@christianedbert Terkait volume ini mungkin saya harus bongkar banyak file lama. Dinamika perdagangan, atau volume transaksi, yang terjadi setiap hari memang tidak terlalu menarik perhatian saya.
Tetapi coba perhatikan fenomena ini : Pada saat terjadi koreksi besar di BEI tahun 2008 itu, tahun sebelumnya BEI mengalami salah satu kenaikan terbaiknya dalam 1 tahun. Dalam tahun 2007, IHSG meningkat 52%.
Seperti saya tulis di catatan di atas, sebelum terjadi koreksi sekarang ini, setelah Mnuchin bertemu dengan President's Working Group, tanggal 23 Desember 2008, S&P 500 naik 43% hanya dalam waktu 13 bulan saja. Tahun 2019 menjadi salah-satu tahun terbaik di bursa Amerika.
Meskipun saya tidak pasti, apakah fenomena yang sama terjadi juga di BEI, coba perhatikan gambar di bawah ini. Retail investors lazimnya berada di posisi di waktu yang salah.
Retail investors berada di pinggir lapangan menyaksikan periode kenaikan yang terjadi bertahun-tahun di bursa Amerika. Mereka tidak ikut berpartisipasi.
Krisis 2008, dimana mereka keluar dari pasar di puncak kepanikannya, telah menghancurkan dana investasi retail investors. Tidak mudah bagi mereka yang investasinya di pasar modal hilang - karena mereka menjual pada puncak kepanikan pasar - untuk kembali membeli saham di bursa. Kerugian besar itu masih menyisakan trauma di banyak retail investors.
Ketika kenaikan yang terjadi bertahun-tahun itu tidak lagi menjadi bagian dari investasinya, berita berita seperti yang dimuat dalam headlines CNBC pertengahan 2019 ; "This is now the longest US economic expansion in history" lantas membuat mereka merasa ketinggalan.
Selama ini mereka tidak ikut berpartisipasi dalam ekspansi itu, karena memilih menyimpan dananya di Bond dengan suku bunga yang rendah. Trauma krisis 2008 menjadikan mereka tidak mau terekspose kepada risiko.
Kombinasi headlines di atas, dan mungkin juga ditambah rekomendasi securities house-nya mampu menghilangkan trauma itu. Lihat Apple, harganya naik 100% dalam 1 tahun. Lihat kenaikan harga Amazon, lihat Tesla, lihat Nvidia, lihat Alphabet, lihat Virgin Galactic, setiap hari mencetak rekor baru. Perhatikan bagaimana kenaikan partisipasi itu terjadi exactly di saat yang tidak tepat.
Dan sebagaimana biasanya, apabila terjadi kepanikan, mereka "yang tidak tahu apa yang dilakukannya" dengan cepat kembali "melakukan apa yang tidak diketahuinya". Melakukan hal yang sebaliknya dari yang harus dilakukan. Ditambah dengan machine-learning trading - yang tidak memiliki emosi - trigger kepanikan itu juga menciptakan volatilitas yang sangat tinggi. Dalam pengalaman saya, saya tidak pernah melihat Volatility Index/VIX di atas 60 seperti yang saat ini terjadi. Tingginya VIX ini yang juga menjadi alasan untuk stay put and do nothing.
Tetapi saya cenderung setuju dengan yang Anda katakan, bahwa tajamnya penurunan IHSG - at least sampai closing hari ini - lebih disebabkan kecilnya bid. Dan bukan masih banyak yang mau menjual.
Boleh jadi nereka yang sering memperhatikan $BBCA yang selalu di atas Rp 30,000 atau $BBRI yang selalu di atas Ro 4,000, memasukan kedua nama itu dalam Watch List mereka. Mereka membulatkan niatnya untuk menjadi investor, kalau BCA jatuh di bawah 30,000 atau BRI jatuh di bawah 4,000.
Niat mulia ini ternyata tidak semudah yang diikrarkan, saat berbagai index di bursa turun 3-5%, dan bahkan 9% hanya dalam satu hari. Apalagi mereka yang mungkin dalam 1 tahun ini melihat harga saham lainnya (di luar kedua bank itu) yang turun puluhan persen. Ditambah berbagai berita, tidak ada lagi tersisa minat untuk melakukan pembelian.
Larangan short-selling sebetulnya juga banyak membantu IHSG untuk tidak turun lebih dalam.
Terlepas dari semua itu, karena kekhawatiran sekarang ini sudah merata, munculnya intervensi dan koordinasi yang masif, jika dilakukan, akan menghasilkan recovery yang juga sama mencengangkannya dengan koreksi yang saat ini terjadi.
Disclaimer On.