulisan ini. Jadi begini, PT Ekadharma International ini merupakan produsen lakban dengan salah satu merk nya yaitu “Daimaru”. Nilai kapitalisasi pasar saham ini merupakan yang paling kecil jika dibandingkan dengan 2 saham lainnya yang saya miliki. Saat saya analisis, perusahaan ini memang tidak memiliki kualitas sebaik SIDO dan SMSM, apalagi dari aspek keuangannya. Memang secara kualitas perusahaan ini dikategorikan “bagus”, tapi ya nggak sebagus SIDO dan SMSM. Tapi, harga saham yang ditawarkan saat itu bener2 membuat saya ngiler. Betapa tidak, secara bisnis perusahaan ini sederhana, menghasilkan produk yang consumable, kualitas produknya pun bagus karena saya sendiri menggunakannya, skala dan kinerjanya terus tumbuh, tapi dihargai lebih rendah dari aset bersihnya dan EV/EBIT nya di bawah 5x. Sungguh kesempatan yang sangat jarang terjadi.
Biasanya saya menemukan perusahaan yang undervalue itu yang bergerak di bisnis yang ribet, marjinal, cyclical, sektornya sedang terpuruk dan kinerjanya tidak konsisten. Tapi menemukan EKAD saat itu betul2 membuat saya bener2 tergoda. Apalagi di 2015 lalu harga sahamnya sempat koreksi lumayan dalam. Dengan begitu saya pun langsung memutuskan untuk membeli EKAD bersamaan dengan 4 saham lainnya yaitu SIDO SMSM DVLA ULTJ. Memang saya menerapkan prinsip “buy a wonderful company at reasonable price”. Tapi kalo ada kesempatan untuk “buy a good company at wonderful price”, mengapa tidak? Setidaknya kualitasnya nggak jelek dan mediocre kan? Dan juga porsi EKAD dalam portofolio saya hanya 20%. Perusahaan Ini kualitasnya bagus tapi harganya murah gitu lho. Sama aja sih dengan membeli barang yang sangat bagus dengan harga yang agak mahal. Ingat ya, sebelum membeli saham lihat dulu kualitasnya, baru tanya “berapa harganya” .
Sempat terlintas dalam benak saya, bahwa Warren Buffet dan Charlie Munger pasti suka dengan perusahaan seperti SIDO. Lalu Philip Fisher pasti akan suka dengan perusahaan seperti SMSM. Dan saya juga yakin, jika Peter Lynch semasa karirnya melirik pasar saham Indonesia, dia pasti suka dan akan membeli EKAD. Berikut beberapa poin2 saham idaman Peter Lynch yang berkaitan dengan EKAD:
1. Perusahaan memiliki nama yang aneh bahkan menggelikan.
Ketika mendengar nama ‘Ekadharma’, saya sempat berpikir ini nama perusahaan atau nama Pura? Untung lah ada kata “International” dibelakangnya, jadi agak keren sikit lah. Sama halnya ketika pertama kali mendengar nama ‘Selamat Sempurna’, orang munkin mengira bahwa ini nama sebuah klinik bersalin.
2. Perusahaan melakukan sesuatu yang membosankan.
Kalo berbicara soal membosankan, saya rasa EKAD ini betul2 perusahaan yang membosankan. Dari dulu yang mereka kerjakan hanya memproduksi lakban lalu menjualnya, mereka nggak mencoba untuk masuk ke bisnis lain. Sektornya juga sangat tidak menarik sehingga kompetitornya sedikit. Terus manajemennya juga nggak suka pamer sana sini atau jarang diliput oleh media. Ngebosenin banget kamu KAD. Tapi gapapa, saya justru suka dengan fokus mu, karena kamu bisa menciptakan niche product.
3. Perusahaan diabaikan oleh pasar dan analis, serta kepemilikan insititusinya sedikit.
Saking ngebosenin dan nggak menariknya likuiditas si EKAD, perusahaan ini jarang dilirik oleh oxymoron. Para analis yang ahli2 itu pun juga jarang yang membuat kajian tentang perusahaan ini dan kepemilikan dari para investor institusi juga sangat sedikit. Gatau ya, apa karena saham beredar perusahaan ini sangat terbatas sehingga para big fund tidak akan membelinya atau karena memang prospeknya menurut mereka nggak menarik, kurang menjual gitu lho. Tapi ini bagus, sangat bagus karena memberikan kesempatan bagi saya untuk mengakumulasi sahamnya di harga yang menggiurkan.
4. Perusahaan bergerak di industri yang tidak berkembang.
Maksud tidak berkembang disini adalah industrinya memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat. Hal ini bagus karena perusahaan dapat dengan nyaman memperbesar market share nya, karena dalam industri yang lambat akan tidak menarik bagi para kompetitor untuk mencoba masuk ke sini. Jadi hasilnya perusahaan ini bisa dengan mudah meningkatkan kinerjanya dibandingkan kinerja industrinya. (fast growing company at slow growing industry).
5. Perusahaan yang memiliki ceruk (niche).
Perusahaan niche adalah perusahaan favorit Lynch karena mereka beroperasi dalam bisnis dan pasar yang lebih fokus dan sederhana dengan produk yang spesifik. Semakin sederhana perusahaan nya semakin ia menyukainya. Perusahaan yang ideal salah satunya adalah perusahaan yang dapat dijalankan bahkan oleh orang bodoh sekalipun.
6. Perusahaan dengan produk yang akan terus dibeli orang
Siapa yang nggak pernah pake lakban? Ini adalah salah satu barang yang wajib ada di rumah2, di kantor2, di gudang2, dan di tempat pengiriman barang. Dari dulu, sekarang, dan di masa yang akan datang saya yakin lakban tidak akan banyak mengalami perubahan. Fungsi lakban sangat vital dalam kehidupan sehari2. Apalagi e-commerce akan semakin berkembang yang akan mendongkrak permintaan lakban.
7. Perusahaan memanfaatkan teknologi, bukan pencipta teknologi.
Peter Lynch dan juga saya lebih suka dengan perusahaan old school yang bisa memanfaatkan perkembangan teknologi, dibandingkan dengan perusahaan pencipta teknologi. EKAD memiliki komitmen untuk terus meningkatkan kapasitas produksi dan pemasarannya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
8. Perusahaan membeli sahamnya sendiri di pasar.
Jika anda perhatikan modul insider di SB, maka anda akan mendapati bahwa majority shareholder EKAD terus membeli saham perusahaan ini. Dan saya yakin majority shareholder itu dimiliki langsung oleh keluarga Bpk Judi Widjaja Leonardi yang merupakan pendiri sekaligus Direktur Utama dari EKAD. Jika orang dalam terus membeli saham perusahaan, maka itu pertanda yang baik bahwa harga sahamnya akan naik saudara2.
Itulah 8 poin yang membuat saya selalu teringat dengan EKAD. Secara aspek bisnis, perusahaan ini memiliki rantai atau proses produksi yang sederhana dan di laporan tahunan mereka menjelaskan bagaimana proses produksi tiap2 jenis lakbannya. Perusahaan ini juga pernah diliput oleh laptop si unyil dan disitu kita bisa mempelajari cara mereka membuat lakban. Secara kompetisi, perusahaan ini memiliki pesaing terdekat yaitu PT. Pitamas Indonusa yang memproduksi lakban merk Nachi. Disini letak kebingungan saya, jika saya tonton video profil dari Pitamas, perusahaan ini memiliki pabrik yang lebih bagus dan lebih luas; memiliki jaringan distribusi yang lebih besar; dan mengklaim diri mereka sebagai perusahaan terdepan di bidang pita perekat dan merupakan market leader.
Saya sungguh bingung, beberapa orang dan artikel yang pernah saya baca mengatakan bahwa EKAD yang market leader, tapi klaim dari Pitamas merekalah yang market leader. Memang mencari data market share lakban ini sangat susah. Saya gatau siapa yang market leader, tapi saya bisa melakukan riset dan pemeriksaan sendiri mengenai kualitas produk dan seberapa mudah saya menemukannya. Dan kalo saya perhatikan, lakban daimaru lebih banyak digunakan oleh orang2 disekitar saya padahal harganya lebih mahal dari nachi. Saya sempat mewawancarai beberapa pemilik toko, petugas pengiriman barang di JNE dan Tiki, dan juga kasir2 di supermarket tentang alasan mereka menggunakan lakban daimaru. Dan jawaban mereka kompak, yaitu kualitas lem-nya bagus dan proses pendistribusiannya baik. Ada juga sebagian yang menjawab “bos saya dari dulu emang selalu nyetok lakban merk ini”.
Menurut pengamatan saya, salah satu keunggulan EKAD yang tidak dimiliki oleh pesaingnya adalah basis pelanggan EKAD yang lebih ekslusif karena mereka tidak hanya menjual produknya untuk retail, tetapi juga memiliki pelanggan korporasi. Kalo anda melihat video profile EKAD di youtube, maka anda akan menemukan beberapa perusahaan2 besar yang menjadi pelanggan mereka, antara lain Coca-Cola, Unilever, Nestle, Mayora, P&G, Frisian Flag, Kalbe Farma, Transmart Carrefour, Lotte, Philip Morris, Garuda Food, Wilmar, Orang Tua Group, Ace Hardware, Unicharm dll. Sedangkan dalam videonya Pitamas, saya tidak menemukan bahwa mereka memiliki basis pelanggan korporasi, mereka lebih memamerkan tentang pasar ekspor mereka yang lebih luas. Memang secara ekspor, EKAD hanya menjual produknya untuk pasar Malaysia. Tapi ini bisa jadi merupakan suatu keunggulan, karena EKAD bisa lebih fokus untuk memperkuat dan menguasai pasar dalam negeri. Dengan fokus hanya kepada pasar lokal, produk2 lakban yang dihasilkan EKAD akan semakin dikenal oleh mayarakat Indonesia. Apalagi ke depan manajemen perusahaan terus berkomitemen untuk memperluas distribusinya ke Indonesia bagian Timur.
Selain keunggulan dalam hal basis pelanggan korporasi, EKAD juga memberikan kesempatan bagi tiap2 pelaku usaha untuk memesan lakban dengan desain sesuai kemauan pelanggan. Hal ini bisa dilakukan melalui website yang disediakan EKAD. Jadi di sana pelanggan bisa berkreasi dalam membuat lakban custom sesuai brand usahanya sendiri. Dan lagi2 hal seperti ini tidak saya temukan pada Pitamas. Keunggulan yang ketiga dan ini sangat jelas, yaitu EKAD adalah satu2 nya perusahaan pita perekat yang menjadi perusahaan Terbuka dan listing di Bursa Efek, sehingga GCG mereka lebih terjamin karena publik turut mengawasi serta reputasi mereka akan lebih mudah untuk ditingkatkan.
Bagaimana dengan manajemennya? Saya ceritakan pengalaman saya saat terakhir kali mengikuti RUPS EKAD di 2017 lalu. Dalam RUPS tersebut seluruh direksi dan komisaris perusahaan turut hadir (yaiyalah mereka cuma 5 orang), dan orang yang paling menarik perhatian saya ya siapa lagi kalo bukan Founder dan Dirutnya sendiri, yaitu Bpk. Judi W. Leonardi. Salah satu ungkapan beliau bahwa manajemen perusahaan berkomitmen untuk membagikan bahkan meningkatkan nilai pembayaran dividen kepada pemegang saham setiap tahunnya. Pak Dirut lanjut menambahkan bahwa untuk saat ini perusahaan juga sedang fokus menggunakan laba perusahaan untuk perbaikan dan penambahan kapasitas pabrik dan gudang. Karena pabrik dan gudang saat ini sudah berumur sekitar belasan tahun dan sudah overload.
Saya takjub dengan komitmen ini, padahal kita tahu bahwa EKAD ini sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga mereka masih membutuhkan banyak retained earning untuk pengembangan usaha. Dan memang payout ratio dividennya tergolong kecil, tapi perusahaan tetap berkomitmen untuk membagikan dividen. Ini adalah salah satu bukti bahwa bisnis perusahaan memang menghasilkan uang yang real dan manajemen perusahaan memiliki perhatian kepada minority shareholdernya. Dan yang uniknya lagi, meskipun payout ratio tergolong kecil dengan rata2 di bawah 20%, tapi dividend yield yang saya dapatkan saat itu sekitar 3%. Ini luar biasa, dan ini membuktikan lagi bahwa harga saham yang ditawarkan saat itu bener2 sayang untuk dilewatkan.
Ibu Lie Phing selaku direktur keuangan sekaligus sekretaris perusahaan juga menjelaskan bahwa manajemen memilih langkah yang konservatif dalam menjalankan bisnisnya yang terlihat pada struktur neraca yang kuat, penerimaan kas dari aktivitas operasi yang selalu surplus, tersedianya free cash flow bagi shareholder, dan utang bank yang sesuai kebutuhan (tidak kebanyakan). Apalagi utang bank ini dari tahun ke tahun terus menurun. Lalu manajemen tidak memproyeksikan pertumbuhan penjualan dan laba yang terlalu besar di tahun depan. Mereka akan tetap fokus memperbaiki pabrik dan gudang sambil membuat rencana jangka panjang untuk memperlebar jalur distribusi ke Papua dan Indonesia bagian timur lainnya. Jadi yang saya tangkap adalah, mereka ekspansif secara konservatif.
Perusahaan memiliki sertifikat ISO 9001:2008 yang membuktikan bahwa manajemen memiliki sistem kualitas yang bagus secara international. Selain itu, perusahaan sempat mendapatkan penghargaan Superbrands dan Top Brands yang menunjukkan kualitas merek Daimaru yang lebih bagus dibandingkan kompetitornya, lalu pernah terpilih sebagai salah satu perusahaan dari 50 perusahaan terbaik di Indonesia versi majalah Forbes Indonesia sejak tahun 2012 sampai 2017, dan penghargaan terpilih sebagai salah satu dari 30 perusahaan tangguh dari 600 perusahaan publik lainnya di Indonesia yang diberikan oleh ITB.
Sekian tulisan panjang ini, mohon maaf jika kurang berkenan. Tulisan ini tidak dibuat untuk mempengaruhi, mempromosikan atau mengajak membeli. Namun hanya opini pribadi penulis yang tidak mempunyai pengaruh terhadap harga di pasar.