$IHSG APA YANG TERJADI DALAM 1, 3, DAN 12 BULAN SETELAH ADA KOREKSI DI BEI SELAMA 20 TAHUN TERAKHIR INI?
“History doesn’t repeat itself but it does rhyme” – Mark Twain
Dalam catatan sebelumnya, dengan menggunakan data-data di pasar modal Amerika dari sejak tahun 1871, telah disampaikan, bahwa 80% dari koreksi yang terjadi di pasar modal bisa pulih kembali tidak lebih dari 1 tahun. Bahkan sepertiga dari koreksi yang terjadi, sudah kembali normal hanya dalam waktu 1 bulan.
Bagaimana dengan koreksi yang terjadi di BEI? Dengan umur BEI yang masih relatif muda, kita bisa melihat data-data historis dalam kurun waktu 20 tahun di bawah ini, ketika BEI mengalami koreksi.
Namun sebelum membahas soal ini, ada beberapa hal yang ingin saya ingatkan :
1) Adanya penyebab yang berbeda dari terjadinya sebuah koreksi, sangat mungkin menghasilkan tahapan dan masa recovery yang juga berbeda. PMI China di bulan Februari 2020, yang baru saja diumumkan, menunjukan penurunan angka yang sangat drastis (35.7), dibandingkan dengan angka PMI bulan sebelumnya (50) maupun ekspektasi pasar (46). Kontraksi kegiatan usaha sebagai akibat coronavirus ini magnitude-nya jelas sangat besar.
2) Koordinasi, serta intervensi, yang dilakukan major central banks dalam 10 tahun ini sangat efektif dalam mencegah terganggunya kestabilan perekonomian dunia. Hal ini menjadi alat yang ampuh untuk menenangkan pasar. Namun demikian, permasalahan dan penyebab yang harus dihadapi di dalam 10 tahun ini adalah soal-soal ekonomi. Kebijakan moneter – melalui ekspansi Neraca dari major word banks terbukti efektif menjawab permasalahan yang bermula dari persoalan ekonomi.
3) Coronavirus, bukanlah permasalahan moneter. Terganggunya supply-chain tidak hanya berhubungan dengan Neraca semata-mata, tetapi juga Laba Rugi perusahaan. Seperti disampaikan di butir 1, kontraksi yang ditunjukan angka PMI tentu tidak hanya mengganggu kegiatan ekonomi China saja. Indonesia, misalnya, yang 40% lebih dari nilai perdagangannya terkait dengan China, akan mengalami permasalahan Laporan Rugi Laba.
4) Kegiatan usaha – Laporan Rugi Laba – tidak hanya bisa ditangani oleh ekspansi moneter, melalui Neraca. Mungkin ini juga sebab-nya, mengapa sejauh ini kita belum mendengar adanya rencana koordinasi dan intervensi major central banks. Semuanya masih berjalan sendiri-sendiri. Kalau kita kembali ke krisis tahun 2008, hanya melalui kordinasi dengan skala G-20, yang akhirnya dapat membantu menenangkan pasar. Gangguan supply chain – tidak hanya bisa ditangani dengan ekspansi moneter saja, tetapi harus dibarengi ekspansi fiskal.
Mari kita lihat koreksi seperti apa yang terjadi di BEI di dalam 20 tahun ini di BEI, serta apa yang terjadi setelah koreksi (lihat gambar).
Ada beberapa koreksi besar dalam 20 tahun terakhir ini di BEI :
1. IHSG turun mencapai angka 276 pada tanggal 1 September 1998, akibat krisis keuangan Asia. Sebelum krisis 1998, IHSG mencapai angka tertingginya (725), tanggal 2 Juni 1997. Dengan demikian, peak-to-bottom, IHSG turun 62%, di dalam waktu 15 bulan.
2. Sejak mencatat angka terendahnya itu (276), IHSG berbalik dan mencapai angka tertinggi post-krisis Asia, 677, pada 1 Desember 1999. Dengan demikian, dalam waktu 15 bulan, IHSG mengalami kenaikan 245%.
3. Apabila kita menggunakan periode waktu lebih pendek, setelah koreksi September 1998, dimana IHSG tercatat di 276 (lihat 1), dalam 1 bulan berikutnya IHSG naik 9%, dan 3 bulan berikutnya naik 44%. Satu tahun setelah koreksi itu terjadi, IHSG mencapai angka tercatat 548, atau naik 98% di dalam waktu 12 bulan.
4. Dari angka tertinggi post-krisis Asia, 677 (lihat 2), krisis DotCom serta ditabraknya WTC, mengakibatkan jatuhnya IHSG sampai ke angka 358 (April 2001), terjadi koreksi sebesar 47% dalam waktu 15 bulan.
5. Setelah koreksi DotCom di atas, dan ditambah dengan mulainya euphoria awal di orde reformasi, BEI menikmati periode bullish-nya yang sangat panjang. IHSG mencapai angka 2,746, tanggal 3 Desember 2007. Terjadi peningkatan sebesar 767% dalam waktu 6.5 tahun.
6. Apabila kita menggunakan periode waktu lebih pendek, setelah IHSG terkoreksi di 358 (lihat 4), IHSG meningkat 14 % dalam satu bulan berikutnya, serta naik 24% dalam 3 bulan berikutnya. Satu tahun berikutnya, bulan April 2002, IHSG mencapai angka 534, atau meningkat 49% dalam waktu 12 bulan.
7. Setelah periode bullish yang panjang, yang menghasilkan angka kenaikan IHSG 767% dalam 6.5 tahun, Amerika kembali dilanda krisis. Kali ini, penyebabnya di sektor property, yang merupakan salah-satu krisis terbesar Amerika, dan mempengaruhi berbagai pasar dunia. Tidak terkecuali IHSG, yang harus mengalami salah-satu koreksi terbesarnya. IHSG mencapai angka 1,242 di tanggal 3 November 2008. Hanya dalam 11 bulan, IHSG turun 55%.
8. Skala krisis di Amerika ini memang sangat massif, dimana hanya dengan koordinasi dan intervensi di level G-20, situasi yang lebih buruk bisa dihindarkan. Besarnya krisis ini menghasilkan adanya berbagai kebijakan kontroversial, yang menyisakan masalahnya sampai saat ini. Salah-satunya adalah QE, money-printing policy. Kebijakan ini menghasilkan ekspansi Neraca major central banks yang sangat extreme. Mereka menjadi real player di market.
9. Peran aktif major central banks – serta fenomena low-interest rate environment – memiliki pengaruh kuat juga ke BEI. Periode 7 tahun setelah krisis 2008, merupakan tahun keemasan pasar modal, sama seperti yang dialami BEI setelah krisis tahun 2000. Setelah terpuruk sampai angka 1,242 tanggal 3 November 2008, IHSG hanya mengalami koreksi relatif kecil tahun 2011 dan 2013. Melalui koreksi-koreksi ini, IHSG akhirnya mencatat angka 5,515 pada tanggal 2 Maret 2015, atau meningkat 444% dalam waktu 6.4 tahun. Periode ini menjadi periode keemasan terbaik di BEI kedua, setelah kenaikan 767% di tahun 2001-2007.
10. Apabila kita memakai periode waktu lebih pendek, setelah IHSG terkoreksi di 1,242 (lihat 7), IHSG meningkat 9 % dalam satu bulan berikutnya, dan naik 7% di dalam 3 bulan berikutnya. Satu tahun berikutnya, bulan April 2009, IHSG mencapai angka 2,534, atau meningkat 104% hanya dalam 12 bulan setelah koreksi.
11. Berita soal turunnya pertumbuhan perekonomian di China, menjadi penyebab koreksi berikutnya, yang terjadi tahun 2015. Melemahnya angka pertumbuhan perekonomian China sempat menurunkan Dow Jones sampai 1,000 points, bahkan Shanghai Composite turun 43% hanya dalam 2 bulan. Hal ini berpengaruh juga pada IHSG, yang turun ke 4,224 tanggal 1 September 2015, menghentikan kenaikan 444% IHSG dalam 7 tahun sebelumnya. Penurunan IHSG sebesar 23% dari ketinggiannya, terjadi hanya dalam 7 bulan.
12. Koordinasi major central banks, bisa berhasil menstabilkan kondisi pasar. Kestabilan ini berpengaruh juga dalam pergerakan IHSG. Dua puluh tujuh bulan setelah koreksi tadi, IHSG akhirnya berhasil mencapai angka tertinggi dalam sejarahnya. Tanggal 19 Februari 2018, IHSG mencatat angka 6,689, naik 58%.
13. Apabila kita memakai periode waktu lebih pendek, setelah IHSG terkoreksi di 4,224 (lihat 11), IHSG naik 5.5 % di dalam satu bulan berikutnya, dan naik 8.7% dalam 3 bulan berikutnya. Satu tahun berikutnya, bulan September 2016, IHSG mencapai angka 5,365, atau naik 27% dalam 12 bulan setelah terjadinya koreksi.
14. Koreksi berikutnya terjadi tahun 2018. Pertengahan tahun 2018, pasar mulai cemas oleh kemungkinan adanya pembalikan kebijakan Fed di pertengahan tahun 2018. IHSG tidak terlepas dari imbas munculnya kekhawatiran ini. Hanya di dalam waktu 5 bulan, IHSG terkoreksi sebesar 16% dari angka tertingginya, dan tercatat di angka 5,634 pada tanggal 3 Juli 2018. Mungkin masih ada yang ingat, ketika itu saya menulis catatan di Stockbit, yang memakai judul “Ketika koreksi pasar just like music to my ears”.
15. Kekhawatiran ini berdampak sangat parah di pasar modal Amerika, sehingga bisa memaksa Fed meredakan kecemasan itu, dengan memberikan isyarat, masih akan melihat perkembangan ekonomi, sebelum menaikan suku bunga. Munculnya isyarat Fed ini, ditambah dengan belum adanya indikasi inflasi, menjadikan pasar berbalik menduga, bahwa Fed bukan hanya tidak akan jadi menaikan suku bunga, tetapi malahan bakal menurunkan suku bunga. Isyarat ini juga mempengaruhi pergerakan IHSG. Hanya dalam waktu 7 bulan setelah terjadinya koreksi di atas (lihat 14), IHSG menyentuh angka 6,548 tanggal 6 Februari 2019, naik 16%. Pasar mulai menduga-duga, bahwa rekor tertinggi IHSG di tahun sebelumnya, akan dapat terlampaui. IHSG diduga akan mencatat rekor baru pada tahun 2019. They couldn’t be more wrong.
16. Masalah politik maupun keuangan dalam negeri – seperti Pilpres dan defisit ganda perekonomian – menjadikan dugaaan itu semakin menjauh. Tahun 2019 menjadi tahun yang luar-biasa baiknya bagi sejumlah pasar modal di dunia. Di BEI, terjadi hal yang sebaliknya. Selama tahun itu, IHSG tidak pernah melewati angka 6,689, angka tertingi yang pernah dicapai. IHSG turun naik dalam kisaran 5,800-6,400.
17. Tahun 2020 awal, index Amerika terus menerus mencatat rekor baru. Sebaliknya, angka IHSG terus mengalami penurunan. Penurunan ini lebih diakibatkan oleh masalah internal Indonesia, dan bukan masalah global. Meledaknya coronavirus, meskipun sudah mengakibatkan adanya koreksi, sampai akhir Minggu ke-III 2020, tidak sampai membuat IHSG turun di bawah nilai 5,800-5,900. Thanks to Bank BRI/Bank BCA, yang mewakili sekitar 20% Market Cap di BEI, yang harganya masih stabil. Melihat koreksi harga-harga saham di luar kedua Bank ini, seharusnya di Minggu ke-III/Feb 2020 itu, Index sudah berada di bawah 5,300-5,400. IHSG yang masih tertahan di 5,800-5,900 tidak mencerminkan besaran koreksi yang sudah terjadi di BEI pada saat itu.
18. Ketika penyebaran virus itu semakin meluas, pada minggu ke-4 kita menyaksikan terjadinya koreksi yang sangat cepat dan tajam di berbagai pasar dunia. IHSG juga semakin merosot, dan kehilangan sekitar 800 points, atau 13%, hanya di dalam 2 bulan, karena saham BCA dan BRI ikut mulai terkoreksi juga di minggu terakhir bulan Februari. IHSG akhirnya ditutup pada angka 5,453. Angka ini sama dengan angka IHSG yang terjadi hampir 4 tahun lalu, pada bulan Agustus 2016.
So, where do we go from here?
Apa saja yang dapat disimpulkan dari terjadinya koreksi di BEI pada 20 tahun ini?
a. Ada lima kali koreksi besar yang terjadi di BEI dengan dalam 20 tahun terakhir, di luar yang saat ini sedang terjadi di tahun 2020. Periode koreksi yang terjadi, yang dihitung dari angka tertinggi (setelah koreksi sebelumnya) sampai ke-angka bottom (untuk kemudian terjadi recovery) TIDAK ADA YANG MELEBIHI 15 bulan. Bahkan 2 koreksi terakhir, terjadinya peak-to-bottom yang terus diikuti recovery, hanya terjadi dalam periode 6-7 bulan saja.
b. Angka tertinggi terakhir (setelah koreksi sebelumnya) tercatat di tanggal 6 Februari 2019, dengan angka IHSG sebesar 6,548. Jika kita mengikuti periode peak-to-bottom yang terjadi tahun 1998 dan 2001, maka maximum masih memerlukan waktu 2-3 bulan lagi, sebelum terjadinya recovery. Namun demikian, apabila kita mengikuti periode peak-to-bottom dari 3 koreksi terakhir, maka recovery bisa segera terjadi.
c. Semakin tinggi besaran koreksi yang terjadi, semakin tinggi juga peningkatan kenaikan yang terjadi pada masa recovery. Di luar itu, dari koreksi yang pernah terjadi selama ini, 1 bulan, 3 bulan dan 1 tahun setelah koreksi, kita melihat adanya kenaikan angka IHSG yang cukup impresif.
Untuk mereka yang memiliki time-frame investasi yang panjang, long-term investors, statistik yang disampaikan itu mungkin tidak memiliki makna yang terlalu penting.
Bukan karena coronavirus tidak akan memiliki dampak apapun kepada perusahaan yang dimilikinya.
Terlepas dari besaran dampaknya, coronavirus – sama seperti perkara yang lain - menjadi masalah yang tentu harus dihadapi dan ditangani setiap perusahaan. Apakah kinerja perusahaan tahun ini, atau tahun depan, akan terganggu? Tentu saja, sangat mungkin. Permasalahan – apakah itu coronavirus atau bukan – yang bisa mempengaruhi kinerja perusahaan tentunya harus bisa diselesaikan.
Kalaupun kinerja perusahaan setahun ke depan terganggu, kita sudah mengetahui bahwa perjalanan usaha perusahaan menembus satuan-waktu yang panjang. Apakah gangguan yang terjadi dalam satu siklus operasi setahun akan membuat kelangsungan usaha perusahaan tidak bisa dipertahankan lagi?
Penurunan angka penjualan, ataupun laba, dalam satuan waktu yang pendek, sudah sering terjadi, karena permasalahan temporer. Sejauh ini, saya belum mendengar ada perusahaan yang hidup matinya hanya tergantung kepada ada atau tidaknya coronavirus. Sehingga kalau ada coronavirus, perusahaan akan mati untuk seterusnya, dan kalau tidak ada coronavirus perusahaan bisa hidup.
Terlepas dari masalah di atas – apabila kita selama ini sudah disiplin menerapkan prinsip-prinsip investasi yang benar – saya malah sepakat dengan yang dikatakan seorang investor di Amerika yang pagi kemarin mengirim e-mail ke saya “this is a lousy time to change what you’re doing”.
Kecemasan pasar atas coronavirus tentu dapat kita mengerti. Namun, tidak tepat jika hal ini menjadi alasan, untuk mengubah apa yang kita lakukan. Apalagi jika setiap keputusan investasi yang kita lakukan itu, didasarkan atas sound investment principles.
Terjadinya koreksi seperti ini, seharusnya semakin menggaris-bawahi betapa sangat pentingnya assets-allocation, position-sizing serta risk management. Stock-investing bukan hanya sekedar stock-picking saja.
Tanpa menjalani sendiri “draw-down” seperti ini, berapa banyak buku yang harus dibaca agar bisa memahami dan mengapresiasi prinsip-prinsip yang sangat penting di atas?
Disclaimer On.