Pengalaman investasi saat boom properti 2010-2013 lalu menyisakan pelajaran yang berharga dan masih membekas. Ketika euforia terjadi dan semua orang berlomba memborong properti, saham primadona saat itu seperti ASRI, $MDLN, LPCK (harga ratusan hingga 12.000), dan $CTRA (sempat rally panjang dari harga 200an hingga 1500) sangat panas dan ada di portfolio kebanyakan investor. Namun di saat puncak, walaupun sebagian profit memang sudah diambil, saya masih terlena di atas dengan dasar saat itu bahwa PE masih murah dan secara teknikal masih bagus. Sebetulnya data makro sudah memberikan warning yang saya abaikan seperti kenaikan suku bunga, pengetatan aturan KPR, dan pertumbuhan kredit yang terlalu cepat/tidak wajar. Alhasil, ketika crash terjadi, sebagian besar profit terambil dan pengalaman pahit itu akhirnya jadi bagian pembelajaran bahwa lebih banyak bahaya ketika kita bermain dan optimis di harga yang sudah tinggi.
Berbekal wisdom di masa lalu, kita bisa melakukan inversion analysis seperti petunjuk Charlie Munger bahwa suatu saham bisa kita nilai upside dan downside. Di saat ini, semua data tertuju yang sebaliknya yaitu penurunan suku bunga, pelonggaran sektor properti dengan insentif PPN dan LTV, serta MDLN sendiri memperbaiki neraca sehingga mengurangi resiko default dan saat ini diperdagangkan dengan diskon yang sangat murah sehingga downside jauh lebih kecil apabila dibandingkan upside.
Saat ini, Jakarta Garden City (JGC) sudah masuk kategori investable buat pemain global karena IKEA dan AEON Mall sudah ada di sana dan hal ini akan membuka peluang mereka bermain di sektor data center juga sebagai penyedia lahan karena area sekitar Cakung dan Bekasi ini bisa menjadi alternatif premium yang lebih dekat ke Jakarta (low latency). DCII memiliki data center di area sekitar Cibitung dan tidak mungkin kalau Moderland tidak melihat ada potensi ini di masa depan.
Maka ketika 6-12 bulan ke depan, hasil yang cemerlang akhirnya tertuang dalam laporan keuangan, bisa saja saham-saham properti sudah naik banyak sebelum pasar menyadari bahwa sebetulnya hari ini saham-saham tersebut sangat layak beli. Ungkapan standar 'coba kalau tahu' dan 'sayang juga padahal waktu itu masih rendah' akan bergema ketika akhirnya yang murah menjadi mahal.