$ADMF Penurunan harga saham PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) sekitar 13% hingga 14% secara Year-to-Date (YTD) hingga Desember 2025 disebabkan oleh kombinasi kinerja keuangan yang melambat, sentimen negatif terkait proses merger, serta kondisi makroekonomi.
Berikut adalah rincian penyebab utamanya:
1. Kontraksi Laba Bersih yang Signifikan
Faktor fundamental paling dominan adalah penurunan laba bersih perusahaan sepanjang tahun 2025. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2025, laba bersih ADMF turun sekitar 15,8% menjadi Rp938,6 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp1,11 triliun). Penurunan ini sebenarnya sudah terlihat sejak semester I-2025 di mana laba sempat terkontraksi hingga 21,3%.
2. Sentimen Negatif Merger dengan Mandala Finance (MFIN)
Proses merger antara ADMF dan PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) yang efektif pada 1 Oktober 2025 membawa tekanan pada harga saham:
Rasio Konversi yang Tidak Memuaskan: Banyak investor menganggap rasio konversi saham dalam merger tersebut merugikan pemegang saham minoritas (khususnya dari sisi MFIN), yang memicu aksi jual massal pada kedua saham tersebut sebelum dan sesudah merger.
Dilusi Saham: Aksi korporasi ini menyebabkan adanya penambahan jumlah saham beredar, yang secara psikologis memberikan tekanan pada harga pasar karena kekhawatiran akan dilusi nilai per saham.
3. Penurunan Daya Beli dan Industri Otomotif yang Lesu
Kinerja ADMF sangat bergantung pada penjualan kendaraan bermotor.
Sepanjang 2024 hingga 2025, industri otomotif menghadapi tantangan berat akibat pelemahan daya beli masyarakat.
Manajemen menyebutkan adanya penurunan kapasitas pembayaran konsumen, yang memaksa ADMF menjadi lebih selektif dalam menyalurkan kredit, sehingga pertumbuhan piutang pembiayaan menjadi melambat (turun sekitar 6,69% yoy pada tengah tahun).
4. Kenaikan Risiko Kredit (NPF)
Meskipun perusahaan berusaha menjaga kualitas aset, bayang-bayang kenaikan Non-Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah di akhir tahun tetap menjadi perhatian pasar. Hingga November 2025, NPF berada di level 2,2%, yang meskipun masih sehat, namun memerlukan pencadangan yang lebih besar dan menggerus laba bersih.