$PMJS LK Q3 2025: Mercedes dan Mitsubishi Mustahil Lawan Toyota?
PMJS mungkin tidak bisa cetak laba gede karena mobil yang mereka jual tidak selaris Ayla atau Agya yang ramah kantong pelanggan dan kuat meskipun tiap hari minum bensin oplosan Si Merah. Di tengah pasar otomotif yang makin didominasi kendaraan hemat bahan bakar, PMJS tetap berpegang pada model bisnis klasik lewat jaringan dealer mobil menengah dan premium seperti Mitsubishi, Mercedes-Benz, serta Nissan-Datsun. Masalahnya, model ini punya risiko inheren yang berat di sisi pembiayaan, siklus kas, dan struktur kontrak yang tergantung pada prinsipal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Struktur operasional PMJS berlapis. Sebagai holding, perusahaan ini menaungi beberapa entitas anak dengan fokus utama di bisnis otomotif. Segmennya terbagi lima, yaitu penjualan kendaraan, penjualan suku cadang, jasa pemeliharaan, persewaan kendaraan, dan perbaikan kendaraan. Mayoritas pendapatan datang dari dealer besar seperti Dipo International Pahala Otomotif (DIPO) untuk merek Mitsubishi, Dipo Angkasa Motor (DAM) untuk Mercedes-Benz, dan Dipo Pahala Otomotif (DPO) untuk Nissan-Datsun. Dari ketiganya, DIPO adalah mesin utama laba karena volume penjualan Mitsubishi jauh lebih besar dibanding segmen lainnya. Namun struktur biaya dan beban liabilitas yang tinggi membuat margin bersih tetap tipis.
Perjanjian dealer DIPO dengan dua prinsipal besar, PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) dan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI), berlaku sejak 1 April 2023 sampai 31 Maret 2026. Nilai pembelian dari kedua distributor ini mencapai 4,96 triliun Rupiah sepanjang sembilan bulan 2025, setara lebih dari 10% dari penjualan konsolidasian. Angka ini memperlihatkan betapa besarnya ketergantungan PMJS terhadap Mitsubishi. Jika kontrak ini tidak diperpanjang tepat waktu, dampaknya bisa fatal terhadap arus kas dan penjualan. Meski demikian, DIPO tetap menjadi kontributor laba terbesar untuk kepentingan nonpengendali (KNP) sebesar 18,59 miliar Rupiah, walaupun turun dari 24,76 miliar Rupiah di 2024.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sementara itu, DAM yang memegang merek Mercedes-Benz punya cerita berbeda. Lisensi awal dengan PT Mercedes-Benz Distributor Indonesia ditandatangani pada 2018, lalu diamandemen dengan PT Inchcape Indomobil Distribution Indonesia pada Januari 2025 dan berlaku sampai 2028. Sayangnya, transisi prinsipal ini belum menghasilkan kenaikan laba. Laba KNP DAM anjlok tajam dari 256,87 juta Rupiah menjadi hanya 64,43 juta Rupiah pada 9M 2025. Penurunan ini menunjukkan tekanan di segmen mobil premium yang semakin ketat di tengah perubahan struktur distributor.
Di sisi lain, DPO sebagai pemegang lisensi Nissan-Datsun masih berjalan dengan perjanjian yang ditandatangani sejak 15 Januari 2019 dan terus diperpanjang otomatis. Namun kontribusinya kecil, dan belum bisa diandalkan sebagai mesin laba baru. Secara keseluruhan, ketiga dealer utama ini membentuk tulang punggung PMJS, tapi masing-masing punya risiko unik dari ketergantungan prinsipal hingga margin penjualan yang menipis.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Untuk menopang operasional, Grup menggunakan sejumlah fasilitas pinjaman bank jangka pendek. Dari HSBC, DIPO dan Mitdi Teja Otomotif (MTO) mendapat kredit kerja sebesar 500 miliar Rupiah yang dijaminkan dengan tanah, bangunan, piutang, dan persediaan. PT Global Pahala Rental (GPR) memperoleh pinjaman 5 miliar Rupiah dari DBS, sedangkan DIPO punya fasilitas dari BCA senilai 75 miliar Rupiah dan dari CIMB Niaga 311 miliar Rupiah yang belum digunakan. Pinjaman ini memang memberi fleksibilitas, tapi menambah tekanan bunga dan meningkatkan risiko keuangan karena arus kas operasional justru negatif 191,7 miliar Rupiah pada 9M 2025 akibat penumpukan persediaan kendaraan yang melonjak 95,72%.
Sisi lain yang menarik adalah aset takberwujudnya. Grup memiliki lisensi untuk situs e-commerce otomotif Mobilku di bawah anak usaha PT Mobilku Dotcom Sejahtera (MDS) serta perangkat lunak akuntansi Mcframe GA. Sayangnya, Mcframe GA dihapus pada akhir 2024 dengan beban 6,39 miliar Rupiah karena sudah tidak efisien. Aset digital seperti ini awalnya dimaksudkan untuk mendukung integrasi data dan efisiensi laporan keuangan antar dealer, namun keputusan penghapusan menandakan manajemen belum mampu mengoptimalkan digitalisasi sistem bisnisnya.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kinerja keuangannya mencerminkan dilema klasik perusahaan otomotif di tengah siklus likuiditas ketat. Total aset naik 13,66% terutama dari revaluasi tanah senilai 1,52 triliun Rupiah, tapi kas anjlok 51,36%. Utang usaha melonjak jadi 1,44 triliun Rupiah karena pembelian kendaraan dari Mitsubishi, sementara pinjaman bank meningkat 20 kali lipat menjadi 53,28 miliar Rupiah. Penjualan neto turun 9,6% dengan penurunan terbesar di segmen kendaraan yang merosot 11,7%. Beban operasional naik karena jumlah karyawan bertambah dari 2.221 menjadi 2.561 orang, dan kompensasi manajemen naik jadi 7,25 miliar Rupiah. Walau laba kotor naik 5,62%, laba bersih tetap turun 13,56% menjadi 92,99 miliar Rupiah karena beban pajak meningkat 28,8%.
Secara valuasi, harga saham PMJS di 118 Rupiah tampak murah dari sisi nilai buku dengan PBV 0,61 kali, tapi dari sisi laba, PE 16,32 kali masih tergolong mahal untuk ukuran perusahaan dengan ROE hanya 3,7% dan CFO negatif. Investor yang mengandalkan potensi aset riil mungkin melihat PMJS sebagai saham undervalued, tetapi secara fundamental arus kasnya menunjukkan risiko likuiditas serius. Nilai buku yang kuat memang memberi margin of safety, namun tanpa konversi persediaan menjadi kas, angka di neraca hanya sebatas kertas.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di sisi positif, masih ada potensi earning jump dari stok kendaraan yang besar dan uang muka pelanggan yang naik 264,33% menjadi 170,14 miliar Rupiah. Artinya, pipeline penjualan ke depan cukup kuat. Jika stok kendaraan senilai 1,92 triliun Rupiah ini bisa segera terjual dan uang muka dikonversi jadi revenue, laba kuartal berikutnya bisa melonjak signifikan. Tapi itu semua tergantung satu hal: seberapa cepat pasar mau menyerap mobil yang dijual PMJS. Tanpa itu, perusahaan dengan aset 4,7 triliun Rupiah ini bisa tetap ngos-ngosan di tengah showroom yang penuh mobil, tapi kasnya justru makin menipis.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU