Sore bro, enak banget ya sore ini di Galaxy. Gak terlalu panas, abis dpt ujan tipis-tipis
pas buat nongkrong dan ngobrol santai.
Oke, kamis kemaren kan ada yg nanyain, "Bro, saham batu bara gimana nih? Masih seksi gak buat tahun depan? Apa udah waktunya cabut?"
Kebetulan banget gue baru kelar baca riset terbaru soal sektor batu bara buat akhir tahun ini sampai tahun depan. Gue ceritain dagingnya aja ya, biar lo pada gak pusing baca angka doang.
Simpelnya gini: sektor batu bara sekarang itu NETRAL
Gak bullish, tapi gak bearish juga. Cuma ya... ada tapinya. Jalannya bakal agak terjal. Kenapa?
Seperti biasa, gue ceritanya gue bagi jadi tiga babak cerita ya.
Babak 1: Hajatan China & India Mulai Sepi
Lo tau kan, nyawa batu bara kita itu ada di ekspor, terutama ke China sama India. Nah, ceritanya lagi agak kurang asik di sana.
Di China, cuaca lagi mendukung banget buat energi hijau. Curah hujan di sana bagus, jadi pembangkit listrik tenaga air sama tenaga surya mereka lagi panen raya. Karena listrik dari air dan matahari lagi melimpah, mereka kurangi deh tuh bakar batu baranya.
Otomatis, impor batu bara dari Indonesia jadi turun. Data terakhir nunjukin impor mereka dari kita anjlok belasan persen. India juga sama, mereka lagi genjot produksi batu bara dalam negeri sendiri biar gak tergantung impor.
Efeknya ke kita? Produksi batu bara nasional tahun ini turun sekitar 7% dibanding tahun lalu. Pemerintah juga realistis, target produksi buat tahun 2026 nanti diturunin jadi sekitar 700-710 juta ton. Intinya, pestanya udah gak seheboh pas boom komoditas kemarin.
Babak 2: Harga yang Mencari Jati Diri
Sekarang harga batu bara global itu main di kisaran USD 111 per ton. Buat tahun depan, analis proyeksikan harga wajarnya bakal turun ke level USD 93 per ton. Kalau skenario buruk, bisa ke USD 80-an.
Kenapa turun? Ya hukum pasar aja, Bro. Permintaan dari China melambat, stok numpuk, otomatis harga kegerus. Jadi jangan harap harga bakal loncat gila-gilaan kayak pas perang dulu, kecuali ada kejadian geopolitik luar biasa
ya.
Babak 3: Tantangan B50 di Dalam Negeri
Nah ini menarik. Lo pasti denger kan pemerintah mau ngegas program Biodiesel B50 (campuran solar 50% sawit)?
Buat petani sawit itu kabar surga, tapi buat penambang batu bara, itu tantangan. Kenapa? Karena alat-alat berat mereka—ekskavator raksasa, dump truck segede rumah—itu minumnya solar.
Kalau B50 jalan, biaya bahan bakar mereka diprediksi bakal naik. Tahun ini aja pas masih B40, biaya bahan bakar emiten tambang udah naik 1-6%. Kalau naik ke B50, margin keuntungan mereka bisa makin tipis karena ongkos produksinya bengkak.
Terus, Masih Ada yang Oke?
Walaupun ceritanya agak mendung kayak langit bekasi sore ini, bukan berarti gak ada peluang. Beberapa sekuritas masih punya dua jagoan yang dikasih label BUY
$PTBA (Bukit Asam)
Kenapa dia? Karena PTBA ini jago efisiensi. Mereka punya skema kontrak yang bikin biaya bahan bakar mereka lebih terkontrol dibanding yang lain. Diprediksi tahun depan laba kotornya (GPM) malah bisa naik ke 13,5%. Target harganya di Rp2.700. Buat yang suka dividen dan kestabilan, ini menarik.
ADRO (Adaro Energy)
Nah, kalau Adaro ceritanya beda. Dia menarik karena udah gak cuma ngandelin batu bara termal buat listrik. Mereka lagi bangun smelter aluminium (lewat anak usahanya ADMR) yang bakal jadi sumber duit baru. Terus, mereka juga jualan coking coal, batu bara buat bikin baja yang harganya lebih kuat dibanding batu bara listrik. Target harganya di Rp2.200.
Buat saham lain kayak ITMG atau AADI. Tahan aja, jangan terlalu agresif masuk.
Kesimpulan Tongkrongannya...
Jadi gitu, Guys. Sektor batu bara lagi fase cooling down. Produksi diturunin, harga melandai, dan ada tantangan biaya solar B50.
Kalau lo mau masuk, pilih yang fundamentalnya kuat dan punya cerita efisiensi atau diversifikasi kayak PTBA atau ADRO tadi. Tapi inget, jangan all in ya, tetep sedia cash buat jaga-jaga kalau harga komoditas global goyang lagi.
Udah ah, luti gendang gue udah abis, mo cabs dulu takut macet parah mau keluar Galaxy.