Tukar Guling Aset $SMRA x $BUVA
Transaksi antara Summarecon Agung dan Bukit Uluwatu Villa (BUVA) ini sebenarnya bukan jual beli biasa, tetapi lebih mirip pertukaran aset yang dibungkus dalam struktur divestasi anak usaha. Summarecon tidak menerima uang tunai. Mereka justru menukar kepemilikan penuh atas PT Bukit Permai Properti dengan sebidang tanah baru yang nilainya jauh di atas nilai buku proyek lama. Secara bisnis, ini langkah reposisi portofolio tanah yang sangat efisien. Secara akuntansi, ini transaksi pelepasan entitas anak yang hampir pasti menimbulkan laba ketika semua syarat perjanjian selesai dipenuhi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dua anak usaha Summarecon yaitu PT Summarecon Bali Indah dan BLID melepas total 487.811.000 lembar saham BKPP kepada dua pembeli BUVA dan Griya Uluwatu Nawasena. Sebagai gantinya, Summarecon menerima tanah seluas 194.801 meter persegi dengan nilai disepakati 545,44 miliar Rupiah. Dalam dunia properti, barter tanah seperti ini hanya terjadi kalau dua grup besar sama sama punya agenda pengembangan di lokasi yang saling terkait. BUVA dapat kontrol penuh atas proyek BKPP termasuk Bukit Jimbaran Villa Tirta, sementara Summarecon keluar dari proyek lama tetapi langsung mengamankan landbank baru yang bisa dikembangkan.
Dari perspektif akuntansi, transaksi ini baru bisa diakui ketika Summarecon benar benar kehilangan kendali atas BKPP. Pada laporan terakhir, syarat pendahuluannya belum tuntas sehingga laba belum boleh dicatat. Tetapi arah angkanya sudah jelas. Aset BKPP per Juni 2025 sekitar 476,70 miliar. Belum beroperasi komersial. Artinya nilai bukunya cenderung rendah. Ketika Summarecon melepas BKPP lalu masuk tanah baru senilai 545,44 miliar, selisihnya akan muncul sebagai laba pelepasan anak usaha. Ini jenis laba non operasional yang biasanya cukup besar dan bisa memperindah laporan laba rugi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dilihat dari harga tanahnya, angka 545,44 miliar untuk 194.801 meter persegi berarti sekitar 2,8 juta per meter persegi atau 28 miliar per hektare. Untuk wilayah selatan Bali yang potensinya besar, harga ini masuk kategori rasional dan punya ruang apresiasi. Artinya Summarecon bukan hanya keluar dari proyek yang belum berjalan, tetapi sekaligus naik kelas ke landbank yang lebih likuid dan lebih mudah dikembangkan.
Jadi transaksi SMRA dan BUVA ini adalah barter strategis antara proyek lama dan tanah baru. Summarecon melepaskan kepemilikan usang, menerima landbank besar, memperkuat neraca, dan berpotensi mencetak laba divestasi. BUVA mendapatkan kontrol proyek yang ingin mereka kembangkan. Keduanya mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan tanpa harus mengeluarkan cash besar. Ini jenis transaksi yang jarang muncul di permukaan tetapi menunjukkan bagaimana dua grup properti besar menata ulang portofolionya sambil menjaga arus kas tetap longgar.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
