Berpikir Independen
Suatu pagi di puncak Lawang, Kabupaten Agam, saya kongkow bersama dengan seorang paman. Menikmati suasana pagi sambil ngopi dan indahnya pemandangan Danau Maninjau di bawah sana, kami pun asik mengobrol banyak hal. Paman saya ini seorang pengusaha sukses, usaha2nya terus berkembang yang terdiri dari usaha tour travel, restoran, hotel, dan ritel. Setiap saya berkunjung restoran miliknya, saya sangat merasakan suasana hangat dan semangat yang luar biasa dari para pegawainya dan para pelanggannya pun cukup ramai. Saya pun bertanya kepada paman, apa sih rahasianya? kok bisa usahanya sukses dan berkah begini? pegawainya bener2 bekerja dengan semangat dan tulus.
Lanjut dia mulai ingin bercerita sambil menegakkan sandarannya dan mengambil sebatang rokok Sam Soe dari bungkusnya lalu membakarnya dan ngepul. Lalu dia bilang begini, “kamu tahu dan pernah dengar salah satu pepatah orang Minang yang berbunyi: taimpik nak diateh, takuruang nak dilua?” (artinya: terhimpit maunya di atas, terkurung maunya di luar). Lalu saya jawab, ya saya tahu dan itu adalah salah satu filosofi favorit saya dalam menjalankan kehidupan ini. Dia lanjut bertanya, “apa yang kamu tahu?”. Lalu saya jawab panjang kira2 begini:
“Begini mak (panggilan paman dalam bahasa minang: mamak), sebenarnya pepatah ini banyak disalah artikan secara dangkal oleh banyak orang karena menggambarkan sifat yang nggak mau rugi, licik, dan pengennya menang sendiri pokoknya. Lah, gimana bisa? kok ada ya orang yang saat terhimpit tapi pengennya di atas dan saat terkurung pengennya diluar?? Culas banget sih. Begitulah kira2 pemahaman banyak orang. Padahal, jika digali lebih dalam pribahasa ini mengandung makna yang menyentuh dan positif bagi saya. Pribahasa ini mengajak kita untuk berpikir secara independen dan terus bersemangat menghadapi setiap persolan hidup. Setiap kegagalan apapun yang dialami, hendaknya membuat kita makin berusaha. Ketika kita terhimpit, kita nggak boleh terus meratapi beban yang ada di atas kita. Kalau cuma memikirkan beban, ya kita akan selalu merasa keberatan. Kita lebih baik memikirkan orang yang ada di bawah kita, orang yang tidak lebih beruntung dari kita. Di situlah akan muncul rasa syukur yang luar biasa. Lalu, frase terkurung hendak di luar ini mengajarkan kita untuk menjangkau hal-hal yang jauh berada di luar diri kita, di luar batasan kita. Hal ini sebagaimana yang dialami Tan Malaka ketika ia dipenjara, ia tetap merasa bebas. Meski badan terkurung dalam jeruji, tapi ia tetap menulis buku dan pikirannya berkelana kemana-mana. Jadi, biarpun jiwa ini terkurung di dalam raga/tubuh kita, maka cobalah untuk tetap menempatkannya di luar tubuh serta menempatkan akal dan pikiran selalu di atas jiwa kita. Jiwa boleh terkurung, tapi jangan dikekang dan membuatnya diam membisu.”
Kira2 begitulah jawaban panjang saya untuk menjawab pertanyaan si Paman, setelah cerita panjang begitu, asli tenggorokan saya sampe kering dan saya seruput deh kopi hitam nikmat asli dari ranah Minang ini. Paman saya tersenyum mendengarkan penjelasan saya tersebut, lalu dia merespon jawaban saya sambil menjawab pertanyaan saya sebelumnya:
“Pepatah ini bisa juga dikaitkan dengan sebuah teori kepemimpinan yang sarat makna dan ini telah diwariskan oleh peradaban Minang tempo dulu. Makna dari taimpik nak diateh adalah bahwa seorang pemimpin pada hakekatnya memang di atas para bawahan atau masyarakat yang dipimpin, tetapi dengan seni dan kerendahan hatinya mampu menciptakan suasana agar para bawahan/anak buah tidak merasa di bawah dan malah merasa disanjung ke atas. Para bawahan boleh terhimpit oleh berbagai kebijakan dan arahan, tapi mereka harus selalu merasa tersanjung. Jadikan mereka sebagai modal utama dalam kemajuan bisnis ini dan timbulkan perasaan senang gembira di hati mereka dalam bekerja. Selanjutnya, kata takuruang nak dilua mengandung makna sebuah metode kepemimpinan di mana bawahan atau masyarakat dikurung oleh berbagai peraturan yang dibuat pemimpin, tapi peraturan itu dibuat dengan kesepakatan dan mereka tidak merasa dipaksa. Inillah kunci suskes dan rahasia mamak dalam memajukan bisnis. Mamak ingin menanamkan rasa memiliki/sense of belonging kepada para bawahan dan melahirkan suatu model kepemimpinan yang kharismatik, yang bisa menjadi role model bagi bawahan. Sehebat apapun seorang pemimpin, apabila tidak mampu menjaga akhlakul karimah maka siap2 kekuasaannya akan tidak bertahan lama karena loyalitas orang yang dipimpin akan segera luntur seiring keegoan, kesombongan dan sikap tinggi hati pemimpin. Jika para bawahan kita merasa terjamin hidupnya, mereka dan tentu saja keluarga mereka akan terus mengirimkan doa kepada kita dan ini bagus buat kita. Rezeki akan terus mengalir, Inshaa Allah.”
Begitulah jawaban paman saya, dan setelah mendengar penjelasannya tersebut saya pun terdiam dan termenung. Saya hanyut dalam makna yang ia sampaikan. Jadi kesimpulan makna dibalik pepatah tersebut adalah; bahwa jika kita ingin survive dalam kehidupan ini, kita harus berpikir secara independen. Segala problem, masalah, penyakit, kesusahan, kesulitan yang kita alami itu tergantung kepada bagaimana pikiran kita. Kita boleh hidup sederhana secara materi, tapi kita harus bisa berpikir jernih dan terus bersyukur sehingga kita bisa terus merasa berkecupan. Kita boleh bekerja terbelenggu waktu, tapi kita harus olah pikiran kita agar kita bisa terus merasa bebas dan bahagia.
Paham ya? Oke saya contohkan dengan konsep yang dicetuskan Robert Kiyosaki. Anda mungkin pernah dengar atau membaca konsep kuadaran kiri yang terdiri dari para pegawai dan profesional, dan kuadaran kanan yang terdiri dari business owner dan investor. Istilah yang lebih populernya: ESBI (Employee, Self-employed, Business Owner, Investor). Pesan yang ingin disampaikan konsep ini adalah jika ingin menjadi sukses dan hidup bahagia maka jangan terus berada di kuadran kiri tapi berpindahlah ke kuadran kanan. Dijelaskan bahwa kuadran kiri adalah kelompok orang yang menukar waktu dengan uang, bekerja untuk orang lain dari pagi sampai sore dan semua yang digambarkan negatif saja. Lalu diberi penjelasan bahwa jika kuadran kanan itu berbeda karena tidak perlu bekerja dari pagi sampai sore, karena sistem dan uang yang bekerja untuk mereka. Jadi seolah diciptakan ada dua kubu yang berbeda, padahal itu semua sama saja menurut saya.
Dari keempat bidang itu, baik menjadi pegawai, profesional, pebisnis, dan investor, sesungguhnya tidak ada yang paling jelek dan tidak ada yang lebih bagus. Ya, sekali lagi saya tekankan, semua itu sama saja. Kenapa?? Karena yang membuat seseorang itu sukses dan bisa menikmati hidup bukan karena ada di kuadran kiri atau kuadran kanan, tapi tergantung kebebasan pikirannya boss. Mau ada dikuadran kiri atau kuadran kanan jika pikiran anda memang tidak bisa kaya, maka ya tetap saja anda akan terus merasa miskin dan kurang. Siapa bilang bahwa menjadi pegawai tidak bisa kaya? siapa bilang para profesional tidak bisa hidup bahagia? Banyak lho yang statusnya karyawan tapi bisa menikmati hidup yang nyaman, atau para profesional juga sangat banyak yang rezekinya bagus2. Dan di sisi kanan juga tidak semua pemilik bisnis hidupnya untung, tidak semua investor bisa menjadi kaya raya. Banyak juga pemilik bisnis dan investor yang bangkrut, boncos, stress, gila, bunuh diri, masuk RSJ. Betul?. Asli, saya rada gondok ketika ada tulisan-tulisan atau perkataan yang seolah-olah menggambarkan perbedaan antara kuadran kiri dan kuadran kanan ini. Maaf ya pak Robert.
Sekarang, coba kita kaitkan independent mind ini dalam berinvestasi atau trading saham. Pernah dengar omongan orang bahwa saham itu risikonya tinggi? bisa membuat kaya mendadak dan bisa memiskinkan secara sekejap? bisa dijadikan sarana berjudi yang mengasyikkan? Harganya digerakkan oleh bandar sehingga analisis sampe mati pun gak ada gunanya?? Jika pernah dengar, lalu gimana pandangan anda? Mau itu benar atau tidak, balik lagi itu semua tergantung apa yang anda PIKIRKAN. Berpikir independen adalah salah satu kekuatan terbesar dalam diri kita. Tetapi, dalam kenyataannya banyak dari kita malah menerapkan "berpikir dependen", di mana pendapat atau keputusan kita dibentuk terutama oleh apa yang dipikirkan orang lain. Itu bukanlah cara berpikir yang independen, bahkan itu lebih mirip upaya peniruan tanpa berpikir. Di forum SB ini misalnya, sangat banyak pikiran yang beraneka ragam dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Tentunya jika kita tidak dibekali dengan independent mind, maka sangat mudah kita terbawa arus, terombang ambing bak buih2 di air bah.
Ada sebuah pelajaran penting dari Ben Graham, bahwa anda benar atau salah bukan karena orang-orang setuju atau tidak setuju dengan anda. Anda benar karena fakta-fakta dan alasan-alasan yang anda miliki adalah memang benar. Pemikiran yang bagus yang dibentuk berdasarkan fakta-fakta yang bagus, maka itulah yang membuat anda benar. Inilah inti dari pemikiran independen, menggunakan fakta dan alasan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan dan kemudian bertahan pada kesimpulan tersebut. Jika ada yang berbeda pendapat atau tidak setuju, maka diskusikan dengan kepala dingin. Jika tidak ada titik temu, maka tetaplah berpegang pada pendirian-mu, pikiran-mu sendiri yang diyakini benar.
Masih segar diingatan kita peristiwa internet bubble di akhir 1990-an dimana kepopuleran sebuah industri baru telah membangkitkan ratusan perusahaan-perusahaan Internet dan high-tech dan menciptakan ribuan jutawan baru. Dan yang menakjubkan adalah lonjakan secara masif pada harga saham dan kapitalisasi mereka. Beberapa perusahaan Internet yang baru berusia satu atau dua tahun itu bisa bernilai lebih daripada perusahaan-perusahaan dalam Fortune 500 yang sudah lama berdiri. Tidak diragukan lagi, banyak investor dan trader menikmati cuan luar biasa dalam waktu yang pendek melalui saham2 perusahaan high-tech. Ironisnya, Berkshire Hathaway tidak ikut serta ke dalam gelombang "gold rush" baru ini.
Meskipun saat itu saham perusahaan-perusahaan high-tech menghasilkan laba yang sangat besar, Buffett menolak untuk membeli selembar pun saham Internet. Konsekuensinya, Buffett dicerca banyak pihak dan dianggap tolol oleh para “pakar” investasi dan menuai kritik dari para pemegang saham. Dalam waktu satu hari penuh, media mempertanyakan kemampuan Buffett. Majalah mingguan Barron's tanggal 27 Desember 1999 menulis tajuk berita: "Warren, What's Wrong? Warren Buffett America's Most Renowned Investor, Stumbled Badly This Year. Will His Berkshire Hathaway Recover?”.
Banyak orang merasa bahwa Buffett seharusnya berinvestasi di saham-saham perusahaan high-tech, dan mereka tidak dapat memahami bagaimana dia bisa melewatkan peluang tersebut. Namun, Buffet tetap berteguh hati dan tidak bergeming. Fakta dan alasan Buffett jelas: dia tidak memahami bisnis Internet ini dan oleh karena itu dia menjauhinya saat itu. Dia tidak tahu manakah di antara perusahaan-perusahaan high-tech ini yang akan mempunyai keunggulan kompetitif jangka panjang dan sulit membayangkan bagaimana kinerja mereka 10 tahun mendatang. Dia juga percaya bahwa psikologi pasar yang irasional bertanggung jawab terhadap sebagian besar harga saham perusahaan high-tech tersebut. Dalam situasi semacam ini, dia percaya bahwa harga saham sebenarnya dibentuk oleh orang-orang yang tamak, atau paling emosional, atau paling tertekan sehingga menghasilkan harga saham yang tidak masuk akal.
Buffett merasa bahwa dia benar, karena fakta dan alasannya benar. Dia tidak merasa bahwa dia salah hanya karena hampir semua orang tidak setuju dengannya. Di kemudian hari, pemikiran independennya terbukti benar pada saat euforia tersebut lenyap dan saham perusahaan high-tech runtuh secara bersamaan. Ini yang terjadi akhirnya, kebanyakan perusahaan Internet bangkrut dan indeks Nasdaq yang sarat akan perusahaan teknologi mengalami penurunan nilai lebih dari 75 persen dan ratusan miliar dolar menguap di pasar saham. Apa yang akan terjadi seandainya Buffett mengikuti opini publik dan bergabung dalam gerombolan Internet? Peniruan tanpa berpikir terhadap pendapat orang lain ini akan sangat merugikan pada akhirnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saya pun juga menerapkan independent mind sebelum memutuskan untuk berinvestasi saham. Awalnya, saya bentuk dulu mindset saya, dan menentukan kriteria saham apa yang akan saya pilih. Sama dengan halnya Mr. Buffett, saya pun juga tertarik untuk membeli saham yang bisnisnya sederhana dan mudah dimengerti, yang produknya merupakan barang kebutuhan serta memiliki manajemen yang hebat. Ditambah saya juga tertarik pada perusahaan yang ukurannya kecil atau sedang yang tidak terlalu “populer” namun berfundamental bagus. Hasilnya, saya mulai menginisiasi pembelian $SIDO $ULTJ $SMSM $EKAD $DVLA di awal2 saya masuk bursa di akhir 2015 lalu. Dan saat itu adalah periode dimulainya kebangkitan saham batubara. Dan banyak sekali ajakan untuk membeli saham2 batubara. Tapi saya nggak terpengaruh dan enggan mengikuti arus saat itu, karena saya tidak paham bisnis batubara dan tidak bisa membayangkan kira2 10 tahun lagi gimana keadaan mereka. Saya yakin bahwa nanti ada saatnya siklusnya akan berbalik arah karena memang sektor batubara itu termasuk cyclical. Dan benar saja, awal 2019 saham2 batubara mulai rontok kembali. Memang sih, kalo saya ikutin arus dan jago untuk masuk dan keluar, saya bisa mendapatkan keuntungan yang besar diwaktu yang singkat. Namun saya tidak memiliki kemampuan untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk keluar dari saham batubara jika sudah terlanjur masuk, dan akhirnya saya memutuskan untuk do nothing.
Pelajaran apa yang bisa dipetik? Intinya adalah kita jangan membuat keputusan investasi hanya karena hal tersebut paling atau sedang populer. Jadikan cara berpikir independen sebagai aset terbesar untuk pembentukan portofolio anda, karena cerdas saja tidak cukup. Banyak orang ber-IQ tinggi justru menjadi korban keganasan pasar. Meskipun berpikir independen sedikit terkesan melawan arus, tapi ingat ya disitu ada kata “berpikir”. Jangan coba-coba menjadi investor “pelawan arus” (contrarian) tanpa berpikir. Begitu juga sebaliknya, jangan pula mengikuti arus tanpa berpikir.
Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kepanjangan