Price to Earning Ratio (PER)
PER adalah rasio antara harga saham per lembar dengan laba per saham (Earnings Per Share / EPS).
PER = Stock Price / EPS
Sebelum membahas PER, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu EPS.
EPS (Earnings Per Share)
EPS diperoleh dari laba bersih perusahaan yang dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
EPS = Laba Bersih / Jumlah saham beredar
Contoh:
Laba bersih: Rp1 triliun
Jumlah saham beredar: 1 miliar lembar
Maka:
EPS = 1T / 1M = Rp1.000
Artinya, setiap 1 lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp1.000 dalam satu periode (biasanya satu tahun).
Jika harga saham di pasar saat ini berada di Rp6.000 per lembar, maka:
PER = 6.000 / 1.000 = 6
Artinya, investor membayar 6 kali laba tahunan untuk memiliki saham tersebut.
Perlu diluruskan sedikit logikanya, PER bukan berarti uang benar-benar balik dalam 6 tahun secara pasti, melainkan:
Dengan asumsi laba perusahaan stabil dan seluruh laba dianggap sebagai earning power, maka harga saham mencerminkan valuasi sekitar 6 tahun laba.
Ini adalah pendekatan valuasi, bukan janji pengembalian.
Kenapa PER yang rendah sering dianggap murah? PER rendah biasanya menunjukkan:
1) Harga saham relatif rendah dibanding laba yang dihasilkan
2) Earnings yield (kebalikan PER) relatif tinggi
3) Margin of safety lebih besar, jika labanya berkelanjutan
Namun, sama seperti PBV, PER yang rendah tidak selalu berarti saham benar-benar murah.
Faktor yang sering membuat PER rendah
1. Laba tidak berkelanjutan (one-off profit)
Laba besar berasal dari penjualan aset, revaluasi, atau keuntungan non-operasional, sehingga EPS terlihat tinggi tapi tidak berulang. Hanya terjadi pada momentum tertentu.
2. Pertumbuhan laba rendah atau negatif
Pasar enggan membayar mahal untuk perusahaan yang labanya stagnan atau terancam turun. Karena pasar saham tidak membeli laba masa lalu, tapi laba di masa depan.
3. Risiko bisnis tinggi
Ketergantungan pada siklus ekonomi, harga komoditas, atau regulasi membuat investor meminta diskon valuasi.
4. Kualitas laba rendah
Laba ada di laporan, tapi arus kas lemah. Secara angka untung, secara kas belum tentu kuat.
5. Struktur industri yang menekan margin
Persaingan ketat membuat laba sulit bertumbuh, sehingga PER tetap rendah.
Cara membaca PER yang lebih sehat:
1) PER + growth → lihat pertumbuhan laba
2) PER + cash flow → cek kualitas laba
3) PER + ROE → pastikan laba dihasilkan dari modal yang efisien
PER yang rendah akan bermakna jika:
Labanya berkualitas, berulang, dan punya peluang bertumbuh.
Seperti PBV, PER adalah pintu awal analisis, bukan vonis akhir. Rasio ini terlihat sederhana, tapi sering menjadi pembeda antara value trap dan value investing yang sesungguhnya.
Kalau cara berpikir seperti ini terasa relevan, masih ada banyak potongan analisis serupa yang bisa dibedah lebih dalam dari sudut pandang yang sama.
$BNGA $ADRO $AADI
