WASTE TO ENERGY! Ini pergeseran rezim proyek, bukan sekadar proyek baru 📊⚙️
"... selama ±11 tahun, proyek PLTSa/Waste to Energy (WTE) di Indonesia mati suri karena tiga penyakit klasik: Regulasi tumpang tindih (izin pusat-daerah, KLHK, ESDM, tarif PLN). Tarif listrik tidak ekonomis. Tidak ada anchor investor yang dipercaya pasar"
👉 Perpres No. 109 Tahun 2025 memotong simpul itu sekaligus. Ini bukan penyempurnaan aturan lama, tapi penggantian total. Filosofinya jelas: “Kurangi debat, percepat shovel-ready.” Secara praktis: Perizinan disederhanakan (single-track). Penugasan lebih tegas ke Pemda. Tarif dikunci di depan, bukan dinegosiasikan belakangan. Ini switch dari governance-heavy ke execution-driven policy. Dunia nyata akhirnya diundang masuk.
Asuransi Politik & Finansial: Peran Danantara di sini krusial, tapi cerdas karena tidak dominan. 🎯 Posisi Danantara:
✓ Pemegang saham minoritas
✓ Tidak mengelola operasional
✓ Tidak mengambil upside berlebihan
Namun efeknya besar, yakni memberi confidence signal ke: Bank, Investor asing, dan EPC global! Mengurangi political risk & policy reversal risk menjadi “penjamin stabilitas jangka panjang” Ini pola lama, tapi terbukti: Negara tidak perlu menguasai, cukup ikut duduk di meja. Investor asing sangat paham pola ini. Mereka tidak butuh janji, mereka butuh nama negara di cap table 🤝
Timeline: Agresif tapi Masuk Akal (Finally)
📌 Q4 2025 – Finalisasi Lahan & Konsorsium Fokus 7 kota pertama. Artinya: Kota dengan masalah sampah akut. Infrastruktur dasar siap
Pemda kooperatif (ini faktor paling langka). Ini fase deal-making & land lock. Kalau lolos tahap ini, 70% risiko sudah lewat.
📌 Q1 2026 – Groundbreaking Serentak menjadi pesan politik + pesan pasar. Bukan satu proyek pilot, tapi batch pertama. Ini penting karena: EPC bisa scaling, Vendor teknologi bisa standardisasi, Biaya per unit turun (kalkulasi pembiayaan).
📌 2027–2028 – COD (Commercial Operation Date) Ini fase di mana: Arus kas mulai hidup, Bank mulai tenang, dan Valuasi aset bisa dihitung dengan DCF yang waras. COD merupakan perubahan status dari “cerita” kepada “aset” yang riil (aktiva)
Kepastian Tarif, salah satu prihal utama dalam Game Changer proyek ini sebenarnya, dimana Tarif USD 0,20/kWh itu bukan main-main. Jika, (ojo-ojo) dibandingkan katanya berikut:
💰 PLTU batu bara: ± USD 0,05–0,07
💰 PLTS: ± USD 0,06–0,11
💰 PLTA: ± USD 0,07–0,10
😲 WTE di 20 sen USD berarti margin tebal, payback lebih cepat, bankability naik drastis!
Kenapa bisa mahal? Oleh karena, WTE itu menyelesaikan dua masalah sekaligus yakni energi + sampah kota. Ini bukan listrik murah. Ini adalah listrik + jasa pengolahan limbah.
Patriot Bond Rp50T: Pelumas Likuiditas sebagai insentif (perangsang birahi) khusus diberikan untuk infrastruktur hijau WTE 🧩
✓ Cost of fund lebih rendah
✓ Tenor panjang
✓ Risk sharing negara–swasta
Artinya proyek tidak perlu struktur utang yang ribet, syndicated loan penuh drama. Ini seperti financial engineering yang pro-eksekusi, dan bukan sekadar jargon hijau (HULK 🧌!)
Mitra Teknologi Global: No Trial & Error, bakal membantu infrastruktur teknologi lokal 🚀
• Mitsubishi Heavy Industries 🇯🇵
→ High efficiency
→ High reliability
Mahal, tapi stabil!
• China Everbright 🇨🇳
→ Raja WTE skala besar
→ Cost-effective
Cepat, katanya!
• Veolia 🇫🇷
→ Environmental engineering
→ Compliance
Eropa, gengsinya!
"... (intinya) Indonesia tidak mau belajar dari nol. Kita beli pengalaman! Emitennya lokal, teknologinya global. Risiko teknis ditekan"
👉 WTE resmi naik kelas dari proyek idealis menjadi infrastruktur komersial serius. Kalau ini gagal, bukan karena konsepnya. Tapi karena eksekusi lapangan. Dan kali ini, negara terlihat tidak mau mengulang kegagalan lama. Jika benar-benar gagal, maka (kembali) menjadi sampah kebijakan seperti sudah-sudah!
Untuk sektoral terkait, akan mulai dipetakan pasar. Pelan, tapi pasti. Sabar, buddy's ♻️
https://cutt.ly/wtdmbuGg
@wastetoenergy @pltsa
@danantara @pemda
$TOBA $OASA
$IHSG