imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

IHSG - Ketika Beban Bunga Dipindahkan ke COGS: Biaya Produksi yang Dibayar dengan Waktu

Beberapa waktu lalu, saya mengamati dua perusahaan logistik. Yang satu, armadanya penuh dengan logo sendiri. Yang lain, lebih banyak truk sewaan berwarna-warni. Yang pertama bangga pada laporan laba usahanya yang gemuk. Yang kedua, manajemennya selalu mengeluh tentang beban bunga. Tapi ketika bisnis melambat, yang pertama justru terjepit lebih dalam. Mengapa?

Karena beban bunga dan biaya sewa adalah saudara kembar, dipisahkan saat lahir oleh akuntansi, tetapi bersatu kembali dalam logika ekonomi. Padahal pasar tidak pernah peduli pada akta kelahiran itu.

Buktinya? Lihat tiga perusahaan pelayaran ini. Yang berutang paling banyak justru marginnya paling “tahan banting” saat bunga dianggap sebagai biaya produksi.

Analisis ini berpegang pada satu kebenaran sederhana: bunga bukanlah sekadar angka di laporan keuangan, melainkan biaya produksi yang dibayar dengan waktu. Dan seperti semua biaya waktu, ia baru terasa mahal ketika pendapatan melambat.

Ada anggapan umum bahwa perusahaan dengan Debt to Equity Ratio (DER) tinggi akan terlihat jauh lebih buruk marginnya jika beban bunga diperlakukan sebagai bagian dari Cost of Goods Sold (COGS).
Logikanya sederhana: makin besar utang, makin besar bunga, maka gross profit margin (GPM) seharusnya runtuh lebih tajam. Namun data justru menunjukkan hal yang tidak sesederhana itu.

Dalam beberapa kasus, perusahaan dengan DER rendah justru mengalami penurunan GPM yang lebih dalam ketika beban bunga dimasukkan ke COGS, dibanding perusahaan dengan DER lebih tinggi. Ini terlihat kontradiktif sampai kita menelusuri struktur aset dan cara perusahaan menggunakan faktor produksinya.
====================

1. Aset Milik Sendiri vs. Aset Sewa: Beban yang Tidak Pernah Hilang, Hanya Berganti Nama
Perusahaan dengan DER rendah umumnya telah memiliki sebagian besar aset operasionalnya sendiri. Konsekuensinya, mereka memang memiliki beban sewa yang kecil, tetapi sebagai gantinya menanggung:
• depresiasi yang besar, dan
• biaya perawatan aset yang terus berjalan.

Sebaliknya, perusahaan dengan utang lebih besar sering kali belum sepenuhnya memiliki aset, sehingga lebih banyak menggunakan skema sewa. Biaya pemakaian aset tersebut, antara lain: sewa kapal, sewa alat, spot charter, yang langsung dicatat sebagai COGS. Di sinilah kuncinya: "beban bunga" muncul karena perusahaan memilih "membeli aset dengan utang", alih-alih menyewa.

Jika aset yang sama disewa, tidak ada bunga, tetapi seluruh biaya pemakaiannya tetap masuk ke COGS. Maka secara ekonomi, bunga adalah biaya pemakaian aset, hanya saja dibungkus dengan label “beban keuangan”.
===================

2. Mengapa Beban Bunga Layak Diperlakukan sebagai COGS
Agar analisis antarperusahaan menjadi sebanding, kita tidak bisa membiarkan satu perusahaan mencatat “sewa aset” di COGS, sementara perusahaan lain mencatat “sewa modal” (bunga) di bawah EBIT.

Penyesuaian ini bukan untuk menentang standar akuntansi modern, melainkan untuk melengkapinya dari sisi ekonomi. Jika PSAK 73 memindahkan beban sewa ke neraca dan memecahnya menjadi depresiasi serta bunga agar struktur pendanaan terlihat lebih eksplisit, analisis ini justru bergerak ke arah sebaliknya. Kita mendaki ke atas, menyeret beban bunga kembali ke dalam COGS.

PSAK 73 merapikan laporan, tetapi tidak mengubah kenyataan ekonomi: aset tetap menuntut bayaran, entah ia disebut sewa, depresiasi, atau bunga. Neraca bisa berubah bentuk, tetapi arus kas tidak pernah berubah watak.

Mengapa? Karena jika tujuannya adalah mengukur profitabilitas operasional yang sesungguhnya, maka:
• perusahaan yang membeli aset dengan utang harus memperlakukan bunga sebagai COGS,
• sebagaimana perusahaan yang menyewa aset membebankan seluruh biaya sewanya ke COGS.

Menempatkan bunga sepenuhnya di luar COGS memang sah secara akuntansi, tetapi keliru secara filosofi ekonomi. Ia memisahkan biaya pemakaian aset dari proses penciptaan pendapatan, padahal keduanya tidak terpisahkan.
=======================

3. Bunga: Utang yang Bersuara kepada Waktu
Dalam esai sebelumnya kita bicara tentang depresiasi sebagai “utang bisu kepada waktu”, konsumsi aset masa depan. Bunga adalah “utang yang bersuara” kepada waktu yang sama. Ia adalah harga yang kita bayar untuk meminjam waktu uang orang lain guna memiliki aset hari ini.

Dengan memindahkan bunga ke COGS, kita pada dasarnya mengakui: biaya untuk memiliki sekarang dan membayar nanti adalah bagian intrinsik dari biaya menciptakan barang atau jasa. Ia bukan biaya administrasi keuangan; ia adalah biaya produksi yang dibayar dengan waktu.
================================

4. Cara Membongkar Ilusi Ini
Untuk melihat lebih jernih hubungan antara bunga dan biaya produksi, lakukan empat langkah sederhana:
• Ambil angka beban bunga dari laporan laba rugi. Di sinilah biaya waktu pertama kali terlihat.
• Tambahkan ke COGS, lalu hitung ulang gross profit dan gross profit margin (GPM). Di titik ini, ilusi mulai retak.
• Identifikasi komponen sewa operasional dalam COGS (jika ada), dan bandingkan besaran bunga dengan beban sewa.
• Ajukan pertanyaan kunci: jika perusahaan ini menyewa semua asetnya (tanpa utang), apakah biaya sewanya akan mendekati total bunga dan sewa saat ini?
==========================

5. Apa yang Terjadi Setelah Penyesuaian?
Mari kita terapkan pisau bedah ini pada tiga perusahaan pelayaran. Meski satuan mata uang berbeda (IDR dan USD), fokus kita adalah pada "persentase" perubahan agar perbandingan tetap setara secara proporsional. Menggunakan laporan keuangan per September 2025, hasilnya justru membalik intuisi umum.

$HAIS : Bisnis dengan Beban Sewa (Spot Charter) Tinggi
Dengan DER 78,4% dan GPM awal 24%, setelah beban bunga (Rp20,15 miliar) dimasukkan ke COGS, GPM hanya turun menjadi 21%. Penurunan ini relatif kecil karena struktur COGS HAIS sejak awal sudah didominasi oleh beban sewa (41%).

Akibatnya, saat penjualan turun 14%, HAIS dapat segera menurunkan beban sewanya dengan mengembalikan aset sewa kepada pemiliknya. Beban COGS ikut turun secara proporsional, sehingga net profit margin (NPM) hanya menyusut dari 12% menjadi 10%.

Di HAIS, margin memang lebih rendah sejak awal, tetapi ia tidak rapuh, karena biayanya mengikuti nafas pendapatan.

$TPMA & $PSSI : Jebakan Biaya Tetap
Jika HAIS memiliki fleksibilitas karena skema sewa, TPMA dan PSSI menunjukkan sisi lain koin: dominasi aset milik sendiri dengan operating leverage tinggi. Hal ini tercermin dari porsi biaya sewa yang jauh lebih kecil, masing-masing 13% dan 16% dari COGS.

Pada TPMA (DER 85,9%), penyesuaian bunga menyebabkan GPM turun dari 30% menjadi 24%. Saat penjualan turun tipis 6%, NPM menyusut dari 23% menjadi 19%.
TPMA berdiri di tengah: belum cukup lentur untuk kebal, tapi belum cukup kaku untuk runtuh seketika.

Namun efek paling dramatis terlihat pada PSSI. Dengan struktur biaya yang kaku (DER rendah 16,3%), penyesuaian bunga membuat GPM turun dari 12% menjadi 9%. Penurunan pendapatan sebesar 29% menghempaskan laba bersih hingga 89%, menjatuhkan NPM dari 23% menjadi 4%. Di titik ini, margin yang semula tampak gagah kehilangan pelindungnya.
Di PSSI, masalahnya bukan utang, melainkan aset yang tidak mau menunggu.

Tiga perusahaan, tiga struktur biaya, dan satu pelajaran yang sama: fleksibilitas selalu lebih berharga daripada margin yang tampak indah di atas kertas.
============================

6. Ilusi Margin Tinggi: Laba Akuntansi vs. Daya Tahan Ekonomi
Margin tinggi sering kali hanyalah fatamorgana akuntansi yang menutupi kekakuan struktur biaya. Dalam laporan keuangan, aset milik sendiri terlihat memberikan margin yang “gagah” karena biaya sewa absen dari COGS. Namun kebanggaan ini dibangun di atas pondasi yang tidak fleksibel.

Depresiasi tidak pernah menunggu order, dan bunga bank tidak peduli apakah kapal sedang sandar atau berlayar. Saat volume menyusut, perusahaan dengan aset kaku terjebak dalam metabolisme tinggi yang harus terus diberi makan meski pendapatan mengering. Di sinilah laba akuntansi dikalahkan oleh daya tahan ekonomi.

Perusahaan berbasis sewa mungkin menerima margin yang lebih rendah di masa jaya, tetapi mereka sebenarnya sedang membeli proteksi: kemampuan untuk mengecilkan ukuran biaya secepat pendapatan menyusut. Ketahanan lintas siklus jauh lebih berharga daripada margin besar yang hancur saat badai datang.
=====================================

7. Ilusi Beban Bunga: Ketika Sewa Modal Disembunyikan
Secara laporan, bunga diletakkan di bawah EBIT, seolah ia bukan bagian dari operasi. Namun secara ekonomi, bunga adalah biaya sewa atas faktor produksi bernama modal. Dua perusahaan bisa menjalankan bisnis yang identik: yang satu menyewa armada, yang lain membeli dengan utang. Secara substansi keduanya sama, namun secara laporan, yang kedua tampak lebih “efisien”. Di sinilah ilusi itu bekerja.
===================================

8. Penutup: Metabolisme Biaya yang Jujur
Menggeser bunga ke COGS adalah operasi bedah untuk menemukan jantung biaya produksi. Perusahaan dengan aset sendiri ibarat atlet dengan gym pribadi, biayanya tetap mengalir meski ia cedera. Perusahaan berbasis sewa seperti atlet langganan gym, bisa berhenti membayar saat kondisi memaksa.

Dalam ekonomi yang berdenyut, laba sejati bukan apa yang tersisa sebelum bunga dibayar, melainkan apa yang tersisa setelah seluruh alat produksi, termasuk modal pinjaman pada PSSI, TPMA, maupun HAIS, dibayar sewanya. Akuntansi boleh memisahkan bunga dari produksi.

Dan pada akhirnya, pasar tidak menghukum perusahaan karena salah mencatat,
melainkan karena terlalu lama percaya bahwa dengan siapa pun waktu bisa dinegosiasikan.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy