$AGRS Kenaikan harga saham PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) yang hanya sekitar 8% secara Year-to-Date (YTD) hingga Desember 2025 dipengaruhi oleh kombinasi antara faktor internal perusahaan, kondisi makroekonomi, dan dinamika pasar modal Indonesia.
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan pergerakan harga saham AGRS cenderung terbatas:
1. Penurunan Laba Bersih di Kuartal III 2025
Meskipun AGRS mencatatkan kinerja positif di awal tahun, laporan keuangan terbaru menunjukkan adanya perlambatan. Laba bersih perusahaan pada Kuartal III 2025 tercatat sebesar Rp160,3 miliar, turun dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp170,0 miliar. Penurunan laba ini sering kali menjadi sentimen negatif bagi investor karena mengindikasikan tekanan pada profitabilitas.
2. Efek Dilusi Pasca Rights Issue
AGRS sempat melakukan aksi korporasi berupa rights issue besar pada tahun 2024. Penambahan jumlah saham yang beredar menyebabkan terjadinya dilusi EPS (Earning Per Share). Jika pertumbuhan laba tidak mampu mengimbangi jumlah saham baru yang beredar, harga saham cenderung sulit untuk naik secara signifikan karena nilai per lembar sahamnya dianggap lebih rendah oleh pasar.
3. Sentimen Pasar Modal (IHSG) yang Tertekan
Tahun 2025 merupakan tahun yang cukup menantang bagi pasar saham Indonesia. IHSG sempat mengalami guncangan cukup dalam (turun hingga 7% pada Maret 2025) akibat beberapa faktor eksternal:
Defisit APBN: Kekhawatiran pasar terhadap kondisi fiskal negara.
Tekanan Suku Bunga: Kebijakan moneter yang ketat membuat investor lebih selektif dalam memilih saham sektor perbankan, terutama bank lapis kedua (mid-small cap) seperti AGRS.
4. Likuiditas dan Minat Investor
Secara teknikal, pergerakan AGRS di tahun 2025 cenderung berada dalam fase konsolidasi (sideways). Volume perdagangan yang tidak terlalu besar menunjukkan bahwa saham ini belum menjadi fokus utama pelaku pasar (kurang likuid) dibandingkan bank-bank besar (Big Banks) atau sektor lain yang sedang tren.
5. Strategi Konservatif Perusahaan
Meskipun penyaluran kredit tumbuh cukup agresif (mencapai 31,7% yoy per Juni 2025), perusahaan juga fokus pada penguatan modal inti dan mitigasi risiko. Langkah ini baik untuk kesehatan jangka panjang bank, namun dalam jangka pendek sering kali membuat pertumbuhan harga saham menjadi lebih stabil atau "lambat" karena pasar masih menunggu bukti efisiensi dari modal baru tersebut.