Moratorium Smelter Nikel Diterapkan! Apa Dampaknya Bagi Emiten Nikel?

Pemerintah Indonesia secara resmi melakukan penerapan moratorium izin pembangunan smelter nikel, dimana kebijakan tersebut melarang penerbitan izin baru untuk pembangunan smelter nikel lewat sistem OSS pada produk turunan nikel seperti FeNi, NPI, nickel matte, dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

Tidak hanya untuk perizinan baru, tapi kebijakan tersebut juga menyasar pada perizinan yang sudah diterbitkan pada perusahaan tapi belum menunjukkan adanya kemajuan konstruksi smelter nikel atau belum masuk tahap pembangunan.

Proyek yang sudah berjalan nantinya akan dibantu Asosiasi Smelter Nikel Indonesia dalam mengajukan dispensasi agar bisa melanjutkan konstruksi karena mereka memulai konstruksi sebelum aturan diterbitkan.

Kondisi ini dilakukan untuk menjaga harga nikel global tetap bisa terjaga, seperti yang kita tahu bahwa saat ini harga nikel global mengalami pelemahan bahkan harganya berada di bawah level USD 15.000 per ton, atau lebih tepatnya sebesar USD 14.698 per ton.

Indonesia sendiri merupakan produsen nikel terbesar dunia, data estimasi produksi nikel tahun 2024 dari USGS menunjukkan jika pada tahun 2024 Indonesia menjadi produsen terbesar nikel dunia mencapai 2,2 juta ton, total produksi nikel dunia sendiri mencapai 3,7 juta ton.

Sehingga kebijakan ini berpotensi positif ke harga nikel ke depan karena produksi nikel global bisa tertahan, dan pada akhirnya bisa memberi dampak positif bagi kinerja emiten nikel saat harga jualnya membaik. Meskipun bagi yang tidak mendapat perizinan membangun smelter nikel ada potensi proyeksi kinerja ke depan jadi kurang baik, karena turunnya produksi.

Saat ini ada beberapa perusahaan nikel Indonesia yang sedang dalam tahap pembangunan smelter nikel, seperti anak usaha HRUM yakni PT Blue Sparking Energy yang sedang membangun smelter nikel dengan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang diproyeksi mulai beroperasi pada Q1 2026.

Kemudian ada INCO yang sangat dikenal dengan pembangunan tiga smelter nikel-nya yakni Sorowako, Morowali, dan Pomalaa. Dimana ketiganya sudah dalam tahap konstruksi, dan diproyeksi bisa selesai tahun 2026 - 2027 nanti.

Karena sedang dalam tahap pembangunan, maka ini akan aman dari kebijakan tersebut. Terlihat juga ada blok Tanamalia milik INCO, namun ini masih dalam tahap awal program eksplorasi untuk pertambangannya.

Gimana menurutmu, apakah kebijakan ini tepat dilakukan dengan kondisi turunnya harga nikel?

馃憠聽Join ke channel Telegram buat dapetin insight lainnya! Klik link di bio.

Disclaimer: Konten ini dibuat dengan tujuan informasi dan edukasi, bukan merupakan rekomendasi untuk jual, beli, atau hold suatu saham. Keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing investor.

$HRUM $INCO $IHSG

Read more...

1/4

testestestes
2013-2025 Stockbit 路AboutContactHelpHouse RulesTermsPrivacy