$RGAS vs $CGAS: Sama-sama Tempel Nama Gas Tapi Beda Nasib
Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345
RGAS dan CGAS sama-sama IPO kurang dari 5 tahun, sama-sama punya ekor kode ticker GAS, tapi jangan sampai dianggap kalau mereka itu masih saudara sama $PGAS. Sama-sama pakai nama GAS tapi beda marga. CGAS lahir jauh lebih tua, berdiri 21 Desember 2005, lalu baru IPO 8 Januari 2024, jedanya 18 tahun 18 hari, ini tipikal perusahaan yang matang dulu baru jual cerita ke publik. RGAS kebalik, berdiri 28 November 2018, mulai komersial 2019, lalu listing 8 November 2023, jedanya cuma 4 tahun 11 bulan 11 hari, ini tipikal perusahaan yang cepat naik ring demi modal. Kalau investor cuma fokus ke kata gas, investor akan menyamakan valuasi, padahal rantai nilainya beda. CGAS main di perdagangan dan distribusi gas alam dan gas buatan, uangnya keluar masuk lewat volume penjualan gas yang berulang. RGAS main di jasa penunjang industri gas, EPC (engineering procurement construction), perdagangan, manufaktur, uangnya datang dari proyek, barang dagangan, dan eksekusi lapangan. Di atas kertas, CGAS terlihat lebih besar omzetnya, tapi RGAS justru terlihat lebih kuat memegang kas dari operasional. Jadi pertanyaan yang benar bukan siapa lebih mirip, tapi siapa yang mesin uangnya lebih jujur dan siapa yang risikonya lebih tersembunyi. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau ukur skala pakai pendapatan Q3 2025 atau 9M (9 months) 2025, CGAS masih di depan. Pendapatan CGAS Rp426,65 miliar, growth +13,5%, dengan gross profit margin 16,9% dari laba kotor Rp72,38 miliar. RGAS pendapatannya Rp175,2 miliar, growth sekitar +232% karena basis tahun lalu kecil Rp52,7 miliar, dan gross profit margin sekitar 14% dari laba bruto Rp24,5 miliar. Ini bikin gambar besarnya jelas. CGAS itu pedagang gas yang sudah relatif stabil growth-nya, sementara RGAS itu emiten muda yang lagi ngebut mengejar skala, tapi baru tahap awal membuktikan bahwa pertumbuhan pendapatan bisa berubah jadi pertumbuhan laba yang sepadan.
Mesin bisnisnya juga beda napas. CGAS lebih lurus, jual gas itu mesin recurring utamanya, total penjualan gas menyumbang Rp393,72 miliar sebagai sumber pendapatan berulang, dan mereka tidak punya pelanggan tunggal yang kontribusinya di atas 10% pendapatan, jadi dari sisi sebaran customer terlihat lebih aman. Tapi CGAS punya sisi rapuh yang sering diabaikan investor, ketergantungan vendor. Pembelian gas dari PT Bayu Buana Gemilang sebagai pemasok utama mencapai Rp194,18 miliar, ini lebih dari 10% total pembelian, dan sifatnya pihak berelasi. Dalam bisnis distribusi, konsentrasi pemasok seperti ini bisa jadi kekuatan kalau harga dan pasokan terkunci, tapi bisa juga jadi risiko kalau margin ditekan atau terms berubah. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
RGAS justru kebalik. RGAS ngakunya tidak punya vendor tunggal yang mendominasi mereka, tapi mereka punya ketergantungan pelanggan yang sangat ekstrem, PT Pertamina Patra Niaga menyumbang 64,91% dari total penjualan. Ini dua sisi mata uang. Kalau relasinya kuat dan kontraknya jalan, revenue bisa meledak, dan itu yang terlihat di 9M 2025. Tapi begitu order melambat atau pola pembelian berubah, impact ke pendapatan dan utilisasi tim bisa langsung terasa. Jadi CGAS lebih rentan dari sisi vendor, sedangkan RGAS justru lebih rentan dari sisi customer. Investor tinggal pilih, takutnya ke mana.
Sekarang bagian yang paling menentukan fundamental, kualitas laba dan kualitas kas. CGAS mencetak laba neto yang sangat kecil untuk ukuran bisnis gas, cuma Rp9,89 miliar, tapi CFO (cash flow from operations) malah lebih kecil lagi, hanya Rp808,07 juta. Ini sinyal klasik bahwa laba akuntansi belum benar-benar mendarat ke kas, biasanya karena piutang dan uang muka naik. Padahal secara operasional CGAS terlihat efisien, karena waktu tagih piutang atau DSO (days sales outstanding) hanya sekitar 37 hari, waktu putaran persediaan stock opname atau DI (days inventory) sekitar 7 hari, dan waktu bayar tagihan vendor atau DPO (days payable outstanding) sekitar 36 hari, sehingga waktu putaran kas modal-nya atau CCC (cash conversion cycle) sekitar 8 hari. Siklus kasnya tidak jelek, tapi kenyataannya, kas operasional malah tetap tipis. Sangat anomali. Itu artinya, di periode ini ada tekanan modal kerja atau timing penerimaan kas yang membuat laba CGAS terasa seperti janji Joni, bukan uang tunai.
RGAS kebalikannya, dan ini poin yang bikin banyak investor harusnya berhenti menyamakan keduanya. CFO RGAS Rp17,95 miliar, jauh lebih besar dari laba tahun berjalan Rp4,0 miliar. Ini pola laba yang justru lebih konservatif dan lebih sehat, apalagi CAPEX (capital expenditure) RGAS kecil, mereka melakukan penambahan aset tetap hanya Rp1,1 miliar, sehingga FCF (free cash flow) kasar sekitar Rp16,4 miliar. Secara kas, RGAS justru terlihat jauh lebih bertenaga daripada CGAS. Tapi investor jangan terlalu cepat senang, karena struktur siklus kas RGAS terlihat lebih berat. DSO sekitar 38,5 hari, DI sekitar 23,7 hari, dan yang paling nyolok DPO cuma sekitar 3,8 hari, CCC sekitar 58,4 hari. RGAS membayar pemasok super cepat, sementara tagihan ke pelanggan baru cair belakangan. Hari ini CFO bisa bagus, tapi kalau pertumbuhan makin besar tanpa perbaikan terms pembayaran, kebutuhan modal kerja bisa ikut membesar dan itu bisa menggerus kas di kuartal berikutnya. Jadi RGAS menang kas saat ini, namun model modal kerjanya belum senyaman bisnis distribusi yang bisa menunda bayar pemasok. Itu artinya vendor RGAS lebih ganas tagih duit sedangkan RGAS sendiri takut tagih pelanggan. Jadi RGAS kena gencet di tengah. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari sisi ekspansi dan ketergantungan pembiayaan, jaraknya makin kelihatan. CGAS di 2025 menarik fasilitas baru dari BJB Syariah Rp15,5 miliar dan BSI Rp10 miliar, utang bank jangka pendek melonjak menjadi Rp23,11 miliar, dan CAPEX perolehan aset tetap Rp23,73 miliar. Karena CFO kecil, CGAS secara praktik sedang membangun bisnis dengan cara mengandalkan pendanaan eksternal, hasilnya FCF minus sekitar -Rp22,9 miliar. Itu belum tentu jelek kalau CAPEX-nya produktif, tapi ini membuat profil sahamnya lebih sensitif ke likuiditas dan refinancing.
RGAS lebih ringan dari sisi utang yang disebut, fasilitas musyarakah (BSI) dengan saldo Rp5,78 miliar jatuh tempo Agustus 2026, dan dengan FCF positif, nafas bayar kewajiban terlihat lebih lega. Namun RGAS tetap punya risiko kredit dan likuiditas yang datang dari konsentrasi customer dan CCC yang panjang. Jadi CGAS lebih riskan karena kas operasional tipis dan belanja aset besar, RGAS lebih riskan karena struktur bisnisnya sangat bergantung pada 1 pelanggan besar dan term pembayaran ke pemasok yang terlalu cepat.
Kalau bicara skala aset dan jejak fisik, CGAS terlihat lebih berat modal. Aset tetap neto CGAS Rp121,11 miliar, dengan mesin dan peralatan nilai bruto Rp214,44 miliar, plus kantor pusat di Bekasi dengan lahan 13.526 m2 yang jadi jaminan utang bank. Ini menunjukkan CGAS membangun kemampuan operasional lewat alat dan infrastruktur. RGAS lebih ramping dari data aset tetap yang disebut, hak atas tanah Rp8,78 miliar, mesin Rp6,22 miliar, bangunan Rp5,26 miliar. Ini mendukung narasi bahwa RGAS lebih seperti perusahaan jasa dan proyek yang bisa scaling tanpa harus membangun aset tetap sebesar pedagang-distributor yang butuh peralatan dan fasilitas. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Struktur grup juga memberi petunjuk gaya bermain. CGAS punya 4 entitas anak yang semuanya masih satu tema, perdagangan gas dan peralatan, dua pilar aset sebelum eliminasi adalah PT CNG Hilir Raya Rp42,50 miliar dan PT Citra Nusantara Energi Rp40,05 miliar. RGAS punya 2 anak usaha utama dan 1 entitas asosiasi PT Ergas Fusion Indonesia kepemilikan 15% yang belum beroperasi komersial per September 2025. Artinya CGAS sudah membangun struktur operasional yang lebih mapan dan tersegmentasi, RGAS masih fase ekspansi awal dan eksperimen, termasuk akuisisi Desember 2023.
Kalau kita lihat risiko bisnis, itu CGAS punya risiko likuiditas yang sudah kelihatan di angka, arus kas kontraktual yang harus dibayar dalam 1 tahun Rp71,69 miliar, sementara kas Rp66,43 miliar, ada gap sekitar Rp5,26 miliar. Ini bukan vonis buruk, tapi ini alarm bahwa CGAS harus disiplin mengelola piutang, stok, dan fasilitas bank supaya tidak kepentok jatuh tempo. RGAS punya risiko berbeda, lebih ke risiko kredit dan konsentrasi, karena kalau pelanggan mereka, Si Pertamina Patra Niaga melambat bayar tagihan, maka sekitar 64,91% revenue mereka bisa langsung terganggu, dan CCC yang panjang bisa makin menekan kas. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi bisa dibilang kalau CGAS itu bukan versi kecil dari RGAS, dan RGAS juga bukan versi muda dari CGAS. CGAS adalah bisnis distribusi gas yang lebih besar omzetnya, margin kotor sedikit lebih tebal, customer lebih menyebar, tapi kas operasionalnya belum mengimbangi laba dan belanja asetnya berat. Sedangkan RGAS adalah bisnis jasa penunjang gas yang omzetnya masih lebih kecil, growth-nya meledak, kas operasionalnya jauh lebih meyakinkan, tapi laba belum mengikuti pertumbuhan pendapatan dan ketergantungan ke 1 pelanggan itu risiko yang tidak bisa ditutup-tutupi dengan narasi growth. Kalau investor ingin tidur lebih nyenyak, investor harus memilih jenis risiko mana yang mau ditanggung, tinggal pilih mau dapat risiko likuiditas dan vendor di CGAS, atau mau ambil risiko konsentrasi customer dan siklus kas panjang di RGAS.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/3


