$BRMS LK Q3 2025: Apakah Memang Tidak Ada Ekspor Emas?
Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Banyak investor yang bilang kalau BRMS itu tidak melakukan ekspor. Tapi tidak bisa langsung percaya kecuali kita lihat dulu data real-nya. Kenapa penting tahu ekspor atau tidak? Karena pemerintah sedang menyiapkan tarif ekspor emas 15% kalau harga emas tembus di atas 3.200,00 dollar per troy ounce. Kalau emiten emas ternyata rajin ekspor, tarif itu bisa makan habis margin. Kalau semua penjualan justru ke dalam negeri, efeknya beda lagi. Jadi sebelum panik atau euforia, lebih sehat kalau rantai bisnis BRMS dilihat dari tambang sampai ke pembeli terakhir. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Secara struktur bisnis, PT Bumi Resources Minerals Tbk benar-benar bermain di mineral, bukan batubara. Komoditas utama yang diurus adalah emas, perak, timah hitam, dan seng. Cadangan emas dan tembaga terbesar ada di PT Gorontalo Minerals di Gorontalo, Sulawesi, dengan cadangan terbukti dan terkira sekitar 105 juta ton dan sumber daya 392 juta ton, izin operasi sampai 31 Desember 2052. Lalu ada PT Citra Palu Minerals di Palu, Sulawesi Tengah, dengan cadangan 34 juta ton dan sumber daya 40 juta ton, izin sampai 30 Desember 2050. Di Kerta, Banten, PT Suma Heksa Sinergi memegang cadangan emas sekitar 18 juta ton dan sumber daya 75 juta ton, izin sampai 18 November 2039. Untuk timah hitam dan seng, PT Dairi Prima Mineral di Sumatera Utara punya cadangan sekitar 11 juta ton dan sumber daya 24 juta ton dengan izin sampai 29 Desember 2047. Di Aceh, PT Linge Mineral Resources punya cadangan sekitar 2 juta ton dan sumber daya 7 juta ton, dengan status perpanjangan IUP sampai 25 Februari 2026. Semua ini bicara mineral, tidak ada cerita cadangan batubara.
Kalau pindah ke sisi penjualan, angka sembilan bulan pertama 2025 sudah cukup gamblang. Total penjualan BRMS sekitar 183,58 juta dollar Amerika Serikat, naik dari sekitar 108,48 juta dollar pada periode yang sama 2024. Lonjakan hampir 70% ini bukan datang dari pembeli luar negeri, tapi dari pembeli yang semuanya beralamat di Indonesia. Pembeli terbesar adalah PT Hartadinata Abadi Tbk dengan pembelian emas sekitar 159,23 juta dollar dan perak sekitar 4,09 juta dollar, total kurang lebih 163,32 juta dollar. Lalu ada PT Simba Jaya Utama sekitar 12,38 juta dollar, PT Swarnim Murni Mulia sekitar 6,01 juta dollar, PT Pegadaian Galeri Dua Empat sekitar 1,45 juta dollar, dan PT Garuda Internasional Multitrade sekitar 0,41 juta dollar. Kalau dijumlah, penjualan emas sekitar 178,50 juta dollar dan perak sekitar 5,08 juta dollar, semuanya ke entitas yang berdomisili di Indonesia.
Dari komposisi pelanggan ini, kesimpulannya cukup tegas. Penjualan BRMS yang tercatat di laporan keuangan seluruhnya masuk ke pihak ketiga di Indonesia. Tidak ada satu pun nama pembeli luar negeri yang muncul di daftar pelanggan utama. Jadi secara bukti formal, penjualan yang diakui perseroan adalah penjualan domestik, bukan ekspor langsung. Pemerintah memang mewajibkan kontraktor seperti PT Citra Palu Minerals, PT Dairi Prima Mineral, dan PT Gorontalo Minerals untuk mengutamakan pasar dalam negeri, jadi secara regulasi wajar kalau transaksi ke pembeli lokal menjadi tulang punggung revenue. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Domestik di sini bukan berarti terputus dari pasar global. Logam mulia yang dijual tetap menggunakan referensi harga internasional. Dalam perjanjian penjualan, emas dan perak yang sudah dimurnikan dijual memakai harga bid London Bullion Market atau London Bullion Market Association gold price PM. Untuk pembeli seperti PT Pegadaian Galeri Dua Empat, transaksi bisa diselesaikan dalam Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia di tanggal transaksi. Untuk pembeli lain, pembayaran bisa dalam dollar Amerika. Jadi secara lokasi pembeli ini domestik, tetapi penentuan harga mengikuti standar global. Dengan kata lain, BRMS menikmati harga emas dunia tanpa harus mencatat ekspor langsung di laporan keuangan.
Isu lain yang sering bikin bingung adalah soal smelter. Dari laporan keuangan, terlihat jelas BRMS tidak mengoperasikan smelter pemurnian akhir sendiri. Produk yang dihasilkan dari tambang, khususnya oleh PT Citra Palu Minerals, muncul di neraca sebagai barang dalam proses dengan nama Dore bullion. Dore bullion ini adalah bentuk logam campuran emas dan perak yang belum dimurnikan sepenuhnya. Pada 31 Desember 2024 nilainya sekitar 2,02 juta dollar sebelum kemudian habis terjual atau diproses lebih lanjut per 30 September 2025. Dore inilah yang kemudian dikirim ke mitra pemurnian.
Di sini kemitraan dengan perusahaan pemurnian lokal jadi penentu. PT Citra Palu Minerals punya perjanjian pemurnian dengan PT Simba Jaya Utama (SJU). BRMS mengirim Dore bullion ke fasilitas pemurnian milik PT Simba Jaya Utama, lalu emas dan perak hasil pemurnian itu dijual ke pembeli seperti PT Hartadinata Abadi Tbk $HRTA. Ada juga kerja sama pemurnian dengan PT Emas Murni Abadi (EMA) dengan skema serupa, Dore dikirim ke pabrik pemurnian milik PT Emas Murni Abadi untuk diolah menjadi logam mulia. Sebelumnya BRMS juga bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk, di mana $ANTM menerima Dore untuk dimurnikan di pabriknya lalu membeli kembali emas dan perak yang sudah jadi.
Cara kerjanya kira-kira seperti ini. BRMS dan entitas anak menambang dan mengolah bijih menjadi Dore bullion, Dore dikirim ke smelter milik mitra dalam negeri, logam mulia hasil pemurnian kemudian dijual ke pembeli domestik. Jadi jawaban pendeknya, BRMS belum bermain di level smelter akhir sendiri, fokus di hulu dan midstream lalu menggandeng pihak ketiga untuk pemurnian. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Walaupun penjualannya domestik, BRMS punya jejak aset di luar negeri. Dari total aset sebelum eliminasi sekitar 2,82 miliar dollar per 30 September 2025, sekitar 2,15 miliar dollar atau 76,34% berada di Indonesia. Sisanya terbagi antara Amerika dan Australia sekitar 431,81 juta dollar atau 15,33% dan Asia termasuk Singapura sekitar 234,65 juta dollar atau 8,33%. Entitas luar negeri ini antara lain International Minerals Company LLC di Amerika Serikat dengan aset sekitar 314,85 juta dollar, Herald Resources Pty Ltd di Australia dengan aset sekitar 116,96 juta dollar, dan beberapa perusahaan tujuan khusus di Singapura seperti Calipso Investment Pte Ltd dan Gain and Win Pte Ltd. Jadi secara struktur korporasi, BRMS memang global, tetapi arus penjualan emas dan perak yang tercatat di revenue tahun berjalan tetap kembali ke pembeli yang beralamat di Indonesia.
Dari sisi kinerja, BRMS sedang dalam fase pertumbuhan agresif. Penjualan naik dari sekitar 108,48 juta dollar menjadi sekitar 183,58 juta dollar. Laba bruto melonjak dari sekitar 52,38 juta dollar menjadi sekitar 103,25 juta dollar. Laba periode berjalan naik dari sekitar 16,43 juta dollar menjadi sekitar 37,62 juta dollar. Laba bersih per 1.000 saham juga naik dari 0,11 menjadi 0,27. Menariknya, seluruh penjualan segmen dan laba bruto segmen yang diakui berasal dari segmen penambangan. Ini menegaskan bahwa penggerak utama BRMS saat ini adalah produksi dan penjualan emas dan perak, bukan hanya aktivitas investasi pasif atau holding.
Rencana ke depan juga tidak main-main. PT Citra Palu Minerals menargetkan optimalisasi eksplorasi cadangan bijih di Blok I Poboya agar bisa mengisi pabrik dengan kapasitas yang direncanakan sampai 10.000 ton per hari. Penambangan bawah tanah PT Citra Palu Minerals ditargetkan selesai sekitar kuartal pertama 2027 untuk mengejar kadar emas yang lebih tinggi di kedalaman. PT Suma Heksa Sinergi dan PT Gorontalo Minerals terus mempercepat eksplorasi untuk menggenjot cadangan. PT Linge Mineral Resources sedang menyelesaikan studi kelayakan agar bisa mengantongi izin operasi produksi dan membangun pabrik berkapasitas sekitar 2.000 ton per hari. Semua ini butuh pendanaan yang tidak kecil sehingga manajemen aktif mencari sumber dana domestik dan internasional. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau semua fakta ini dikaitkan lagi dengan isu pajak ekspor emas 15% di atas 3.200,00 dollar, gambarannya jadi lebih jelas. Saat ini BRMS secara legal dan akuntansi bukan eksportir langsung. Penjualan dicatat ke perusahaan Indonesia, pemurnian juga dilakukan di fasilitas domestik. Kebijakan tarif ekspor pertama-tama akan menghantam pihak yang benar-benar mengekspor emas dari Indonesia ke luar negeri. Namun karena harga acuan yang dipakai BRMS adalah harga internasional, tekanan pajak di hilir atau di level eksportir bisa berbalik ke hulu dalam bentuk diskon harga beli konsentrat atau logam mulia. Artinya, walaupun BRMS tidak menonjolkan diri sebagai eksportir, risiko kebijakan tetap ada di level harga.
Jadi kalau masih ada narasi bahwa BRMS aman total dari pajak ekspor karena tidak ekspor, itu hanya setengah benar. Data menunjukkan penjualan benar-benar domestic oriented dan tidak ada ekspor langsung yang tercatat. Tetapi karena seluruh model bisnis terhubung ke rantai emas global dan harga internasional, kebijakan tarif 15% tetap berpotensi menekan daya serap dan margin ekosistem, apalagi kalau HRTA dan ANT, sebagai pelanggan BRMS, pengen ekspor. Bedanya, BRMS berangkat dari basis yang sudah kuat di dalam negeri dengan aset mayoritas di Indonesia dan jaringan pembeli lokal yang besar. Itu membuat diskusi tentang pajak ekspor emas di BRMS lebih nyambung kalau diarahkan ke struktur kontrak dan pricing, bukan sekadar label ekspor atau tidak ekspor.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU