Tsunami Harga Saham $WIFI : Perjalanan dan Dinamika Nyangkuters
Selama hampir tiga tahun terakhir, saya menjadi salah satu investor jangka panjang atau yang disebut nyangkuters pada emiten ini, sebagai bagian dari angkatan awal yang membeli saham ini, dan saya yakin masih terdapat sejumlah rekan investor lain yang berada pada posisi serupa. Tulisan ini dimaksudkan untuk membagikan refleksi dan keyakinan (conviction) saya sebagai investor terhadap kinerja serta prospek emiten ini, yang dalam perjalanannya mengalami berbagai dinamika harga yang cukup ekstrem — mulai dari kenaikan signifikan hingga penurunan tajam yang saya bagi menjadi 3 fase yaitu “banjir”, “badai”, hingga “tsunami harga”.
Meskipun berbagai analis dan investor di komunitas Stockbit memiliki kapasitas yang lebih mumpuni, tingkat keyakinan terhadap saham ini tentunya berbeda-beda. Namun, satu hal yang menjadi dasar optimisme saya ialah kemampuan emiten untuk terus mencatatkan pertumbuhan pendapatan (revenue growth) yang sangat cepat, atau yang pernah disebut sebagai emiten hypergrowth.
________________________________________
1. Fase Banjir
Pada periode awal investasi, sekitar dua tahun pertama sebelum harga saham mencapai empat digit, emiten ini sempat menjadi salah satu portofolio terburuk saya dengan kerugian mencapai 25–30%. Namun, saya tetap berpegang pada keyakinan bahwa fundamental perusahaan yang kuat tidak akan berbohong dan akan menjadi landasan bagi pemulihan harga di masa mendatang.
Saham ini sempat meningkat hingga ke 280, yang memberikan peningkatan lebih dari 60%. Saat itu, target saya sederhana — yaitu peningkatan 100%. Namun, harga kemudian kembali turun hingga menyentuh nilai kerugian yang saya katakan diatas. Fase inilah yang saya sebut sebagai fase banjir, di mana pasar sedang mencari keseimbangan terhadap valuasi dan arah bisnis emiten.
________________________________________
2. Fase Badai
Penurunan harga tersebut tidak melemahkan semangat saya sebagai investor jangka panjang. Sebagai pekerja kantoran (budak korporasi), saya berusaha melakukan average down dengan menambah kepemilikan saham secara bertahap ketika harga berada di kisaran 130–140.
Langkah ini didorong oleh keyakinan bahwa emiten ini merupakan perusahaan dengan potensi hypergrowth. Keyakinan tersebut juga saya perkuat melalui diskusi bersama rekan investor lain ( @Iwojima dan @michpatric, terima kasih buat mereka ) yang aktif berbagi informasi dan analisis. Hasilnya mulai terlihat ketika harga saham meningkat hingga 380–400, lalu melonjak drastis ke kisaran 1800-an setelah adanya aksi korporasi dari pemegang saham baru (HD, FM, AR, dan DJ) serta kerja sama strategis dengan sejumlah perusahaan teknologi global.
Namun, fase ini juga disertai gejolak akibat aksi ambil untung (profit taking) oleh investor besar dan kebijakan tarif resiprokal menjelang libur Lebaran 2025, yang menyebabkan harga kembali turun ke kisaran 1500-an. Dinamika inilah yang saya sebut sebagai fase badai.
________________________________________
3. Fase Tsunami
Pasca penurunan harga tersebut, emiten mengumumkan rencana rights issue pada harga 2.000, yang sempat mendorong harga kembali ke level 2.400-an dan stabil di kisaran 2.000 hingga Juli 2025. Optimisme investor meningkat berkat sejumlah katalis positif, antara lain:
• Laba kuartal II yang meningkat hampir dua kali lipat dibanding kuartal I,
• Rencana akuisisi salah satu emiten fiber optic (FO) di Indonesia,
• Keikutsertaan dalam lelang frekuensi 1.4 GHz.
Menjelang pengumuman hasil lelang, harga saham bahkan sempat menembus 4.190. Namun, kemenangan tersebut justru tidak diikuti oleh euforia pasar. Sebaliknya, terjadi penurunan tajam hingga ke level 2.770 yang saya sebut sebagai fase tsunami harga.
________________________________________
Penyebab dari Tiap Fase
1. Fase Banjir: Terjadi saat perusahaan memasuki tahap turnaround dan mulai menemukan model bisnis inti yang tepat. Fundamental perusahaan sedang berproses untuk membangun kepercayaan investor.
2. Fase Badai: Disebabkan oleh aksi ambil untung dari investor besar serta pengaruh eksternal berupa kebijakan tarif resiprokal.
3. Fase Tsunami: Dipicu oleh faktor makroekonomi global, khususnya ketidakstabilan finansial di Amerika Serikat. Kekhawatiran investor akibat gagal bayar perusahaan besar di Amerika Serikat (First Brands dan Tricolor Holdings) yang juga berdampak kerugian besar pada sektor perbankan (Zions Bancorp dan Western Alliance Bank);
Maka dapat disimpulkan bahwa penurunan harga tidak disebabkan oleh melemahnya kinerja fundamental perusahaan, melainkan oleh faktor eksternal dan psikologis pasar - respons berlebihan dari investor jangka pendek (scalper mentality).
________________________________________
Prospek dan Keyakinan ke Depan
Sebagai investor jangka panjang, saya tetap optimistis terhadap potensi kenaikan kembali harga (all-time high). Beberapa alasan yang memperkuat keyakinan tersebut adalah:
1. Rencana akuisisi FO: Diperkirakan rampung pada November 2025 dengan kemungkinan keberhasilan 90%. Pendanaan akuisisi direncanakan melalui penerbitan global bond berbunga rendah, setelah dilakukannya audit eksternal untuk memperoleh global rating.
2. Pertumbuhan pelanggan: Jumlah pelanggan fiber-to-the-home (FTTH) telah mendekati satu juta, dan dengan kemenangan frekuensi 1.4 GHz, perusahaan akan memasang pemancar > di lebih 2.500 titik di samping rel kereta Pulau Jawa. Diperkirakan hingga Desember 2025, jumlah pelanggan meningkat menjadi 2–2,5 juta, bahkan melebihi 6 juta setelah akuisisi FO terealisasi.
3. Peningkatan laba: Laba 3 bulan pada kuartal III 2025 diprediksi melebihi total laba semester I. Dengan ekspansi dan akuisisi FO pada bulan November 2025, maka laba bersih di tahun 2026 diperkirakan dapat menembus Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun.
________________________________________
Perjalanan sebagai nyangkuters pada emiten ini dapat dipandang sebagai pengalaman yang menarik dalam menghadapi volatilitas ekstrem. Fase – fase ini bukan hanya menggambarkan dinamika harga saham, tetapi juga menggambarkan ketahanan keyakinan (conviction resilience) terhadap fundamental perusahaan yang terus meningkat. Kinerja perusahaan yang solid serta berbagai katalis positif di tahun 2025 menunjukkan potensi untuk kembali mencetak rekor harga tertinggi (all-time high). Evaluasi terhadap kinerja akhir tahun akan menjadi langkah penting dalam menilai konsistensi pertumbuhan dan arah strategis emiten ini di masa mendatang.
$CPRO $ATIC