imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Ada satu emiten yg saya belajar banyak dalam nahan floating loss dan pertama kalinya belajar tentang ‘sebuah narasi / story’.

Namanya $TOBA
Saya avg dari harga Rp 600-an terus ngincar avg harga manajemen yg juga beli di harga Rp 400-an (tepatnya saya lupa).

Ada story di masa depan, saya sdh hitung avg benchmark big fund dan harga wajar versi saya.

Tapiiiii
Harga terus turun dan turun, udh di avg down makin turun.

Dari turun ke Rp 400, 350, Rp 300, Rp 275 dan terus turun ke Rp 200-an

Floating loss saya sdh lebih dari 1/4 milyar.

Saat itu saya masih awal-awal masuk market.
Apakah ada kepikiran cut loss?

Ada donk!
Apalagi retail yg pegang lot kecil saat itu lumayan berisik di stream. Hahhaha

Dan saya putuskan hold.
Singkat cerita, saya mendapatkan realisasi cuan Rp 200++ juta.

Lalu harganya terbang ke Rp 1200

Ada yg bilang TP kecepetan…
Waitt… nggak tau dia bagaimana nubie nahan floating loss pernah nyentuh Rp 300 jetian dan itu di fase saya belum ada 1 taun di market.

Pada akhirnya, CL atau FL akan sangat subjektif.
Seperti yg saya tulis,

Angka is angka sampai dirinya sendiri bisa mengambil makna personal dibaliknya.

Di market, angka itu netral.
Angka baru jadi “besar” atau “kecil” setelah bertemu dengan:
• ukuran modal (size),
• kesiapan emosi / mental,
• dan pengalaman masing-masing orang.

✅Cut loss harus kontekstual.

Yang ngarahin harus CL 1–2% itu biasanya ada di buku trading, saran di kelas, dan konten edukasi — bukan realitas.

Menurut saya, ini alasannya:
1. Modal berbeda → tekanan psikologisnya berbeda

Untuk pemula dengan modal kecil:
1–2% mungkin masuk akal untuk melatih disiplin.

Tapi ketika:
• modal sudah besar
• posisi dibagi bertahap
• time horizon beda (scalp vs swing vs hold)

angka 1–2% sering terlalu sempit dan justru bikin:
• terlalu sering ke-SL
• capek mental
• overtrade dan akan kena mental kalo dikid-dikid CL.

Banyak trader rugi bukan karena loss besar,
tapi karena loss kecil yang terlalu sering.❌

2. Cut loss seharusnya berbasis invalidasi, bukan persentase.

Pertanyaan yang lebih penting:

“Di mana thesis saya salah?”

Bukan:

“Sudah minus berapa persen sy harus cut loss?”

Contoh:
• Jika saya masuk karena avg akumulasi big fund (market maker)
• Volume masih wajar, story masih ada ada koreksi, misalnya ditundanya jadwal Right issue.

Kenapa harus keluar hanya karena minus 2-10% ?

Sebaliknya:
• Kalau thesis invalid
• Flow berubah
• Distribusi jelas

Kalo bisa baru minus 1% → harus bisa keluar.

👉 Validasi lebih penting dari persen.

3. Cut loss itu bagian dari money management, bukan ego / bias personal.

Ada orang:
• fokus %
Ada orang:
• fokus nominal Rp

Dua-duanya benar kalau sadar konteksnya.

Yang salah adalah:
• cut loss kecil tapi krn ingin balas dendam
• cut loss disiplin tapi sizing kebesaran
• cut loss “katanya disiplin” tapi nggak sesuai plan di awal.

Cut loss bukan soal “takut rugi”.
✅Cut loss soal menjaga kapasitas untuk bertahan dan simpan peluru utk kereta berikutnya.

Bukan:

“Saya rugi berapa persen di trade ini?”

Tapi:

“Kalau ini salah, berapa impact maksimal ke portofolio saya?”

Itulah kenapa:
• ada yang pakai -1%
• ada yang tahan -5%
• ada yang bahkan tidak pakai SL, tapi pakai time stop atau thesis stop. (Ini alasan saya dalam konteks CL diatas)

Semua sah.
Selama sudah dihitung di depan.

“Discipline is not about cutting losses fast.
It’s about cutting losses correctly.”

Oya satu lagi, saya juga pernah cut loss di $AADI hampir 100 jeti di harga Rp 10.000-n, setaun yg lalu. Hehhehe

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy