Defisit APBN = Pajak Makin Ganas?
Kondisi fiskal sekarang memang lagi tidak nyaman. Semua indikator yang biasanya bikin pemerintah menekan pajak justru menyala bersamaan. Keseimbangan primer sudah balik defisit sekitar 45 triliun rupiah padahal di 9M25 masih surplus 18 triliun. Defisit APBN 10M25 sudah 479,7 triliun rupiah atau 2,02% terhadap PDB. Outlook resmi bahkan mendorongnya ke 2,78% yang kira kira setara 660 triliun rupiah. Pendapatan negara turun 6% YoY menjadi 2.113,3 triliun rupiah. Penerimaan pajak turun 3,9% YoY. Belanja negara naik 1,4% YoY menjadi 2.593 triliun rupiah. Uang masuk makin seret. Uang keluar tetap deras. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari posisi seperti ini jalur historisnya jelas. Pemerintah biasanya hanya punya tiga tuas untuk menjaga APBN yaitu memotong belanja, menambah utang, atau mengetatkan pajak. Pemotongan belanja sangat sulit dilakukan karena sebagian besar sudah terkunci untuk gaji pegawai, tunjangan pejabat, belanja kementerian, bansos, subsidi, serta pembayaran bunga utang yang mencapai kisaran 553 triliun rupiah. Utang baru juga makin mahal karena kondisi pasar global tidak ramah pada negara berkembang yang defisitnya naik. Artinya jalur yang paling cepat dan paling mudah secara operasional adalah pengetatan pajak.
Inilah alasan kekhawatiran investor muncul bahwa pemerintah bisa makin ganas menagih pajak. Ini bukan asumsi kosong. Pola tahun tahun sebelumnya memperlihatkan bahwa setiap kali penerimaan pajak meleset dari ritme semester kedua maka yang keluar adalah intensifikasi pajak, pemeriksaan yang lebih ketat, permintaan dokumen yang lebih dalam, penilaian ulang transaksi, dan penagihan agresif. Tekanan seperti ini biasanya terasa jelas di sektor dunia usaha sebelum muncul di laporan makro. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Apakah pemerintah berpotensi melakukan sweeping pajak? Dengan data yang ada sekarang peluangnya tinggi. Bisa lihat kasus lama pajak dicongkel - congkel lagi. Kali ini sasaran tembaknya itu Djarum pemilik $BBCA. Masih ingat kasus pajak $PNBN? Same old story?
Kalau laju defisit yang sekarang sekitar 48 triliun rupiah per bulan terus berlanjut maka akhir tahun angkanya bisa mendekati 576 triliun rupiah atau 2,42% dari PDB. Angka ini masih di bawah outlook 2,78% tetapi tetap menunjukkan bahwa APBN makin butuh napas tambahan. Masalahnya ruang efisiensi sangat terbatas karena struktur belanja terlalu gemuk. Pemerintah bisa memangkas tunjangan DPR dan kementerian besar sebagai simbol penghematan tetapi angkanya tidak cukup untuk menutup defisit ratusan triliun rupiah.
Kondisi fiskal yang tertekan membuat pilihan pemerintah sangat sempit. Kalau efisiensi belanja tidak dilakukan dengan serius maka jalur yang tersisa hanya satu yaitu mengetatkan pemungutan pajak. Investor bisa melihat ini sebagai sinyal bahwa dunia usaha berpotensi menghadapi tekanan fiskal yang lebih berat. Sweeping pajak dalam konteks ini bukan tindakan emosional melainkan konsekuensi logis dari struktur APBN yang makin menyempit ruang geraknya.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI
1/9








