imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PMJS LK Q3 2025: Margin Setipis Tissue Toilet

Sebenarnya sangat mengherankan lihat laporan keuangan kuartal ketiga 2025 PT Putra Mandiri Jembar Tbk karena margin labanya lebih tipis dari tissue. Di atas kertas, grup ini berhasil menaikkan efisiensi dan memperbaiki margin kotor, tapi entah kenapa hasil akhirnya tetap saja laba bersihnya nyaris tak seberapa dibanding omzet yang triliunan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau dihitung dari laporan laba rugi konsolidasian interim, Net Profit Margin atau NPM grup hanya 1,48% untuk sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2025. Artinya dari setiap 100 Rupiah penjualan, perusahaan cuma menyimpan 1,48 Rupiah sebagai laba bersih. Padahal tahun lalu masih 1,55%. Yang bikin lebih aneh lagi, Gross Profit Margin atau GPM-nya malah naik dari 6,26% menjadi 7,32%. Jadi sebenarnya bisnis intinya makin efisien, tapi ujungnya laba bersih justru makin tipis.

Kondisi ini terjadi karena tiga faktor besar. Pertama, sifat dasar bisnis dealer mobil memang margin-nya rendah sejak lahir. Penjualan kendaraan menyumbang 5,55 triliun Rupiah dari total penjualan neto 6,27 triliun Rupiah di kuartal ketiga 2025. Tapi beban pokok penjualannya menelan 5,81 triliun Rupiah. Akibatnya margin kotor cuma 7,32%. Sekilas terlihat membaik karena tahun lalu hanya 6,26%, tetapi itu lebih karena harga pokok turun 10,6% sementara penjualan turun 9,6%. Dengan margin kotor serendah ini, setiap kenaikan biaya sedikit saja langsung bikin laba terkikis.

Kedua, beban operasional atau SGA naik di saat penjualan justru menurun. Total beban penjualan dan pemasaran naik 6,6% dari 215 miliar menjadi 229 miliar Rupiah. Kenaikan terbesar berasal dari gaji dan tunjangan yang melonjak dari 81,19 miliar menjadi 92,41 miliar Rupiah, serta penyusutan aset tetap yang naik dari 24,89 miliar menjadi 31,44 miliar Rupiah. Beban umum dan administrasi juga ikut naik 4,77% menjadi 152,09 miliar Rupiah karena tambahan gaji dan pajak bumi bangunan. Kombinasi ini menekan laba sebelum pajak hingga turun 5,35% dari 133,26 miliar menjadi 126,13 miliar Rupiah.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ketiga, beban pajak naik tajam dan menjadi penusuk terakhir margin laba. Total beban pajak yang terdiri dari pajak kini, tangguhan, dan penyesuaian melonjak dari 25,68 miliar menjadi 33,14 miliar Rupiah atau naik 28,8%. Padahal laba sebelum pajak saja sudah turun. Lonjakan pajak ini makin mencekik laba bersih. Kenaikan tarif PPN menjadi 12% sejak awal 2025 sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 jelas ikut menambah beban. Belum lagi ada penyesuaian pajak kini periode sebelumnya sekitar 1,19 miliar Rupiah yang ikut menggerus hasil.

Akhirnya, margin bersih 1,48% itu bukan karena PMJS tak tahu cara cari untung, tapi karena model bisnisnya sendiri memang bermodal besar dan margin tipis. Perusahaan ini mengandalkan jaringan dealer mobil dari merek-merek besar seperti Mitsubishi, Mercedes-Benz, dan Nissan-Datsun. Bisnisnya padat aset dan padat karyawan. Jumlah pegawai per September 2025 mencapai 2.561 orang, naik dari 2.221 orang tahun lalu. Gaji, tunjangan, dan insentif semua tercermin di laporan laba rugi. Bahkan kompensasi direksi dan komisaris naik jadi 7,25 miliar Rupiah.

Secara struktural, PMJS adalah perusahaan holding yang mengendalikan beberapa anak usaha otomotif seperti PT Dipo Internasional Pahala Otomotif untuk merek Mitsubishi, PT Dipo Angkasa Motor untuk Mercedes-Benz, dan PT Dipo Pahala Otomotif untuk Nissan dan Datsun. Ketiganya beroperasi lewat kerja sama resmi dengan prinsipal masing-masing. Tapi masalahnya, di bisnis otomotif, posisi dealer bukan raja. Mereka sekadar perantara distribusi dengan margin kecil karena harga jual sudah ditentukan prinsipal.

Sisi operasional juga menunjukkan tekanan kas yang berat. Arus kas operasi negatif 191,7 miliar Rupiah atau anjlok 5.500% dibanding tahun lalu karena dana terserap di persediaan yang melonjak 106% jadi 1,92 triliun Rupiah. Uang muka pelanggan memang naik 264,33% jadi 170,14 miliar Rupiah, tapi itu belum masuk ke pendapatan karena masih berupa pesanan yang belum dikirim. Artinya PMJS sedang menyimpan stok kendaraan dalam jumlah luar biasa besar dan menunggu waktu untuk dikonversi jadi penjualan.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi pendanaan, pinjaman bank jangka pendek meroket 2.031% dari 2,5 miliar jadi 53,28 miliar Rupiah, terutama dari Bank HSBC Indonesia dan Bank DBS Indonesia. Liabilitas total naik 41,35%, sementara kas turun 51,36%. Kondisi ini menggambarkan tekanan likuiditas yang serius karena modal kerja makin berat.

Kalau bicara valuasi, harga saham PMJS di Rp 118 per lembar sebenarnya terlihat murah karena price to book value hanya 0,61 kali. Nilai buku per saham sekitar Rp 194,73, sebagian besar ditopang aset tanah yang nilainya sudah direvaluasi mencapai 1,52 triliun Rupiah. Jadi secara aset perusahaan ini punya margin of safety yang lumayan. Tapi kalau dilihat dari laba, price to earnings ratio mencapai sekitar 16,3 kali, yang artinya agak mahal untuk perusahaan dengan pertumbuhan laba stagnan.

PMJS sedang berada di fase yang sulit. Margin laba tipis, arus kas negatif, beban gaji dan pajak meningkat, sementara stok kendaraan menumpuk. Satu-satunya sisi positif adalah cadangan pesanan dan aset tanah yang besar, yang bisa jadi hidden gem kalau stok kendaraan itu nanti berhasil terjual dalam waktu dekat. Tapi selama beban operasional dan pajak tetap tinggi, PMJS akan terus hidup dalam margin setipis tissue.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy