imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$DMAS vs $BEST: Duel Kawasan Industri

Lanjutan dari External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Banyak investor yang suka membandingkan DMAS dan BEST. Dua-duanya sama-sama main di Bekasi, tapi kualitas duitnya beda kelas, dan itu kelihatan jelas di angka. BEST punya total pendapatan 9 bulan 2025 cuma Rp246,08 miliar dan turun 21,7% dari Rp314,32 miliar, sementara DMAS masih mencetak Rp779,58 miliar walau anjlok 53,8% dari Rp1,68 triliun. Di saat pasar lagi tidak ramah, yang menentukan bukan cuma luas lahan, tapi seberapa cepat lahan itu berubah jadi kas. BEST punya days sales outstanding (DSO) sekitar 199,9 hari, artinya uangnya nyangkut lama di piutang, sedangkan DMAS DSO mendekati 0 hari karena banyak transaksi dibayar di muka dan masuk sebagai liabilitas kontrak Rp202,5 miliar. BEST sudah sampai pada fase harus mengunyahkas sendiri untuk bayar cicilan, DMAS justru memilih tidak pakai utang bank walau fasilitas Rp1,5 triliun dari Bank Mandiri ada. Jadi kalau investor cuma membandingkan DMAS dan BEST dari harga saham atau luas lahan, itu bukan analisis, itu tebak-tebakan yang dibungkus angka. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi umur, BEST lahir lebih tua, berdiri 24 Agustus 1989 dan sudah operasi komersial sejak 1990, lalu baru IPO 10 April 2012 dengan harga Rp170 per saham. DMAS berdiri 12 November 1993, operasi komersial April 2003, IPO 29 Mei 2015 dengan harga Rp210 per saham. Umur lebih tua tidak otomatis lebih kuat, karena yang menentukan itu model monetisasi lahan dan disiplin neraca, bukan sekadar sejarah panjang.

Sekarang masuk ke inti yang biasanya bikin investor salah fokus, persediaan dan land bank. BEST itu modelnya industrial estate yang super-terkonsentrasi di kawasan industri MM2100 di Cikarang Barat, Bekasi. Total persediaan tanah BEST sekitar Rp4,77 triliun, terdiri dari persediaan lancar Rp1,58 triliun dan persediaan tidak lancar Rp3,19 triliun, plus ada properti investasi nilai buku neto Rp121,07 miliar dengan luas 65.221 m² untuk bangunan pabrik standar, hotel, dan perkantoran. DMAS pusatnya Kota Deltamas di Bekasi, persediaan lancar Rp3,96 triliun dan persediaan tidak lancar Rp1,26 triliun, lalu luas lahannya kelihatan besar secara fisik, lahan sedang dikembangkan 5.964.946 m², lahan belum dikembangkan 2.060.270 m², properti investasi 74.202 m², total sekitar 8.099.418 m² atau 809,9 hektar. Kalau hanya pakai kacamata siapa yang paling luas, DMAS menang dan terlihat gagah, tapi investor tetap harus tanya pertanyaan yang lebih penting, seberapa cepat luas itu jadi pemasukan, dan seberapa mahal biaya menunggu luas itu matang.

Komposisi pendapatan juga membuka karakter dua emiten ini. BEST pada 9 bulan 2025 punya recurring income yang relatif dominan untuk ukuran developer, total recurring sekitar Rp130,34 miliar atau 52,9% dari pendapatan, berasal dari jasa dan sewa Rp119,33 miliar ditambah hotel Rp11,01 miliar. Non-recurring income penjualan tanah BEST Rp92,08 miliar atau 37,4%, dan ini yang jatuh keras dibanding tahun lalu Rp170,21 miliar. DMAS kebalikannya, dia masih sangat bergantung pada non-recurring, penjualan properti Rp755,38 miliar atau 96,9% dari total pendapatan, sementara recurring hanya Rp24,19 miliar atau 3,1% dari sewa dan hotel. Ini membuat DMAS terasa seperti mesin yang bisa meledak besar saat demand industri kencang, tapi bisa ikut turun tajam saat siklus melambat. BEST terasa lebih stabildi permukaan karena ada recurring, tapi stabil belum tentu sehat kalau stabilnya itu kecil dan tidak cukup menutup beban dan kewajiban finansial. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Bagian yang paling jarang dibahas orang tapi paling menentukan itu kualitas arus kas. Cash flow from operations (CFO) BEST negatif Rp33,71 miliar dan rugi bersih Rp19,31 miliar, jadi CFO lebih buruk dari laba, sinyal klasik modal kerja dan penagihan yang bikin napas pendek. Capital expenditure (CAPEX) BEST juga jalan, ada uang muka pembelian tanah Rp22,3 miliar, pembelian aset tetap Rp4,8 miliar, dan penambahan properti investasi, hasilnya free cash flow (FCF) negatif sekitar Rp58,67 miliar. Ini bukan sekadar merah sementara, ini pola yang bikin perusahaan harus cari oksigen dari kas lama atau dari bank. Buktinya BEST membayar pokok utang bank Rp110,28 miliar dengan menggerus kas, saldo kas turun dari Rp327 miliar ke Rp159 miliar, artinya ruang aman makin sempit.

DMAS juga tidak sempurna, tapi ceritanya beda. Laba DMAS Rp525,63 miliar, tapi CFO hanya Rp68,37 miliar, terlihat anehkalau investor berharap CFO mengikuti laba. Namun penjelasan yang lebih masuk akal adalah DMAS lagi agresif membeli tanah dan ekspansi, terlihat dari pengeluaran kas untuk perolehan aset Rp152,73 miliar, sehingga FCF negatif Rp84,35 miliar. Bedanya, DMAS punya kas Rp457,16 miliar dan tidak punya utang bank jangka pendek, bahkan fasilitas Rp500 miliar sudah dilunasi April 2025 dan fasilitas baru Rp1,5 triliun dari Bank Mandiri $BMRI dipilih untuk tidak dipakai. Ini tipe FCF negatif yang sifatnya pilihan strategi, bukan keterpaksaan karena kehabisan napas.

Struktur utang juga membelah dua karakter ini dengan jelas. BEST secara eksplisit membiayai land bank dan revenue dengan utang, ada plafon fasilitas kredit Bank Mandiri sampai Rp1,47 triliun, dijamin dengan pengalihan hak atas perjanjian penjualan tanah dan jaminan tanah 962.983 m². Ini membuat BEST sensitif terhadap penurunan penjualan tanah, karena ketika non-recurring drop, beban cicilan dan kebutuhan likuiditas tetap jalan. DMAS justru menunjukkan gaya konservatif, fasilitas ada tapi tidak dipakai, sehingga tekanan bunga dan risiko refinancing jauh lebih kecil. Buat investor, ini pembeda level risiko yang nyata, bukan kosmetik.

Soal efisiensi siklus kas, keduanya sama-sama menyimpan tanah untuk masa depan, tapi tingkat ekstremnya beda. Days inventory (DI) BEST sekitar 13.090 hari, DI DMAS sekitar 5.897 hari, sama-sama mencerminkan industrial estate itu game panjang, tapi BEST lebih panjang napasnya di stoksementara sumber napas kasnya justru melemah. Days payable outstanding (DPO) BEST sekitar 47,9 hari dan DMAS sekitar 47 hari, mirip, jadi pembeda utama bukan di utang usaha, melainkan di penagihan dan manajemen kas masuk. BEST perlu menunggu lama untuk mencairkan piutang, DMAS banyak dibayar di depan, itu perbedaan yang sangat menentukan saat siklus sedang turun. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Risiko non-operasional juga ada, walau bentuknya bukan sengketa lahan fisik yang heboh. BEST punya sengketa pajak banding Rp3,56 miliar untuk perusahaan dan Rp21,90 miliar untuk entitas anak PT Bekasi Surya Pratama. DMAS tidak disebut punya sengketa lahan, namun ada tanah 3.954 m² yang dijaminkan terkait kerja sama dengan PT Jasamarga Japek Selatan. Risiko seperti ini tidak otomatis fatal, tapi investor perlu sadar, ketika arus kas lagi ketat, perkara pajak dan jaminan aset bisa jadi pemicu tambahan yang bikin manajemen makin terbatas ruang geraknya.

Dari sisi pengendali, BEST dikaitkan dengan keluarga The Ning King dan punya relasi dengan PT Argo Manunggal Land Development (AMLD) sebagai pemilik 48,14% dan PT Megalopolis Manunggal Industrial Development (MMID). DMAS punya struktur pemegang saham dengan Sinarmas Land sebagai ultimate parent, PT Sumber Arusmulia 57,28% dan Sojitz Corporation 25,00%. Ini penting bukan untuk drama nama besar, tapi untuk membaca gaya manajemen risiko, akses jaringan tenant, dan kemampuan menahan siklus. Di industrial estate, jaringan dan kredibilitas itu sering lebih menentukan daripada brosur marketing. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

DMAS sedang terpukul di pendapatan karena siklus penjualan, tapi neracanya masih seperti orang kaya yang memilih tidak berutang, jadi ketika momen balik arah datang, dia punya amunisi. BEST punya recurring yang terlihat menenangkan, tapi CFO negatif, FCF negatif, kas turun tajam, dan ada ketergantungan kredit, jadi saat penjualan tanah melemah, risiko likuiditasnya terasa lebih dekat. Banyak investor salah kaprah menganggap recurring otomatis lebih aman, padahal recurring yang tidak cukup besar itu hanya membuat rugi terasa lebih lambat, bukan membuat bisnis kebal.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy