$CITA LK Q3 2025: Hulu dan Hilir
Request member bukan di External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Ada member yang tanya tentang saham CITA. Dia penasaran sumber laba CITA dari mana. Pertanyaannya kelihatan sederhana, tapi kalau dibuka laporan keuangannya, jawabannya justru kelihatan kalau CITA itu cuma perusahaan tambang bauksit biasa. Di angka tahun buku 2024, laba bersih konsolidasian tembus kurang lebih 2,49 triliun Rupiah, padahal penjualan bauksit justru turun sekitar 27,5% dibanding 2023. Lebih menarik lagi, laba bersih itu jauh lebih besar daripada laba bruto operasi tambang yang cuma sekitar 1,06 triliun Rupiah. Artinya, ada mesin uang lain di belakang layar yang kerjanya jauh lebih kencang dibanding tambang. Mesin itu bukan alat berat di pit tambang, tapi pabrik hilir alumina yang CITA tidak konsolidasikan, melainkan hanya diakui sebagai entitas asosiasi. Nama pabriknya Well Harvest Winning Alumina Refinery, disingkat WHWAR, dan di sinilah rahasia sumber laba CITA mengendap. Jadi begitu investor tanya, laba CITA datang dari mana, jawaban jujurnya bukan lagi bauksit, tapi refining. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sumber laba terbesar CITA sekarang adalah bisnis hilir, yaitu refining alumina lewat kepemilikan saham di WHWAR yang dicatat dengan metode ekuitas, bukan dari operasi tambang bauksit yang muncul sebagai penjualan dan laba bruto di laporan konsolidasian. Bukti kasarnya gampang. Tahun 2024, laba bruto dari penjualan bauksit ke WHWAR sekitar 1,06 triliun Rupiah. Laba bersih pemilik entitas induk sekitar 2,49 triliun Rupiah. Selisih lebih dari 1,4 triliun Rupiah itu mustahil datang dari efisiensi tambang semata. Motor utamanya adalah bagian laba entitas asosiasi yang nilainya menembus kisaran dua triliun Rupiah. Di kuartal pertama 2025, pola ini makin terang. Laba kotor dari tambang kira kira 300-an miliar Rupiah, sementara bagian laba entitas asosiasi saja sekitar 871 miliar Rupiah. Dengan kata lain, hilirisasi menyumbang laba hampir tiga kali laba kotor operasi inti. Tambang jadi pemasok bahan baku yang penting, tetapi role pahlawan utama di laporan laba rugi sekarang dipegang pabrik refining.
Model bisnis CITA pada akhirnya jadi campuran yang unik antara hulu dan hilir. Secara formal, ruang lingkup usahanya tetap pertambangan dan penggalian bijih logam, seluruh penjualan konsolidasian masih berasal dari penjualan bauksit. Namun secara ekonomi, perusahaan ini lebih mirip holding yang memegang tiket emas ke pabrik alumina. Semua bauksit yang dijual dikirim ke satu pelanggan saja, yaitu WHWAR. Jadi di sisi pendapatan, CITA sepenuhnya tergantung pada satu pembeli. Di sisi laba, CITA juga tergantung pada entitas yang sama lewat pos bagian atas laba entitas asosiasi. Satu nama, dua kali ketergantungan. Kalau WHWAR sehat, CITA kelihatan sangat makmur. Kalau WHWAR batuk, laporan keuangan CITA bisa langsung demam tinggi. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Struktur neraca CITA menggambarkan pergeseran fokus ini dengan sangat gamblang. Total aset konsolidasian akhir 2024 sekitar 7,94 triliun Rupiah. Dari angka itu, investasi pada entitas asosiasi, yang mayoritas adalah WHWAR, sekitar 3,13 triliun Rupiah atau hampir 40% dari total aset. Kas dan setara kas sekitar 1,57 triliun Rupiah, dan naik lagi di kuartal pertama 2025 menjadi sekitar 2,34 triliun Rupiah. Di sisi seberang, total liabilitas hanya sekitar 322 miliar Rupiah, dan utang bank jangka pendek sudah nol. Jadi secara finansial, CITA ini neracanya sangat bersih. Hampir tidak punya utang berbunga, tapi punya tumpukan kas besar dan investasi di asosiasi yang nilainya masif. Dari kacamata kreditor, ini dream company. Dari kacamata investor, ini bikin nyaman di level risiko bangkrut, tetapi sekaligus menuntut pertanyaan kritis, kas dan aset sebesar itu sebenarnya dihasilkan dari aktivitas apa.
Kalau dibedah sisi laba rugi, kelihatan kontras yang lumayan tajam. Penjualan bersih turun dari kisaran 3,29 triliun Rupiah di 2023 menjadi sekitar 2,39 triliun Rupiah di 2024. Artinya, secara volume atau harga jual bauksit, bisnis inti lagi mengecil, bukan mengembang. Margin kotor justru membaik, indikasi ada penyesuaian biaya atau kualitas kontrak yang lebih baik, tetapi itu tetap tidak mengubah fakta bahwa top line menyusut lebih dari seperempat. Di sisi lain, ada beban unik yang justru naik, seperti beban site tidak berproduksi yang tembus lebih dari 120 miliar Rupiah, naik lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Artinya, ada area tambang yang masih menyedot biaya tapi belum menghasilkan. Kalau hanya mengandalkan tambang, laba CITA tidak akan pernah setinggi yang tampak di bawah. Penyelamatnya lagi-lagi adalah pos bagian laba atas entitas asosiasi yang meledak dari sekitar 600-an miliar Rupiah di 2023 menjadi kira kira 2,1 triliun Rupiah di 2024.
Begitu masuk ke arus kas, polanya makin jelas. Laba bersih boleh tampil sangat cantik di angka 2,49 triliun Rupiah, tetapi arus kas dari aktivitas operasi hanya sekitar ratusan miliar Rupiah. Rasio kas dari operasi dibanding laba bersih berkisar di sepertiga. Ini tanda klasik mismatch antara laba akrual dan kas murni dari usaha. Namun di arus kas investasi, tiba-tiba muncul angka penerimaan dividen dari entitas asosiasi sekitar 1,76 triliun Rupiah. Jadi laba ekuitas yang diakui di laporan laba rugi sebagian besar memang berubah menjadi kas, hanya saja jalurnya masuk lewat arus kas investasi, bukan lewat arus kas operasi. Secara substansi, ini tetap kas yang bisa dinikmati pemegang saham, tetapi dari kacamata analisis kualitas laba, investor harus sadar bahwa core operation di tambang tidak menghasilkan kas setinggi laba bersih yang tertulis.
Modal kerja CITA pun terlihat sangat likuid, tetapi menyimpan sinyal yang patut diawasi. Kas meledak naik lebih dari dua ratus persen di 2024, piutang usaha justru turun sedikit dan hampir seluruhnya lancar dengan umur jatuh tempo di bawah tiga puluh hari karena hanya berhadapan dengan satu pelanggan besar. Di sisi lain, persediaan naik hampir dua puluh persen menjadi sekitar delapan ratus miliar Rupiah, padahal penjualan turun. Artinya, ada lebih banyak bauksit yang belum berpindah tangan, entah karena strategi penjadwalan pengapalan atau penurunan permintaan bahan baku. Sementara itu, utang bank jangka pendek sudah dilunasi, sehingga struktur liabilitas lebih banyak diisi utang usaha dan provisi imbalan kerja. Buat likuiditas, ini sangat aman. Buat pertanyaan tentang efisiensi operasional, kenaikan persediaan ketika penjualan turun jelas tidak bisa diabaikan.
Kalau fokus dipersempit hanya ke sembilan bulan pertama 2025, sumber laba dominan dari refining makin terang. Sampai akhir September 2025, laba bersih pemilik entitas induk sekitar 2,03 triliun Rupiah, naik sekitar tiga puluh satu persen dibanding periode yang sama 2024. Tapi bagian laba entitas asosiasi sudah menembus sekitar 3,78 triliun Rupiah, naik hampir empat puluh persen. Jadi angka yang diakui melalui metode ekuitas jauh lebih besar daripada laba bersih konsolidasian. Artinya, laba dari WHWAR tidak hanya menutup seluruh beban penambangan, beban penjualan, beban umum dan administrasi, serta pajak, tetapi masih menyisakan laba bersih besar untuk pemegang saham CITA. Operasi tambang sekarang lebih mirip jalur supply chain yang mengalirkan bauksit ke pabrik hilir, sementara generator laba utamanya ada di level pabrik itu sendiri. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dihitung secara kuartalan, gambarnya lebih dinamis. Q3 2025, laba bersih sekitar 375 miliar Rupiah, turun cukup tajam dibanding Q3 2024 yang mendekati 680 miliar Rupiah. Padahal penjualan bersih di Q3 2025 naik lebih dari dua kali lipat, dari sekitar 308 miliar menjadi sekitar 682 miliar Rupiah. Artinya, aktivitas tambang dan pengiriman bauksit justru lebih ramai. Namun bagian laba dari entitas asosiasi di kuartal ini turun dibanding Q3 tahun lalu, dari kisaran di atas dua triliun Rupiah menjadi sekitar 1,53 triliun Rupiah. Jadi meskipun mining bertumbuh, pelemahan kontribusi laba WHWAR langsung menekan laba bersih. Dari sini kelihatan, sekuat apa pun CITA mengerek volume penjualan bauksit, profitabilitas masih sangat didikte oleh siklus laba pabrik refining.
Risiko konsentrasi ini sangat ekstrem. Dari sisi pendapatan, seratus persen penjualan konsolidasian mengalir ke satu pelanggan domestik, yaitu WHWAR. Dari sisi laba, porsi terbesar bahkan hampir seluruh pertumbuhan laba bersih datang dari pos bagian laba entitas asosiasi, juga WHWAR. Kalau perusahaan ini terkena masalah teknis, regulasi, atau siklus harga alumina yang buruk, CITA akan ikut terguncang baik di top line maupun bottom line. Di atas kertas, nilai investasi CITA di entitas asosiasi naik dari sekitar 3,13 triliun Rupiah akhir 2024 menjadi sekitar 7,11 triliun Rupiah per akhir September 2025, mencerminkan akumulasi laba yang sangat besar di WHWAR. Tapi justru karena porsi aset ini makin mendominasi, dependence risk juga makin dalam.
Valuasi menambah warna kontras antara cerita laba dan cerita kas. Dengan harga sekitar 4.150 Rupiah per saham, kapitalisasi pasar CITA kira kira 16,4 triliun Rupiah. Berdasarkan laba per saham tahun buku 2024 sekitar 629 Rupiah, rasio PER sekitar 6,6 kali. Secara kasat mata ini terlihat murah, apalagi kalau dihadapkan dengan pertumbuhan laba yang melonjak lebih dari dua ratus empat puluh persen dibanding 2023. Rasio PEG kalau dihitung kasar jatuh di kisaran nol koma sekian, level yang biasanya disematkan ke saham growth yang kelewat murah. Namun begitu investor pindah dari rasio berbasis laba ke rasio berbasis penjualan dan kas, nuansanya berubah. Dengan penjualan sekitar 2,39 triliun Rupiah di 2024, rasio harga terhadap penjualan mendekati tujuh kali, angka yang tinggi untuk perusahaan komoditas. Rasio harga terhadap kas dari operasi bahkan diperkirakan di kisaran hampir dua puluh kali. Artinya, saham ini terlihat murah hanya jika percaya penuh pada keberlanjutan laba berbasis ekuitas asosiasi, bukan jika mengukur dari arus kas operasi tambang.
Gambaran yang kurang lebih sama muncul ketika data sembilan bulan 2025 di annualisasi. Laba per saham tahunan tersirat naik ke sekitar 683 Rupiah, membuat PER turun sedikit ke kisaran 6,1 kali. Nilai buku per saham sekitar 2.120 Rupiah, sehingga PBV sekitar 2 kali. Dari sisi earning power, masih kelihatan menarik. Namun rasio harga terhadap penjualan tahunan tersirat tetap berada di kisaran enam kali. Enterprise value dibanding penjualan juga sekitar lima koma sekian kali, mengingat kas yang besar dan ketiadaan utang berbunga. Di satu sisi, pasar memberi premium sekitar dua kali nilai buku kepada perusahaan yang praktis bebas utang dan punya kas besar. Di sisi lain, premi ini sebagian besar berdiri di atas fondasi laba hilir yang sifatnya sangat siklikal dan non kas di level operasi tambang. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari kacamata distribusi kas ke pemegang saham, ceritanya juga dua muka. Dividen tunai yang dibagikan dari laba 2024 kira kira 463 miliar Rupiah, setara sekitar 117 Rupiah per saham. Dengan harga 4.150, dividend yield sekitar 2,8%. Dividend payout ratio sekitar 18 sampai 19%. Artinya, manajemen memilih menahan sebagian besar laba di dalam perusahaan, mempertebal saldo laba ditahan yang sudah menembus kisaran hampir enam triliun Rupiah. Di 2025, dividen per saham naik ke sekitar 328 Rupiah, sehingga yield mendekati 8% di harga tadi, dan payout ratio naik ke sekitar setengah laba tahunan tersirat. Ini jauh lebih menarik bagi investor yang hidup dari dividen. Namun untuk mencapai break even dalam sepuluh tahun murni dari dividen di level harga sekarang, butuh rata rata sekitar 415 Rupiah per tahun. Jadi kalau CITA mau benar benar mengembalikan modal investor lewat dividen dalam horizon sepuluh tahun, perusahaan harus mempertahankan laba tinggi dan menjaga kebijakan pembagian dividen yang cukup agresif.
Untuk investor yang optimis, CITA adalah contoh sukses hilirisasi. Laba melonjak, neraca bersih dari utang, kas menumpuk, dan valuasi laba kelihatan murah. Mereka melihat CITA sebagai tiket murah ke mesin uang WHWAR dan proyek hilir lain seperti Kaltara Power dan Kalimantan Aluminium Industry yang masih berstatus hidden asset. Untuk yang pesimis, ini justru textbook case laba kertas. Laba besar yang sebagian besar non kas di level operasi, bergantung pada satu entitas asosiasi, disandingkan dengan penjualan tambang yang turun dan persediaan yang naik. Untuk yang realistis, CITA adalah perusahaan dengan keamanan finansial yang luar biasa, tetapi dengan kualitas laba yang harus selalu diawasi dan dengan risiko konsentrasi pelanggan yang tidak bisa dianggap remeh.
Buat investor yang nyangkut atau lagi mempertimbangkan masuk, kuncinya ada di cara memandang CITA. Kalau yang dicari adalah pure play tambang bauksit dengan korelasi ketat ke harga komoditas dan volume ekspor, CITA sudah bergeser jauh dari situ. Perusahaan ini lebih cocok diperlakukan sebagai proxy ke bisnis refining alumina dan ekosistem hilirisasi aluminium yang dimiliki grup. Sumber laba terbesar datang dari situ, bukan dari tanah yang digali. Tambangnya penting sebagai pengumpan bahan baku, tetapi mesin uangnya ada di pabrik hilir yang CITA tidak konsolidasikan. Selama investor sadar bahwa yang dibeli adalah aliran laba ekuitas dari entitas asosiasi, bukan kas operasi tambang murni, maka ekspektasi bisa disetel lebih realistis dan keputusan investasi jadi lebih jernih.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
