Rekap Emiten Semen 9M25: Laba Bersih INTP Sejalan dengan Ekspektasi, SMGR di Bawah Ekspektasi
Stockbit's take:
▪️Indocement Tunggal Prakarsa ($INTP) mencatat laba bersih 568 miliar rupiah pada 3Q25 (-9% YoY, +100% QoQ). Hasil ini membuat laba bersih selama 9M25 mencapai 1,1 triliun rupiah (+1% YoY), sejalan dengan ekspektasi karena setara 57% estimasi 2025F konsensus (vs. rata–rata 3 tahun terakhir: 56% realisasi tahunan).
▪️Sementara itu, Semen Indonesia ($SMGR) mencatat laba bersih 75 miliar rupiah pada 3Q25 (vs. 2Q25: rugi 3 miliar rupiah, 3Q24: laba 218 miliar rupiah). Hasil ini membuat laba bersih selama 9M25 menjadi 115 miliar rupiah (-84% YoY), di bawah ekspektasi karena hanya setara 19% estimasi 2025F konsensus (rata–rata 3 tahun terakhir: 83% realisasi tahunan).
▪️Lemahnya volume penjualan semen menjadi isu utama bagi kedua perusahaan pada 3Q25/9M25. Namun, sejalan dengan tren kuartal sebelumnya, INTP menunjukkan efisiensi biaya yang lebih baik dibandingkan SMGR, sehingga margin profitabilitasnya relatif lebih terjaga.
▪️Ke depan, Manajemen INTP dan SMGR memperkirakan volume penjualan pada 4Q25 akan lebih rendah dibandingkan 3Q25, sementara volume penjualan untuk 2026 diperkirakan tumbuh sekitar +1% YoY.
Kedua Kompetitor Siap Lanjut Menaikan Harga, Volume Penjualan Diperkirakan Masih Tertekan hingga Akhir Tahun
INTP mencatat penurunan pendapatan -6% YoY pada 3Q25, lebih dalam dibandingkan SMGR (-2% YoY), seiring high–base effect pada tahun sebelumnya akibat akuisisi semen Grobogan dan penurunan harga jual rata–rata (blended ASP) sebesar -5% QoQ. Manajemen INTP mengaitkan penurunan blended ASP terhadap pergeseran product mix menuju semen curah (bulk) yang memiliki harga lebih rendah. Sebaliknya, blended ASP SMGR justru meningkat +15% QoQ pada 3Q25 akibat kenaikan porsi penjualan semen kantong (bag). Di tengah dinamika product mix ini, kedua perusahaan menyampaikan telah menaikan harga jual produk mereka, dengan kenaikan harga direncanakan berlanjut hingga akhir 2025.
Dari sisi volume, manajemen INTP dan SMGR memperkirakan penjualan semen domestik pada 4Q25 berpotensi lebih rendah dibandingkan 3Q25 yang turun -3% YoY, meski lebih baik dari realisasi 1H25. Hal ini mempertimbangkan mulainya musim hujan, belum pulihnya daya beli masyarakat, serta penerapan kebijakan Zero ODOL. Dengan demikian, kedua pihak memproyeksikan volume penjualan domestik untuk turun sekitar -2,5% hingga -3% YoY pada 2025 (vs. 9M25: -3% YoY). Sementara untuk 2026, INTP dan SMGR memperkirakan volume penjualan industri akan tumbuh di sekitar +1% YoY, seiring peningkatan anggaran infrastruktur dan optimisme terhadap kondisi geopolitik yang lebih baik.
INTP Catat Efisiensi Biaya yang Lebih Baik
INTP mencatat ekspansi margin laba kotor ke level 31,3% selama 9M25 (+66 bps YoY), sementara margin laba kotor SMGR turun menjadi 19,7% (-259 bps YoY). Dari segi biaya, perbedaan ini utamanya disebabkan oleh perbedaan realisasi biaya bahan bakar per ton. INTP berhasil menurunkan biaya bahan bakar per ton sebesar -2% selama 9M25, sementara SMGR mencatat kenaikan +3% YoY. INTP memiliki porsi alternative fuel yang lebih tinggi di level 28,1% selama 9M25 (vs. SMGR: 10%), yang disebut memiliki harga setara 50–60% harga batu bara. Manajemen SMGR juga mengkaitkan kenaikan biaya bahan bakar terhadap kerugian selisih kurs di tengah tren penurunan harga batu bara. Saat ini, manajemen SMGR tengah berupaya menegosiasikan tarif dengan pemasok.
Dari segi laba usaha, margin kedua perusahaan relatif tertekan selama 9M25. Margin laba usaha INTP terbebani oleh kenaikan biaya gaji per ton dalam akun beban umum dan administrasi (+9% YoY). Sementara itu, beban operasional SMGR melonjak karena adanya impairment pada PT Thang Long Cement Company — anak usaha SMGR di Vietnam — yang akan berlanjut hingga akhir 2025.
Terkait kebijakan Zero ODOL, kedua manajemen sepakat bahwa implementasinya berpotensi meningkatkan biaya logistik. Manajemen SMGR memperkirakan potensi lonjakan biaya logistik mencapai +60%, meski perseroan akan berupaya meminimalkan dampaknya. Zero ODOL sendiri direncanakan untuk berlaku secara nasional mulai 2027. Saat ini, Zero ODOL diterapkan di Jawa Barat dan hanya menyasar produk aggregates, yang digunakan antara lain sebagai bahan baku semen curah (bulk).
_______
Everson Sugianto (@EversonSugianto)
Investment Analyst Stockbit
1/2

