[%YTBe%] 
tidak sekalian campare resiko pedagang saham dengan pedagang makanan bang ?
besar mana ?

coba tanyakan:
mbah, ini makanan kalau tidak kejual 1 tahun, masih bisa dijual tidak tahun depan ?
ya ibaratnya sangkut 1 tahunlah....

atau...
mbah, ini utk simpan makanan ( barang jualan ), butuh biaya tidak selama 1 tahun ?
ya ibarat nyimpan saham di KSEI lah...

[%VAOK%]
[%LyYq%]

@ardhatopan 
tidak sekalian campare resiko pedagang saham dengan pedagang makanan bang ?
besar mana ?

coba tanyakan:
mbah, ini makanan kalau tidak kejual 1 tahun, masih bisa dijual tidak tahun depan ?
ya ibaratnya sangkut 1 tahunlah....

atau...
mbah, ini utk simpan makanan ( barang jualan ), butuh biaya tidak selama 1 tahun ?
ya ibarat nyimpan saham di KSEI lah...

$IHSG
$BTC

Ada hari-hari ketika grafik saham tak bersahabat.
Portofolio merah, bisnis macet, dan kepala penuh angka yang terus turun.
Di saat seperti itu, saya memilih menepi sebenta
tapi ke pasar kecil, membeli pecel, lauk sederhana, dan segelas teh hangat.

Tak sampai sepuluh ribu rupiah.
Namun di sanalah saya membeli sesuatu yang jauh lebih mahal: ketenangan hati.

Saya bertanya pada si mbah penjual,
“Pinten sementen, mbah? Bathine cekap ta?”
Beliau tersenyum, menjawab lirih,
“Mboten nopo-nopo bathi sethithik, sing penting cekap.”
Tak apa untung sedikit, asal cukup.

Kalimat itu menampar pelan.
Di dunia saham, kita sering merasa:
	•	Untung 30% masih kurang
	•	Koreksi 5% sudah panik
	•	Dividen kecil dianggap remeh
	•	Harga turun sedikit langsung menyalahkan pasar

Padahal di luar sana, ada orang yang hidupnya berdamai dengan “cukup”.

Ironisnya, kita yang paham laporan keuangan, valuasi, dan rasio 
justru sering kalah tenang dari pedagang kecil yang tak pernah tahu apa itu IHSG.

Ketika saya membayar lebih dan menolak kembalian,
yang saya terima bukan sekadar senyum,
melainkan doa tulus sesuatu yang tak bisa dibeli oleh capital gain sebesar apa pun.

Di titik itu saya sadar:
masalah kita di pasar modal sering bukan kurang analisa, tapi kurang syukur.

Investor yang tidak bersyukur:
	•	Selalu mengejar puncak
	•	Sulit menerima koreksi
	•	Mudah FOMO
	•	Sulit sabar menunggu proses

Padahal saham yang baik tumbuh pelan,
seperti usaha kecil yang dijalani dengan sabar dan jujur.

Belajar dari pasar tradisional, saya mulai menata ulang cara memandang investasi:

	•	Profit wajar sudah cukup
	•	Dividen rutin patut disyukuri
	•	Cut loss adalah biaya belajar, bukan kiamat
	•	Kesabaran adalah aset tak tercatat di neraca, tapi nilainya besar

Menambah wawasan memang penting.
Menambah modal juga perlu.
Namun menambah rasa syukur itulah yang mendewasakan mental investor.

Karena pada akhirnya, tujuan kita bukan sekadar menang di pasar,
melainkan pulang dengan hati yang tetap utuh.

Dan kadang, pelajaran investasi terbaik
datang dari sepiring pecel murah
dan doa tulus seorang pedagang kecil di pasar.

May Allah bles us All

$IHSG $ADRO $ITMG