[%exSE%] Mantap Wak...Terima kasih ulasannya sangat berisi....
Wak kok [%kCJZ%] tidak ikut dimasukan,setau sy emiten ini jg properti masih andalan Akong LKH🙏🙏

@skydrugz27 Mantap Wak...Terima kasih ulasannya sangat berisi....
Wak kok $DILD tidak ikut dimasukan,setau sy emiten ini jg properti masih andalan Akong LKH🙏🙏

Saham Properti dengan Lahan Paling Luas di IHSG

Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Banyak investor yang tidak tahu siapa sebenarnya perusahaan properti dengan lahan paling luas di IHSG. Jangan cari $DADA dalam list ini karena meskipun sama-sama perusahaan properti, luas lahan DADA belum seluas saham properti lainnya. Kalau cari saham properti dengan jumlah investor terbanyak di IHSG, pemenangnya jelas DADA karena total ada 70ribuan investor di sini. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf 

Di pembahasan sebelumnya, fokus sering jatuh ke BSDE, SMRA, dan $PWON. Banyak yang otomatis mengira BSDE adalah yang paling luas karena namanya paling sering disebut raksasa. Begitu semua angka ditaruh di meja, asumsi itu runtuh. Pemilik lahan terluas justru BKSL, dan selisihnya bukan tipis, tapi beda liga.

Kalau hanya melihat BSDE, wajar orang terkecoh. Land bank BSDE per 30 September 2025 mencapai 43.816.087 m2 atau sekitar 4.382 ha. Angka ini sudah sangat besar untuk ukuran pengembang properti Indonesia. Masalahnya, ada emiten yang memegang lahan jauh lebih masif. BKSL mencatat land bank 147.850.000 m2 atau 14.785 ha. Artinya, luas lahan $BKSL sekitar 3,37 kali BSDE. Jadi narasi bahwa BSDE adalah pemilik lahan terluas di IHSG jelas tidak akurat.

Di bawah BKSL, ada KIJA yang sering luput dari radar investor ritel. Land bank KIJA sekitar 43.960.000 m2 atau 4.396 ha, sedikit di atas BSDE. Bedanya tipis, tapi maknanya besar karena karakter bisnis KIJA adalah kawasan industri, bukan township residensial. 

Monetisasi lahannya beda, siklusnya beda, dan risikonya juga beda. Setelah itu menyusul ASRI dengan 19.364.986 m2 atau 1.936 ha, SMRA 18.582.014 m2 atau 1.858 ha, dan PANI 18.554.439 m2 atau 1.855 ha. Untuk PANI perlu dicatat, angka ini gabungan tanah belum dikembangkan 7.020.729 m2 dan tanah sedang dikembangkan plus siap jual 11.533.710 m2. Lalu ada JRPT 14.526.656 m2 atau 1.453 ha, PWON 3.890.826 m2 atau 389 ha. APLN hanya 373.770 m2 atau 37 ha untuk lahan mentah non-reklamasi yang terinci, sementara aset reklamasi memang besar nilainya, tetapi tidak ada angka luas yang bisa dipakai untuk perbandingan apple to apple. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Setelah luas, indikator berikutnya yang sering membuka mata investor adalah harga buku lahan per m2. Ini bukan nilai pasar, tapi memberi gambaran seberapa murah atau premium bahan baku lahan di neraca. BKSL yang paling luas tadi ternyata juga yang paling murah, sekitar Rp78.204 per m2. Kombinasi lahan super luas dan harga historis super murah ini jarang disadari investor. Di bawahnya ada KIJA sekitar Rp129.274 per m2. Lalu JRPT sekitar Rp334.021 per m2, BSDE sekitar Rp401.679 per m2, SMRA sekitar Rp470.294 per m2, ASRI sekitar Rp567.088 per m2, dan PWON sekitar Rp827.588 per m2. Di kelas premium ada APLN non-reklamasi sekitar Rp1.255.407 per m2, lalu PANI sekitar Rp1.874.619 sampai Rp1.950.306 per m2. Ini menjelaskan kenapa PWON dan PANI sering terlihat mahal dari sisi biaya lahan, karena memang bermain di lokasi yang lebih matang dan premium. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Masuk ke persediaan, di sinilah banyak investor sering salah baca. Luas lahan adalah amunisi jangka panjang, tapi persediaan adalah stok yang sedang menyedot kas hari ini. BSDE terlihat sebagai mesin volume yang sedang dipaksa bekerja. Persediaan real estat BSDE per 30 September 2025 mencapai Rp18,19 triliun, naik dari Rp16,86 triliun di akhir 2024. Komposisinya berat di hulu, tanah sedang dikembangkan Rp10,99 triliun, tanah dan bangunan siap jual Rp5,56 triliun, bangunan dalam konstruksi Rp1,63 triliun. Karena dominan di tahap awal, Days Inventory BSDE panjang sekitar 1.400 hari. Ada sedikit bantalan psikologis, sekitar 7,78% persediaan sudah terikat PPJB, artinya sebagian demand sudah terkunci walau belum masuk laba.

SMRA punya persediaan Rp10,52 triliun per 30 Juni 2025 dengan karakter yang sangat township. Sekitar 94% berupa work in progress, barang jadi hanya sekitar 5%. Ini menunjukkan agresivitas pembangunan, tapi juga membuat kinerja sangat sensitif ke tempo serah-terima. Ditambah lagi, SMRA mengapitalisasi bunga ke persediaan. Di 6M 2025 saja sekitar Rp30,07 miliar. Secara neraca terlihat rapi, tapi saat unit dijual, biaya ini ikut menekan margin.

PWON berada di spektrum berbeda. Persediaannya Rp7,58 triliun per 30 September 2025 dan porsinya sekitar 21,03% dari total aset. Tekanan persediaan relatif lebih jinak karena PWON ditopang recurring income dari mal dan hotel. Artinya laba dan kas tidak sepenuhnya menunggu serah-terima unit baru, walau konsekuensinya land bank lebih kecil dan harga lahan per meter lebih mahal.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau melihat emiten lain, ceritanya makin beragam. ASRI persediaan Rp6,10 triliun per 30 September 2025, naik 11,03% dari akhir 2024. PANI paling tebal dari sisi persediaan, Rp36,83 triliun dan seluruh proyeknya terkonsentrasi di Tangerang. KIJA persediaannya kecil Rp1,43 triliun karena fokusnya memang di penjualan lahan kawasan industri. APLN persediaan Rp11,05 triliun dan membawa risiko tambahan dari aset reklamasi. JRPT persediaan Rp3,11 triliun dengan kombinasi penjualan properti dan recurring income. BKSL persediaan Rp2,40 triliun, kecil relatif terhadap luas lahannya, tapi justru ini yang membuat siklus konversinya sangat panjang.

Terakhir, efisiensi operasional mengikat semua cerita ini. Properti adalah bisnis yang sabarnya harus tebal. PANI punya DSO hampir nol karena penjualan ditopang uang muka pelanggan Rp17,06 triliun, tapi DI sekitar 5.585 hari dan CCC sekitar 5.427 hari. BKSL lebih ekstrem lagi, DI sekitar 9.821 hari dan CCC sekitar 9.738 hari, mencerminkan lahan raksasa dengan konversi sangat panjang. KIJA lebih moderat dengan DI sekitar 872,7 hari. ASRI, JRPT, APLN, dan CTRA berada di tengah dengan DI sekitar 1.300 sampai 2.100 hari. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau pertanyaannya siapa paling luas lahannya di IHSG, jawabannya BKSL, bukan BSDE. Kalau siapa paling murah harga buku lahannya, BKSL dan KIJA unggul jauh. Tapi luas dan murah tidak otomatis berarti paling cepat menghasilkan kas. Yang menentukan nasib investor adalah kombinasi skala lahan, kualitas lokasi, tempo konversi persediaan, dan kemampuan pendanaan sampai panen tiba.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor. 

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU