imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Drama Komisaris $BJBR

Pasar modal lagi dapat tontonan menarik. Bukan soal harga saham BJB yang naik turun beberapa persen, tapi soal siapa yang boleh duduk di kursi komisaris bank daerah yang asetnya sudah triliunan dan terhubung ke APBD dua provinsi. Nama besar seperti Helmy Yahya dan Bossman Mardigu sempat dipajang bangga sebagai wajah baru tata kelola Bank BJB. Mereka diumumkan sebagai bagian dari paket enam komisaris dan enam direksi baru hasil RUPS Tahunan 16 April 2025, dengan posisi Bossman sebagai Komisaris Utama Independen, Helmy sebagai Komisaris Independen, dan Joko Hartono Kalisman sebagai Direktur Kepatuhan. Di atas kertas semua terlihat rapi, hanya ada satu catatan kecil yang waktu itu terasa formalitas belaka, yaitu jabatan mereka baru efektif setelah lulus penilaian kemampuan dan kepatutan OJK. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Beberapa bulan berlalu, formalitas itu berubah menjadi pintu yang tertutup. Manajemen BJB mengumumkan akan menggelar RUPSLB pada 1 Desember 2025 dengan mata acara utama pembatalan pengangkatan Komisaris Utama Independen, Komisaris Independen, dan Direktur Kepatuhan. Penjelasan resminya tenang dan dingin, langkah ini disebut sebagai tindak lanjut atas tiga surat OJK bernomor SR-294/PB.02/2025, SR-356/PB.02/2025, dan S-338/KO.12/2025. Dibaca pelan pelan, artinya tidak rumit. Tiga nama itu tidak lolos fit and proper test, sehingga secara hukum perusahaan wajib merapikan keputusan RUPS sebelumnya supaya struktur pengurus sepenuhnya sinkron dengan keputusan regulator.

Di titik ini, versi resmi baru menjawab pertanyaan apa, belum menyentuh kenapa. Lalu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi muncul ke publik dan memberi warna emosional. Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan pengangkatan yang sudah sah lalu dibatalkan, tapi memang calon komisaris yang tidak diloloskan di meja OJK. Ia menggarisbawahi bahwa setiap komisaris bank daerah wajib melalui seleksi OJK dan dalam proses itu Helmy dan Bossman tidak lulus. Sebagai representasi pemegang saham pengendali, Dedi terang terangan mengaku menyesal, karena ia merasa dua nama itu punya integritas dan bisa memperkuat BJB. Namun ketika menyentuh alasan teknis kenapa mereka tidak diloloskan, ia langsung melempar bola ke OJK.

Narasi makin panas ketika Helmy buka suara. Ia mengaku sudah menjalani seluruh tahapan fit and proper, termasuk pelatihan, lalu belakangan justru diberitahu tidak memenuhi syarat. Ia menyebut ada dugaan munculnya temuan baru setelah proses uji kelayakan berjalan, yang dipicu oleh surat seorang pejabat tinggi di sebuah kementerian yang menilai dirinya punya catatan tertentu. Ia juga menyindir prosedur, karena menurut versinya ia tidak pernah diberi kesempatan klarifikasi ulang terhadap hal yang dijadikan dasar keputusan. Dari sudut pandang Helmy, mekanisme ini terasa janggal dan tidak fair. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Supaya lebih jernih, dua nama ini perlu ditarik ke konteks yang lebih luas. Bukan kebetulan jika jejak masa lalu mereka sangat bersinggungan dengan tema yang paling sensitif buat regulator keuangan, yaitu tata kelola dan kepatuhan.

Helmy paling ramai dibicarakan ketika menjabat Direktur Utama TVRI dan kemudian dicopot oleh Dewan Pengawas pada akhir 2019 sampai awal 2020. Dewas TVRI mengeluarkan surat pemberhentian dan menggelar konferensi pers yang berisi sederet tuduhan administratif. Mereka menuding Helmy tidak memberikan penjelasan memadai terkait pembelian program siaran berbiaya besar, termasuk hak siar Liga Inggris yang dikhawatirkan membebani keuangan TVRI. Rebranding TVRI dinilai tidak sejalan dengan rencana kerja dan anggaran yang sudah disetujui. Mutasi pejabat struktural dianggap tidak selaras dengan norma manajemen ASN. Di beberapa kesempatan, Dewas menyebut Helmy melanggar prinsip tata kelola yang baik, termasuk dalam penunjukan program hiburan tertentu, dan menilai ia kurang patuh terhadap kebijakan yang bersumber dari Dewas.

Dari sisi Dewas, Helmy dibingkai sebagai sosok yang agresif sampai melampaui pagar birokrasi dan prosedur. Dari sisi Helmy, ceritanya terbalik. Ia menyebut surat pemberhentian cacat hukum, mengadu ke Komisi I DPR, dan menonjolkan data bahwa di masa kepemimpinannya TVRI naik rating, menjadi lebih relevan, dan berani membeli konten besar seperti Liga Inggris untuk mengangkat citra lembaga. Ia menggambarkan konflik itu sebagai benturan visi antara manajemen yang ingin bergerak cepat dengan Dewas yang tidak siap dengan perubahan.

OJK tentu tidak duduk sebagai hakim sengketa TVRI, tetapi mereka tidak mungkin menutup mata terhadap pola. Di satu sisi, Helmy punya reputasi sebagai pembaru. Di sisi lain, ada jejak konflik terbuka dengan board yang berujung pemberhentian dan catatan resmi soal pelanggaran prosedur, rebranding di luar anggaran, sampai dugaan nepotisme mutasi jabatan. Untuk lembaga penyiaran publik, ini jadi drama politik. Untuk regulator yang diminta menilai kelayakan calon komisaris bank, ini menjadi pertanyaan serius mengenai gaya kepemimpinan, kemampuan menjaga hubungan sehat dengan dewan pengawas, dan kesediaan tunduk pada prosedur ketika memegang organisasi berbasis dana publik. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lalu ada Bossman Mardigu. Jejak yang paling langsung nyambung ke OJK muncul lewat fintechnya, PT Santara Daya Inspiratama. Santara adalah penyelenggara layanan urun dana berbasis teknologi informasi, atau equity crowdfunding, yang mendapatkan izin OJK pada 2019. Di atas kertas, ini adalah inovasi pembiayaan usaha kecil. Dalam praktik, tidak semua berjalan mulus. Pada 2022, OJK menjatuhkan Perintah Tindakan Tertentu kepada Santara melalui surat S-231/D.04/2022. Intinya, OJK melarang Santara menambah penerbit yang menawarkan efek di platform dan melarang menambah pemodal sampai seluruh efek penerbit yang sudah ada benar benar didaftarkan di KSEI dan didistribusikan ke investor.

OJK menilai Santara melanggar ketentuan dalam POJK 57 2020 tentang penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi. Media lalu membingkai sanksi ini secara keras, dengan judul yang menggambarkan bahwa perusahaan urun dana milik Mardigu disemprit OJK dan dilarang menggalang dana lebih lanjut sebelum beres mencatat dan mendistribusikan efek. Pejabat OJK bahkan mengaku menerima ratusan telepon terkait Santara dan keluhan masyarakat mengenai platform ini, sehingga arah pengawasan menjadi jauh lebih tajam.

Respons dari kubu Mardigu waktu itu adalah mengakui adanya masalah operasional dan menjanjikan perbaikan. Mereka bicara soal rencana melakukan delisting terhadap penerbit yang bermasalah dan menyelesaikan kewajiban pendaftaran efek di KSEI. Di sisi lain, Mardigu tetap menjaga citranya sebagai pengusaha yang paham aset alternatif seperti kripto dan bitcoin, sekaligus berusaha menunjukkan bahwa ia mau taat regulasi meski terkena sanksi.

Penting untuk menempatkan proporsi secara adil. Sanksi OJK terhadap Santara adalah sanksi administratif kepatuhan, bukan vonis pidana penipuan. Artinya, regulator menilai ada pelanggaran aturan operasional dan tata kelola, lalu memberi perintah perbaikan disertai pembatasan kegiatan sampai kewajiban dipenuhi. Namun dari kacamata fit and proper, hal seperti ini tetap menjadi catatan serius. OJK berkewajiban menilai bukan hanya apa yang tertulis di CV, tetapi juga riwayat hubungan kandidat dengan regulator dan kualitas kepatuhan di entitas yang pernah ia kelola atau wakili. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dua cerita ini disandingkan, pola besarnya cukup jelas. Helmy membawa warisan konflik tata kelola di TVRI yang resmi berakhir dengan pemberhentian oleh Dewas dan sederet catatan maladministrasi. Mardigu membawa jejak fintech yang disanksi oleh OJK sendiri karena pelanggaran aturan layanan urun dana, sampai harus dihentikan sementara untuk ekspansi penerbit dan pemodal. Keduanya tidak pernah dijatuhi vonis pidana, tetapi dalam dunia perbankan, rekam jejak administratif seperti ini jarang dianggap sepele.

Dari sini, narasi BJB terasa lebih masuk akal. Pemegang saham pengendali mengusulkan nama besar yang mereka anggap punya reputasi kuat dan jejaring luas. RUPS mengesahkan, dengan syarat lulus OJK. Regulator perbankan menjalankan mandat dengan memberi stempel tidak memenuhi syarat kepada tiga nama sekaligus. Manajemen bank mengikuti dan memasukkan agenda pembatalan ke RUPSLB. Lalu masing masing pihak membawa tafsir sendiri ke ruang publik. Dedi menekankan integritas dan kapasitas dua tokoh pilihannya sambil menyesalkan hasil akhirnya. Helmy mengisyaratkan adanya intervensi pejabat pusat yang menyurati OJK. OJK sendiri bergeming di posisi standar, bahwa fit and proper adalah domain mereka dan alasan detail tidak wajib dibuka ke publik.

Di level prinsip, OJK punya posisi yang sulit dibantah. Regulator memang harus punya kewenangan kuat untuk bilang tidak terhadap calon pengurus bank yang dinilai berisiko, entah karena integritas, rekam jejak hukum, konflik kepentingan, atau pola hubungan dengan regulator selama ini. Dari sudut pandang stabilitas sistem keuangan, menolak kandidat yang kontroversial jauh lebih aman daripada menanggung potensi drama berkepanjangan di kemudian hari. Apalagi BJB bukan bank kecil. Bank ini terlibat dalam pembiayaan proyek infrastruktur, program strategis daerah, dan pengelolaan dana publik di Jawa Barat dan Banten. Kegaduhan di level komisaris bisa cepat berubah menjadi krisis kepercayaan jika salah urus. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Namun kalau diskusi berhenti di sini, analisisnya terlalu lunak terhadap semua pihak. Fakta bahwa Helmy merasa ada surat seorang Dirjen kementerian yang ikut mewarnai keputusan, lalu mengeluhkan tidak ada ruang klarifikasi lanjutan, menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa steril fit and proper dari lobi politik. Dalam situasi di mana alasan substantif tidak dibuka, asumsi publik akan mengisi kekosongan. Sebagian akan percaya OJK sedang menjaga standar. Sebagian lain curiga bahwa mekanisme fit and proper bisa berubah menjadi alat veto politik terhadap figur yang tidak dikehendaki kelompok tertentu.

Kubu pemegang saham daerah juga tidak otomatis bersih. Dedi berkali kali menekankan bahwa usulan komisaris murni berbasis profesionalitas dan ia mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan nama yang diusulkan, hanya membaca profil. Di atas kertas, ini terdengar ideal. Tetapi wajar kalau publik bertanya, apakah benar tidak ada pertimbangan politik ketika dua figur yang sangat aktif di media sosial, penuh opini tajam, dan punya brand pribadi kuat dipilih untuk duduk di kursi komisaris bank daerah. Bank membutuhkan sosok yang stabil dan rendah eksposur konflik, bukan magnet kontroversi yang berpotensi menyeret nama institusi setiap kali ada pertarungan wacana di ruang publik.

Bagi BJB sendiri, efek jangka pendek mungkin tidak langsung muncul di laporan keuangan, tapi jelas terasa di ranah persepsi. Dari sisi investor, kepatuhan manajemen terhadap surat OJK memberi sinyal positif, bahwa dewan tidak memaksa nama yang sudah ditolak regulator. Pesan implisitnya, kursi komisaris dan direksi tidak aman hanya karena sudah disetujui RUPS, ada filter kedua yang bisa memotong. Ini justru kabar baik bagi pemegang saham publik yang peduli pada tata kelola. Di sisi lain, caranya sampai ke titik ini menimbulkan kesan bahwa proses seleksi sejak awal tidak dirancang dengan sensitivitas penuh terhadap rekam jejak dan perspektif regulator.

Kalau mau jujur, seluruh episode ini adalah cermin hubungan yang belum sehat antara politik daerah dan industri perbankan daerah. BPD seperti BJB sering diperlakukan sebagai perpanjangan tangan pemerintah, baik untuk mengamankan proyek, menitipkan orang, maupun membangun citra lewat penempatan figur populer. OJK berada di sisi sebaliknya, berusaha memaksa standar bank umum yang profesional yang lebih mengutamakan rekam jejak keuangan, tata kelola, dan kepatuhan. Ketika dua logika ini beradu, yang lahir adalah cerita seperti sekarang. Nama besar diumumkan, sorotan media dinyalakan, lalu beberapa bulan kemudian semuanya dibatalkan dengan bahasa halus karena tidak lolos di regulator. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pada akhirnya, yang akan diuji adalah konsistensi. Apakah setelah ini pemegang saham BJB akan lebih ketat melakukan screening sebelum nama diajukan ke OJK, termasuk jujur membaca ulang semua catatan masa lalu kandidat. Apakah OJK berani sedikit lebih transparan menjelaskan kerangka umum kriteria penilaian, tanpa harus membongkar detail yang bersifat rahasia. Dan apakah figur publik yang berambisi masuk ke dunia perbankan siap menerima bahwa reputasi di dunia konten, seminar, dan media sosial tidak otomatis konversi menjadi legitimasi di sektor keuangan yang diawasi ketat.

Kasus Helmy dan Bossman di BJB pada akhirnya bukan cuma soal dua orang yang gagal duduk di kursi komisaris. Ini stress test kecil untuk ekosistem keuangan daerah di Indonesia. Jika hasil akhirnya adalah proses seleksi yang lebih matang, komunikasi yang lebih jujur, dan garis demarkasi yang lebih jelas antara panggung politik dan papan nama bank, maka kegaduhan hari ini layak disebut ongkos transisi menuju tata kelola yang lebih dewasa. Kalau tidak, pola yang sama akan berulang. Nama besar dipasang di depan, regulator menahan dari belakang, publik ribut sebentar lalu lupa, sementara risiko sistemik pelan pelan menumpuk di bawah permukaan tanpa ada yang benar benar belajar.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy