Pencatatan Luas Lahan JIIPE yang Misterius di $AKRA
Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345
JIIPE di Laporan Keuangan AKRA ini dicatat dengan cara yang membingungkan. Manajemen AKRA tidak mau disclose semua informasi di Laporan Keuangan padahal itu esensial. Investor dikasih angka luas JIIPE hanya 273,9 hektar untuk akun properti investasi dengan nilai wajar Rp2,62 triliun, tapi untuk lahan JIIPE di akun persediaan tanah kawasan industri senilai Rp6,11 triliun justru tidak dikasih angka luas hektarnya. Sedangkan lahan JIIPE di akun Pelabuhan laut dalam seluas 400 hektar malah duduk di entitas asosiasi, jadi dari kacamata laporan konsolidasian, bagian paling strategisnya tidak tampil utuh sebagai aset yang bisa dipetakan. Akibatnya, JIIPE tampak seperti proyek yang hanya segitu luasnya, padahal angka-angka besar justru berada di keranjang yang tidak memberi tahu investor tentang peta luas JIIPE yang sebenarnya. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ada kapitalisasi bunga Rp277,5 miliar dengan tingkat 8,23% yang menambah nilai persediaan, tetapi tanpa informasi luas dan fase, investor sulit menilai apakah ini investasi produktif atau sekadar numpuk biaya. Kalau tujuan investor adalah menilai valuasi kawasan, transparansi luas lahan per kategori itu kunci, karena seluruh cerita Rp per m2 dan kapasitas jual masa depan bertumpu di sana. Dengan disclosure yang setengah-setengah begini, investor dipaksa menebak, dan tebak-tebakan adalah resep paling cepat bikin market salah harga. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Secara bisnis, JIIPE sebenarnya punya story yang sangat kuat. Ini kawasan industri terintegrasi pertama di Indonesia yang menggabungkan pelabuhan laut dalam, kawasan industri, dan residensial di Gresik, Jawa Timur. Pengelolanya adalah PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera (BKMS) yang menjadi anak usaha, dan statusnya sudah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lewat Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2021. Status KEK itu bukan kosmetik, insentif dan kemudahan operasional biasanya jadi magnet untuk tenant besar, terutama yang sensitif biaya logistik dan energi.
Struktur kepemilikannya juga menjelaskan kenapa laporan terasa seperti puzzle. Kawasan industri dioperasikan BKMS dengan kepemilikan AKRA 60% melalui entitas anak UEPN, sedangkan 40% dimiliki anak usaha Pelindo. Pelabuhan laut dalam dioperasikan PT Berlian Manyar Sejahtera (BMS) yang statusnya entitas asosiasi dengan porsi AKRA 40%, dan pelabuhannya mencakup 400 hektar di Selat Madura. Di atas kertas, ini terlihat cantik. Tapi di laporan keuangan, ini malah bikin pembaca awam sering salah tangkap, karena BKMS dikonsolidasi penuh sedangkan BMS tidak, padahal pelabuhan adalah faktor pembeda utama JIIPE dibanding kawasan industri lain.
Sumber kebingungan terbesar tetap di cara AKRA memecah lahan menjadi dua dunia akuntansi. Dunia pertama adalah properti investasi seluas 273,9 hektar, dengan 193,5 hektar sudah disewakan ke anchor tenant dan 80,4 hektar jadi cadangan. Total nilai wajarnya Rp2.625.637.708.000 atau Rp2,62 triliun. Dari sini investor bisa hitung harga rata-rata implisit sekitar Rp958.611 per m2, yang ekuivalen sekitar Rp9,59 miliar per hektar. Ini angka yang enak dibaca dan terasa seperti harga pasar. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dunia kedua adalah persediaan tanah kawasan industri. Nilainya Rp4,53 triliun sebagai aset lancar dan Rp1,58 triliun sebagai aset tidak lancar, total Rp6,11 triliun. Tetapi luas hektarnya tidak disebutkan secara eksplisit. Ini masalah besar, karena Rp6,11 triliun tanpa hektar itu seperti investor dikasih harga gudang tanpa dikasih tahu luas gudangnya. Di titik ini, investor wajar curiga, karena informasi luas landbank adalah elemen paling esensial untuk menilai runway penjualan lahan dan potensi recurring income utilitas.
Untungnya, dari angka yang tersedia, investor masih bisa bikin estimasi kasar untuk membongkar apa yang tidak disajikan. Nilai buku properti investasi disebut Rp1.816.567.520.000, luasnya 2.739.000 m2, sehingga harga perolehan rata-rata sekitar Rp663.223 per m2. Kalau investor pakai asumsi harga perolehan per m2 yang sama untuk persediaan tanah, maka Rp6.117.466.931.000 dibagi Rp663.223 per m2 menghasilkan sekitar 9.223.848 m2, atau sekitar 922,4 hektar. Ini bukan angka kecil, ini lebih dari 3 kali luas properti investasi 273,9 hektar. Dan ini baru keranjang persediaan, belum memasukkan pelabuhan 400 hektar yang ada di asosiasi. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di sini kelihatan betapa besar gap persepsi yang diciptakan oleh cara penyajian. Kalau investor hanya melihat properti investasi 273,9 hektar, JIIPE terasa sangat mungil. Tapi kalau estimasi persediaan sekitar 922,4 hektar itu mendekati kenyataan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, mayoritas runway lahan ada di akun persediaan. Catatan pentingnya, estimasi ini bisa meleset karena persediaan tanah juga mengandung biaya pengembangan dan kapitalisasi bunga Rp277,5 miliar, jadi nilai per m2 persediaan bisa lebih tinggi dari Rp663.223 per m2. Tetapi justru karena ada komponen biaya seperti itu, manajemen seharusnya makin punya alasan untuk disclose luas dan fase pengembangan, supaya investor bisa memisahkan mana biaya tanah, mana biaya pembangunan, dan mana biaya dana bunga utang.
Kalau investor mau lebih kreatif lagi, ada permainan valuasi yang terlihat jelas dari dua angka per m2 tadi. Harga perolehan properti investasi sekitar Rp663.223 per m2, sedangkan nilai wajarnya sekitar Rp958.611 per m2, selisihnya sekitar Rp295.388 per m2 atau sekitar 44,54% lebih tinggi dari biaya perolehan. Kalau investor iseng mengalikan nilai wajar Rp958.611 per m2 ke estimasi luas persediaan 9.223.848 m2, maka nilai pasar kasarnya bisa sekitar Rp8,84 triliun. Bandingkan dengan nilai buku persediaan Rp6,11 triliun, ada potensi uplift sekitar Rp2,72 triliun secara sangat kasar. Ini bukan klaim nilai wajar resmi untuk persediaan, ini hanya menunjukkan bahwa menyembunyikan angka hektar membuat investor sulit menangkap besarnya optionality yang mungkin ada. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sekarang lihat performanya, karena ini yang membuktikan JIIPE bukan sekadar cerita landbank. Pada 9M 2025, pendapatan penjualan tanah Rp589,7 miliar. Pendapatan listrik dan utilitas Rp525,6 miliar, melonjak dari Rp175,7 miliar pada 9M 2024, naik sekitar 199,15%. Pendapatan sewa Rp149,4 miliar. Total tiga mesin pendapatan ini Rp1,26 triliun, dan recurring income dari utilitas plus sewa sudah sekitar 53,37% dari total tersebut. Ini titik balik, karena investor biasanya menilai kawasan industri sebagai bisnis jual tanah yang siklusnya tidak stabil, sementara JIIPE sedang berubah menjadi bisnis tagihan bulanan yang skalanya bisa tumbuh eksponensial seiring bertambahnya tenant dan naiknya aktivitas produksi.
Laba segmennya ikut menegaskan. Kontribusi laba operasional segmen kawasan industri Rp391,8 miliar pada 9M 2025, naik dari Rp322,2 miliar pada 9M 2024, naik sekitar 21,60%. Nilai aset segmen kawasan industri Rp13,18 triliun. Kalau investor hitung kasar, laba operasional 9 bulan Rp391,8 miliar dibanding aset segmen Rp13,18 triliun menghasilkan sekitar 2,97% untuk periode 9 bulan. Angka ini bukan rasio resmi, tetapi cukup menunjukkan bahwa aset besar sedang diubah menjadi mesin laba yang makin lama makin berbasis recurring income, bukan cuma one-off. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bagian strategi ke depan juga tidak main-main. Ada Letter of Intent dengan Sichuan Hebang Biotechnology untuk pabrik kimia di lahan 67 hektar dengan estimasi investasi US$800 juta. Tenant seperti ini biasanya tidak cuma beli tanah, tetapi menjadi sumber beban utilitas yang besar dan stabil, sehingga mempertebal recurring income. BKMS juga mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) seluas 1,6 hektar sebagai jantung energi kawasan, dan aset ini dipakai sebagai jaminan pendanaan syariah di Bank Permata. Ini menguatkan narasi bahwa JIIPE adalah kota industri yang punya perusahaan utilitas sendiri, bukan sekadar developer kavling.
Sisi pendanaan dan struktur aset juga perlu dibaca tanpa ilusi. Pengembangan dibiayai lewat fasilitas perbankan, termasuk struktur syariah Bank Permata $BNLI dengan model Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) untuk fasilitas limbah, air bersih, dan gedung kantor. BKMS juga punya fasilitas dari $BBNI dengan total penarikan lebih dari Rp3,1 triliun untuk refinancing pinjaman pemegang saham dan pihak ketiga, dijamin dengan lahan kawasan dan pengalihan piutang. Ini bukan masalah, ini konsekuensi proyek besar. Masalahnya muncul ketika disclosure tentang luas persediaan, fase, dan pricing tidak cukup, sehingga investor tidak bisa mengukur apakah leverage dan biaya dana tersebut dikompensasi oleh runway lahan dan pertumbuhan recurring income yang memadai. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di luar JIIPE, AKRA memang punya jaringan tanah dan hak atas tanah yang mendukung distribusi, mulai dari terminal tangki dan kantor di Medan, Palembang, Lampung, Ciwandan, Bandung, Semarang, Pontianak, Balikpapan, Banjarmasin, Stagen, Muara Teweh, Manado, Morowali, dan Bali, dengan kantor cabang utama di Surabaya. Ada juga sewa jangka panjang lahan pelabuhan seperti Tanjung Priok sampai 2034, Tanjung Perak sampai Agustus 2030, serta perjanjian sewa tanah jangka panjang sampai 2038 di Jakarta dan Surabaya. Nilai biaya perolehan hak atas tanah konsolidasian Rp702,87 miliar, dan sekitar 2,22% luas tanah masih proses balik nama. Semua ini memperjelas, AKRA tidak miskin aset fisik, hanya saja cara penyajiannya membuat investor harus kerja ekstra untuk menyatukan peta.
Jadi JIIPE adalah aset strategis yang sedang berevolusi dari jual tanah menjadi recurring income, dan angka 9M 2025 sudah menunjukkan perubahan itu lewat utilitas Rp525,6 miliar yang hampir menempel penjualan tanah Rp589,7 miliar. Tetapi cara disclosure lahan, terutama tidak adanya angka luas hektar untuk persediaan Rp6,11 triliun, membuat investor susah menilai seberapa panjang runway sebenarnya. Estimasi kasar yang memakai harga perolehan properti investasi menghasilkan indikasi sekitar 922,4 hektar persediaan, yang kalau benar, berarti JIIPE jauh lebih besar daripada yang terlihat di ringkasan. Jadi persoalannya bukan apakah JIIPE bagus atau tidak, persoalannya apakah laporan memberi investor bahan yang cukup untuk menilai JIIPE tanpa harus menebak-nebak.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/2

