Benteng Uang di Balik Tembok
Sering kali kita sibuk mencari "saham naga" berikutnya di sektor teknologi atau bank digital yang menjanjikan revolusi, sampai lupa kalau uang paling gampang justru sering ditemukan di tempat paling membosankan, tembok rumah yang rembes kena hujan.
Mari kita bicara soal Avia Avian ($AVIA). Kalau kita intip laporan keuangannya di penghujung 2025 ini, rasanya seperti melihat anomali. Di saat banyak perusahaan megap-megap karena daya beli kelas menengah Indonesia sedang "batuk-batuk", banyak orang menunda beli mobil baru atau barang mewah, bisnis cat ini justru duduk manis di atas tumpukan uang tunai. Kenapa? Karena di Indonesia, cat bukan sekadar estetika, tapi pertahanan hidup.
Narasi pasar sering bilang properti itu siklusnya naik-turun. Betul, tapi ada satu hal yang sering luput, pasar renovasi itu defensif, alias kebal krisis. Ketika ekonomi sulit, orang mungkin batal pindah ke rumah baru, tapi mereka tidak punya pilihan selain menambal atap bocor saat musim hujan tiba. Di sinilah letak kekuatan brutal AVIA. Dengan menguasai 24% pangsa pasar cat tembok dan dominan di segmen waterproofing, produk mereka lebih mirip obat sakit kepala. Kamu membelinya karena harus, bukan karena ingin. Tren renovasi 2025 yang mengarah ke fungsionalitas dan perbaikan hunian lama semakin memperkuat posisi mereka di pasar yang tidak bisa ditunda ini.
Tapi bukan cuma itu alasan kenapa margin laba kotor (GPM) mereka bisa tembus angka absurd di kisaran 45%. Ini bukan angka normal untuk perusahaan manufaktur. Rahasianya ada di dapur mereka sendiri. Sementara kompetitor sibuk impor bahan baku dan pusing saat harga minyak dunia bergejolak, AVIA memproduksi sendiri mayoritas resin, pewarna, hingga kaleng kemasannya. Ini adalah benteng pertahanan yang membuat mereka bisa mendikte harga sambil tetap menjaga profitabilitas, bahkan ketika harga komoditas global sedang moody.
Sekarang, mari kita lihat kartu as mereka berikutnya, Pabrik Cirebon.
Banyak orang hanya melihat pabrik baru ini sebagai "penambahan kapasitas". Itu pandangan yang terlalu polos. Pabrik Cirebon adalah strategi efisiensi yang kejam namun cerdas. Dengan memindahkan basis produksi utama ke sana, mereka memanfaatkan selisih upah minimum yang signifikan, sekitar 50% lebih murah dibanding basis lama di Sidoarjo. Ditambah dengan otomatisasi mesin baru, ini bukan sekadar soal bikin lebih banyak cat, ini soal bikin cat dengan biaya jauh lebih murah. Di tahun 2026, saat pabrik ini beroperasi dengan kapasitas 200 ribu metrik ton, struktur biaya mereka akan semakin ramping, membuat kompetitor makin sulit bernapas mengejar harga mereka.
Tentu, tidak ada investasi tanpa risiko. Tantangan terbesar AVIA justru ada pada pertumbuhan. Dengan kas bersih Rp5,2 triliun yang "nganggur" di neraca, mereka punya masalah orang kaya, mau dikemanakan uang ini? Pertumbuhan sudah mentok, pasar sudah didominasi. Pilihannya tinggal akuisisi agresif atau membagikannya sebagai dividen jumbo. Jika mereka salah langkah dalam akuisisi di luar kompetensi inti, tumpukan uang itu bisa terbakar sia-sia.
Selain itu, kita tidak bisa menutup mata bahwa pertumbuhan volume penjualan cat tembok sangat bergantung pada denyut nadi ekonomi makro. Data terbaru menunjukkan ekonomi Indonesia di kuartal akhir 2025 diproyeksikan tumbuh sekitar 5,4-5,6%, tapi konsumsi rumah tangga masih fokus pada kebutuhan pokok. Jika kelas menengah terus-menerus menahan belanja renovasi "cantik" dan hanya fokus pada renovasi "darurat", pertumbuhan pendapatan AVIA mungkin tidak akan se-eksplosif yang diharapkan. Namun, dengan valuasi saham yang diperdagangkan di bawah rata-rata historisnya, risiko ini sepertinya sudah cukup terdiskon.
Jadi, apa kesimpulannya? AVIA adalah contoh klasik perusahaan yang membosankan tapi mencetak uang saat kita tidur. Ini bukan saham untuk mereka yang mencari adrenalin harian. Ini saham untuk mereka yang percaya bahwa selama hujan masih turun di Indonesia, dan selama tembok masih bisa retak, mesin uang keluarga Tanoko ini akan terus berputar.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
$CLEO $CTRA