Sumber 1 : Berawal dari baca koran terus cek di google.
Sumber 2 : olahan data sendiri, di bentuk ke excel, matic.
Peta Besar Pengurangan Batu Bara Dunia: Siapa Bergerak Cepat, Siapa Masih Berat?
Transisi energi global kini memasuki babak penting. Target pengurangan batu bara mulai ditegaskan banyak negara, namun kecepatannya berbeda satu sama lain. Bagi investor, pergeseran ini bukan sekadar isu lingkungan — tetapi juga sinyal awal perubahan besar pada arus modal, risiko industri, dan peluang di sektor energi baru.
Di bawah ini gambaran komprehensif tentang posisi negara-negara kunci pada 2025.
G7: Pemimpin Komitmen, Tapi Tak Selalu Konsisten
Kelompok G7 selama ini menjadi penggerak utama peralihan dari batu bara. Mayoritas anggotanya telah menargetkan fase keluar pembangkit batu bara pada 2030-an, meski tiap negara punya catatan sendiri:
1. Eropa Barat (UK, Jerman, Perancis, Italia)
Inggris dan Perancis sudah nyaris bebas batu bara.
Jerman berada dalam jalur penghapusan PLTU batu bara menjelang 2030-an.
Italia menargetkan penghentian operasional pada akhir 2025 di daratan, meskipun Sardinia sedikit lebih lama.
2. Amerika Serikat & Kanada
AS bergerak, namun tidak secepat Eropa. Penutupan PLTU banyak terjadi karena tekanan ekonomi, bukan aturan eksplisit.
Kanada lebih tegas: sebagian besar pembangkit batu bara akan berhenti pada awal 2030-an.
3. Jepang
Jepang berkomitmen mengurangi batu bara “unabated” di paruh pertama 2030-an.
Namun kenyataannya, proyeksi pasokan listrik Jepang menunjukkan batu bara masih dipakai hingga pertengahan dekade — membuat investor meragukan kecepatan transisi Jepang.
Kesimpulan G7: komitmen kuat, eksekusi beragam. Negara Eropa memimpin, Amerika Utara sedang menyesuaikan, Jepang tertinggal.
Korea Selatan: Komitmen Baru yang Patut Dicermati
Korea Selatan menjadi salah satu negara Asia yang paling agresif bergerak pada 2025. Seoul telah mengumumkan rencana untuk:
Menutup sebagian besar PLTU batu bara paling lambat 2040.
Tidak lagi membangun PLTU batu bara baru tanpa teknologi penangkap karbon.
Menyusun roadmap detail pada 2026 untuk seluruh pembangkit.
Bagi investor, ini sinyal jelas: perusahaan energi dan industri berat di Korea Selatan akan memasuki fase restrukturisasi besar dalam 10–15 tahun ke depan.
Tiongkok: Masih Menambah Kapasitas, Belum Mengarah ke Phase-Out
Berbeda jauh dari tren G7, China masih menjadi “kantong terakhir” batu bara global.
Sejumlah pembangkit baru tetap mendapat izin pada 2025.
Pemerintah memang mewajibkan efisiensi lebih tinggi dan fleksibilitas operasi, namun belum menetapkan tanggal penghentian batu bara.
Investor harus membaca ini sebagai: China masih melihat batu bara sebagai penopang stabilitas energi, sehingga pergeseran saham utilitas dan batu bara mungkin terjadi jauh lebih lambat dibanding negara maju.
India: Fokus Kurangi Impor, Bukan Menghapus Batu Bara
India berada di posisi unik:
Pemerintah ingin mengurangi ketergantungan impor batu bara dalam 10 tahun ke depan.
Namun tidak ada target eksplisit untuk menghentikan pembangkit batu bara nasional.
Artinya, sektor batu bara India masih akan memainkan peran dominan. Transisi energi ada, namun lebih diarahkan pada energi terbarukan sebagai pelengkap, bukan pengganti cepat.
Indonesia: Target Ambisius, Jalan Masih Panjang
Indonesia memasuki 2025 dengan rencana yang cukup besar:
Pemerintah menargetkan phase-out PLTU batu bara pada 2040.
Net-zero dipercepat menjadi 2050.
Porsi energi terbarukan ditargetkan naik signifikan hingga 65% pada 2040.
Namun implementasinya penuh tantangan:
Belum ada jadwal penutupan PLTU yang mengikat.
Pendanaan internasional untuk transisi masih belum mengalir sesuai rencana.
Kritik muncul karena strategi cofiring biomassa/amonia dinilai berpotensi memperpanjang umur PLTU.
Dari sudut pandang investor, Indonesia berada di “zona transisi menengah”: punya ambisi tinggi, namun eksekusi masih mencari bentuk.
Random Tag : $ITMG , $BSSR , $BYAN
1/9








