KENAPA HARGA SAHAM PERBANKAN INDONESIA AKAN SEMAKIN SURAM PADA TAHUN 2026 dan seterusnya
($BBCA, $BBRI, $BMRI, BBNI, dll)
Banyak yang mengira penurunan bank bank besar hanyalah koreksi biasa.
Padahal jika semua ditarik dalam konteks makro, gambarnya tidak sesederhana itu.
Justru, tanda tandanya mengarah pada sesuatu yang lebih dalam.
1. INFLASI MULAI MERAYAP, BUKAN MEREDA
Data terbaru menunjukkan inflasi Indonesia naik menjadi 2.86 persen dari 2.65 persen.
Core inflation naik menjadi 2.36 persen dari 2.19 persen.
Inflasi yang merayap naik seperti ini berbahaya.
Ia tidak langsung meledak, tapi menahan Bank Indonesia dalam posisi defensif.
Selama BI tidak menurunkan suku bunga, sektor perbankan tidak akan bisa bernapas lega.
Bank hidup dari pertumbuhan kredit.
Jika bunga tinggi bertahan lama, kredit akan melemah pelan, dan laba bank mulai tertekan.
2. SUKU BUNGA TINGGI LEBIH LAMA MENJADI SIKLUS BARU
Dunia sedang berada pada titik tekanan.
Amerika belum benar benar bebas dari inflasi.
Eropa stagnan. China melemah.
Ketika dunia menahan bunga tinggi, Bank Indonesia tidak punya ruang untuk longgar.
Lepas sedikit saja, rupiah melemah, impor mahal, inflasi melonjak.
Ini mengikat BI dalam siklus bunga tinggi lebih lama.
Dan di sinilah masalahnya:
Bunga tinggi lebih lama adalah racun halus bagi perbankan.
3. SIGNAL AWAL MENUJU RESESI 2026?
Banyak analis global mulai membuka skenario resesi di 2026.
Indonesia mungkin bisa jatuh keras, sekaligus melambat tajam itu sangat mungkin.
Tanda tanda perlambatan sudah terlihat:
1. Permintaan kredit melambat sejak pertengahan 2025
2. Konsumsi rumah tangga melemah di beberapa sektor
3. Hutang Pinjol Masyarakat Indonesia sudah tembus 101,1 Triliun per September 2025
3. Inflasi naik bukan karena permintaan kuat, tetapi tekanan biaya
4. Pertumbuhan global stagnan
5. Investasi baru turun signifikan
Kondisi seperti ini membuat bank bank besar kehilangan katalis pertumbuhan jangka panjang.
Bank tidak bisa bertumbuh hanya dengan efisiensi.
Mereka butuh ekonomi yang bergerak cepat.
Dan 2026 tidak memberi warna itu.
4. UNEMPLOYMENT 4.85 PERSEN BUKAN BERITA BAIK
Nduk, Chah Bagus lihat datanya:
Tingkat pengangguran turun hanya sedikit dari 4.91 persen ke 4.85 persen.
Perbaikan terlalu kecil, stagnan, dan tidak sebanding dengan beban rumah tangga yang naik.
Ini menunjukkan ekonomi bergerak, tetapi tidak kuat.
Sektor yang menyerap tenaga kerja justru sektor berupah rendah seperti pertanian dan akomodasi.
Rumah tangga makin tertekan, gagal bayar baik Pinjol, KPR berpotensi naik, dan bank harus memperbesar pencadangan.
5. KENAPA HARGA BANK JATUH DARI PUNCAK
Jika digabungkan:
Inflasi naik
Core inflation naik
Pengangguran stagnan
BI menahan bunga
Pertumbuhan global melambat
Risiko resesi 2026 terbuka
Kredit melemah
Beban rumah tangga meningkat
Ini adalah kondisi yang tidak bersahabat bagi saham perbankan.
Harga bukan turun karena fundamental hancur,
tetapi karena pasar melihat awan gelap di depan.
Bank adalah sektor paling sensitif terhadap perlambatan ekonomi.
Mereka merasakan dinginnya angin sebelum sektor lain terserang.
KESIMPULAN TAJAM
Perbankan Indonesia bukan buruk, tetapi sedang masuk fase berat.
Jika 2026 benar benar menjadi tahun perlambatan atau resesi berat,
bank akan menjadi korban pertama, bukan terakhir.
Valuasi tidak akan pulih cepat.
Dan harga harga yang turun dari all time high bukan koreksi biasa,
tetapi penyesuaian terhadap realitas ekonomi yang semakin berat.
PENUTUP
Kadang pasar memberi tanda sebelum kita melihat peristiwanya.
Harga perbankan turun bukan karena masa lalu buruk,
tetapi karena masa depan semakin keruh.
Yang membaca tanda tanda lebih cepat, akan berdiri di sisi yang benar.
DYOR DISCLAIMER ON
