imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Mereka yang Ada di Belakang $BMHS

Lanjutan dari postingan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

BMHS memiliki banyak orang penting di belakang yang membentuk sebuah ekosistem besar dan rumit. Nama Ivan Rizal Sini misalnya, bukan hanya menjabat sebagai Komisaris Utama tapi juga sekaligus pemegang saham langsung sekitar 3,24%. Tanah dan bangunan miliknya bersama keluarga dipakai sebagai jaminan utang bank, sehingga posisinya tidak hanya simbolis di papan komisaris, melainkan ikut menopang akses pembiayaan Grup. Adiknya, Mesha Rizal Sini, juga ada di jajaran komisaris dan ikut serta menandatangani jaminan aset. Bisa dibilang keluarga Sini ini bukan hanya pemilik, tapi juga tulang punggung dalam hubungan antara aset dan liabilitas BMHS. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di level operasional, ada Agus Heru Darjono sebagai Direktur Utama yang sehari-hari memegang kendali bisnis rumah sakit, laboratorium, dan klinik fertilitas. Dialah yang mengesahkan laporan keuangan, memutuskan strategi investasi, serta memastikan cashflow tidak mandek. Lalu ada Arianti Anaya, Komisaris Independen yang sekaligus memimpin Komite Audit. Perannya krusial untuk memastikan laporan keuangan tidak hanya rapi tapi juga patuh regulasi. Tanpa kontrol seperti ini, risiko salah saji laporan bisa makin besar.

Kalau bicara pengendali mayoritas, ada PT Bunda Investama Indonesia yang memegang lebih dari 57% saham BMHS. Mereka ini otoritas tertinggi yang mengatur arah strategis, dari ekspansi hingga aksi korporasi. Hubungannya dengan BMHS bukan sekadar lewat kepemilikan saham, tapi juga muncul di akun piutang lain-lain sebesar Rp18,56 miliar per Juni 2025. Selain itu ada PT Bunda Ipiti Investama yang pernah terlibat dalam transfer saham Morula ke Jinxin Life Asia Healthcare Investment Group Pte. Ltd., investor strategis asal Singapura yang menyuntik modal Rp48,33 miliar ke Morula. Kehadiran Jinxin membuat ekuitas Morula lebih gemuk, tapi di sisi lain menambah kepentingan nonpengendali di laporan BMHS. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Entitas anak juga menyimpan cerita besar. PT Morula Indonesia, meski kepemilikannya cuma 47,25%, tetap dikonsolidasi penuh karena BMHS memegang kendali. Nilai aset Morula mencapai Rp802,8 miliar per 30 Juni 2025, menjadikannya kontributor terbesar di sisi neraca. Laba dan liabilitasnya pun signifikan karena banyak utang bank yang dikaitkan langsung ke operasional fertilitas. PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS) dengan kepemilikan 41,2% juga ikut dikonsolidasi penuh. Asetnya Rp304,1 miliar, ditambah pinjaman bank untuk pengembangan gedung laboratorium.

PT Bunda Minang Citra di Padang punya kisah berbeda. Kepemilikannya hanya 40% tapi tetap dikonsolidasi penuh, dan rumah sakitnya dijadikan jaminan utang ke Bank Mandiri $BMRI serta punya fasilitas anjak piutang berbasis akad Murabahah dengan BSI. Sementara PT Medika Sejahtera Bersama di Surabaya yang dulu kepemilikannya lewat Morula, kini 99% langsung dipegang BMHS. Dari akuisisi ini tercatat goodwill Rp8,47 miliar, dan rumah sakitnya punya utang investasi untuk renovasi dan pembiayaan kembali aset tanah bangunan.

Di luar itu, ada Bank Mandiri sebagai kreditur utama yang memberi fasilitas kredit modal kerja dan investasi ke hampir semua lini BMHS. Praktis Mandiri memegang kendali atas liabilitas jangka pendek dan panjang, dengan jaminan berupa tanah, bangunan, hingga deposito. Bahkan covenant keuangan dari Mandiri ikut membatasi ruang gerak manajemen. Di sisi arus kas, pelanggan seperti perusahaan asuransi, korporasi, maupun individu adalah sumber utama penerimaan. Per Juni 2025 tercatat piutang usaha bruto Rp180,3 miliar yang langsung menentukan kesehatan kas operasional.

Kalau bicara sinkronisasi, ada hal menarik. Empat entitas anak dikonsolidasi penuh meski kepemilikan di bawah 50%. Alasannya karena kontrol penuh tetap ada di tangan BMHS, sehingga seluruh aset dan liabilitas mereka dimasukkan ke laporan konsolidasi, sementara bagian laba yang bukan milik BMHS masuk ke kepentingan nonpengendali. Goodwill juga stabil Rp94,79 miliar tanpa penurunan nilai karena proyeksi arus kas entitas anak masih positif dengan discount rate sekitar 8,4%–9,4%.

Dari sisi risiko, struktur keuangan BMHS banyak bergantung pada aset pribadi pemilik yang dijadikan agunan. Artinya kalau ada gejolak atau sengketa, efeknya langsung ke kemampuan BMHS memenuhi covenant bank. Di sisi lain, adanya investor asing seperti Jinxin memberi tambahan modal tapi sekaligus membuka potensi mismatch kepentingan antara pemegang saham lokal dan non-lokal.

BMHS memiliki rekan bisnis yang berpengalaman, salah satunya Jinxin Fertility Group Limited, sebuah raksasa layanan fertilitas dan bayi tabung yang sudah tercatat di Bursa Hong Kong dengan kode 1951. Mereka bukan pemain kecil karena memiliki jaringan klinik IVF di Tiongkok dan Amerika Serikat lewat HRC Fertility di California. Layanan mereka lengkap mulai dari IVF, obstetri, ginekologi, pusat bedah rawat jalan, hingga penjualan peralatan medis. Dengan skala sebesar itu, Jinxin sudah masuk kategori global player di industri fertilitas, bukan sekadar regional. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Cara Jinxin masuk ke ekosistem BMHS tidak melalui pembelian saham induk, tetapi lewat anak usaha kunci yaitu PT Morula Indonesia. Skemanya mereka subscribe saham baru 25% lalu membeli 5% saham lama dari pihak independen, sehingga total kepemilikannya menjadi 30%. Kesepakatan diteken pada 1 April 2024 dan diselesaikan pada Juli 2024. Untuk transaksi ini Jinxin menggunakan kendaraan investasi berbasis Singapura bernama Jinxin Life Asia Healthcare Investment Group Pte. Ltd. yang 100% dimiliki oleh Jinxin Fertility. Setelah transaksi selesai, Jinxin resmi menjadi investor strategis terbesar di Morula.

Nilai investasinya mencapai sekitar Rp422 miliar. Dari total itu BMHS menerima Rp351,69 miliar sebagai tambahan kas, sementara entitas terkait BMHS mendapatkan Rp70,34 miliar. Angka ini konsisten dengan laporan media keuangan besar saat penutupan transaksi pada kuartal ketiga 2024. Dana segar sebesar ini jelas memperkuat neraca BMHS dan menambah modal kerja untuk ekspansi.

Motif Jinxin sederhana tetapi strategis. Mereka sejak lama dikenal agresif dalam ekspansi lintas negara lewat merger, akuisisi, maupun kemitraan. Masuk ke Morula memberi Jinxin akses cepat ke pasar Asia Tenggara yang pertumbuhan layanan fertilitasnya cukup tinggi. Di sisi lain BMHS mendapat manfaat berupa tambahan modal, transfer teknologi, standar klinik yang lebih maju, pelatihan dokter, serta manajemen mutu yang sudah teruji di jaringan Jinxin di Tiongkok dan Amerika Serikat.

Efeknya ke struktur kepemilikan Morula cukup jelas. Sebelum transaksi, BMHS memegang 63% saham Morula dan PT Bunda Ipiti Investama 37%. Setelah transaksi, porsi BMHS turun menjadi 47,25%, Bunda Ipiti menjadi 22,75%, dan Jinxin memegang 30%. Meski kepemilikan BMHS turun, mereka tetap memegang kendali penuh sehingga secara akuntansi Morula masih terkonsolidasi dalam laporan keuangan BMHS. Bagian laba milik Jinxin dicatat sebagai kepentingan nonpengendali.

Jinxin adalah pemain global IVF yang masuk ke Morula dengan investasi Rp422 miliar untuk mengambil 30% saham pada Juli 2024. Tujuannya jelas untuk menggarap potensi pasar fertilitas Asia Tenggara bersama BMHS. Bagi BMHS langkah ini bukan hanya menambah modal tetapi juga membawa standar operasional kelas dunia. Kombinasi modal segar, akses pasar, dan transfer keahlian menjadikan kolaborasi BMHS dan Jinxin sebagai salah satu kemitraan strategis paling penting di sektor kesehatan Indonesia.

BMHS bukan hanya sekadar grup rumah sakit. Di baliknya ada keluarga pemilik yang jaminan aset pribadinya dipakai bank, ada investor asing yang menyuntik dana, ada bank besar yang mengatur covenant, ada regulator yang mengesahkan perubahan anggaran dasar, dan ada jajaran komisaris serta direksi yang memastikan semua roda tetap jalan. Semua pihak penting ini bukan hanya figur di atas kertas, tapi betul-betul punya peran nyata di setiap baris aset, liabilitas, ekuitas, laba rugi, hingga arus kas BMHS. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Nasib harga saham Jinxin tidak jauh beda dengan BMHS. Sama-sama nyungsep, sama-sama sial, dan sama-sama bikin investor garuk kepala. Bedanya, penyebab kejatuhan mereka datang dari jalur yang berlainan meski sama-sama berkecimpung di area fertilitas.

Jinxin lebih dulu dihantam keras lewat laporan keuangan semester I 2025. Pendapatannya turun 10,7% jadi RMB1.288,6 juta. Marjin kotor yang sebelumnya 40,4% amblas ke 30,4%. Perusahaan bahkan berbalik rugi bersih sekitar RMB1.044,1 juta padahal sebelumnya masih mencetak laba. Situasi makin pahit karena dewan tidak membagikan dividen interim. Kalau dicermati, manajemen menyebut banyak faktor penyebab, mulai dari penyesuaian skema jaminan kesehatan nasional di Tiongkok yang menekan pendapatan layanan reproduksi berbantu, penurunan angka kelahiran tradisional akibat kemauan punya anak yang makin rendah, sampai beban operasional naik setelah mereka menambah 4 klinik HRC di Amerika Serikat. Ditambah lagi rugi selisih kurs serta beban satu kali untuk subsidi rumah sakit publik. Non IFRS adjusted net profit memang masih positif RMB82,3 juta, tapi EBITDA non IFRS ikut tertekan. Begitu profit warning diumumkan, saham Jinxin langsung jatuh hampir 9%.

Kalau dilihat dari kacamata sektor, memang saham fertilitas global lagi tidak diminati. Di berbagai bursa, emiten sejenis juga ikut melemah. Alasannya klasik, mulai dari biaya klinik yang tinggi, reputasi medis yang sensitif, cakupan asuransi yang terbatas, hingga beban biaya SDM dan fasilitas yang menumpuk. Kondisi ini membuat valuasi banyak saham fertilitas terkena rerating negatif, dan Jinxin ikut tersapu arusnya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

BMHS pun tak kalah apes meski ceritanya berbeda. Laporan keuangan semester I 2025 menunjukkan pendapatan turun tipis 3,4% menjadi Rp757,8 miliar, tapi yang bikin nyesek adalah laba bersih yang longsor sekitar 64% hanya tinggal Rp3,9 miliar. Segmen fertilisasi in vitro, yang dulu jadi andalan, justru menurun. Lini rawat inap dan rawat jalan memang sedikit membaik, tetapi tidak cukup mengompensasi. Begitu laba susut dan margin makin tipis, valuasi pasar langsung ikut terkoreksi.

Jinxin dan BMHS sama-sama terkena siklus IVF yang sedang hambar. Jinxin dihantam dari pasar Tiongkok dan biaya ekspansi di Amerika Serikat yang melonjak di saat permintaan melemah. BMHS kena tekanan dari hasil keuangan domestik yang makin tipis, khususnya dari Morula yang tidak segemuk tahun sebelumnya.

Selain yang sudah disebutkan sebelumnya, tokoh lainnya yang penting di BMHS adalah orang-orang yang mungkin tidak selalu tampil di headline media tetapi punya pengaruh signifikan terhadap jalannya perusahaan. Misalnya kehadiran Wishnutama Kusubandio sebagai Wakil Komisaris Utama menambah warna tersendiri karena ia punya pengalaman panjang di dunia media dan pemerintahan. Perannya lebih ke arah pengawasan bersama Dewan Komisaris lain dan tentu saja kompensasinya ikut tercatat di laporan laba rugi lewat pos imbalan manajemen kunci. Di sisi lain Retno Lestari Priansari Marsudi yang duduk sebagai Komisaris Independen ikut menjaga aspek tata kelola agar keputusan perusahaan tidak semata-mata condong ke pemegang saham mayoritas.

Kalau turun ke jajaran direksi ada nama Emilia Rouli dan Cuncun Wijaya yang bertugas sebagai direktur. Keduanya tidak hanya bertanggung jawab mengelola operasional tapi juga ikut menandatangani laporan keuangan konsolidasian. Jadi setiap angka aset liabilitas dan laba rugi yang muncul di laporan resmi tidak lepas dari otorisasi mereka. Lalu ada Josephine PM Tobing sebagai Corporate Secretary yang mungkin jarang disorot tapi posisinya penting untuk memastikan kepatuhan administratif dan komunikasi resmi perusahaan ke regulator maupun investor. Di sisi lain manajemen risiko internal dipegang oleh Tubagus Adi Satria Prakarsa. Ia mengawasi hal-hal seperti risiko kredit risiko likuiditas sampai risiko suku bunga yang semuanya sensitif di sektor kesehatan yang modalnya padat dan banyak berurusan dengan pinjaman bank. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Di luar lingkaran direksi keluarga besar Rizal Sini punya peran unik. Mereka tidak hanya pemegang saham tapi juga sampai ikut menanggung risiko lewat aset pribadi. Nama seperti Ietje Ika S Rizal Sini Rito Alam Rizal Sini dan Renobulan Rizal Sini Suheimi tercatat sebagai pemilik tanah dan bangunan yang dipakai sebagai jaminan ke Bank Mandiri. Artinya aset pribadi mereka langsung berkaitan dengan utang jangka panjang perusahaan. Hal ini jarang terjadi di emiten besar lain dan menandakan betapa eratnya urusan keluarga dengan struktur keuangan BMHS.

Selain itu ada juga pemegang saham institusi seperti Akasya Investment yang memegang 4,9% saham. Meski di bawah ambang batas 5% untuk diungkap detail posisi mereka cukup penting karena jadi pemegang saham signifikan kedua setelah Bunda Investama. Lalu ada PT Invitro Investa Mitra yang dilibatkan dalam program opsi saham Morula. Jika opsi ini dieksekusi komposisi kepemilikan bisa bergeser dan otomatis porsi kepentingan nonpengendali Morula juga berubah.

Kalau bicara entitas anak jangan lupa pada PT Citra Ananda yang walaupun hanya dimiliki 40% tapi tetap dikonsolidasi penuh karena kontrol ada di BMHS. Ini menarik karena secara angka aset mereka per Juni 2025 mencapai Rp66,5 miliar. Ada juga PT Bunda Graha Properti dengan aset Rp264,5 miliar yang menopang segmen properti. Lalu PT Pintu Ilmu dengan kepemilikan hampir penuh 99% yang bahkan sempat mendapat fasilitas kredit Rp45 miliar dari Mandiri. Entitas-entitas ini bisa dibilang tulang punggung cash generating unit yang menopang ekosistem BMHS.

Dari sisi eksternal nama notaris seperti Isadora S.H. https://cutt.ly/lr2LMlqe. dan Jose Dima Satria S.H. https://cutt.ly/Jr2LMlrp. tidak bisa diabaikan. Mereka yang mengesahkan perubahan anggaran dasar susunan komisaris dan direksi hingga aksi korporasi seperti peningkatan modal Morula oleh Jinxin. Sementara itu untuk urusan valuasi aset tetap ada peran KJPP Nirboyo Adiputro Dewi Apriyanti dan Rekan yang melakukan revaluasi tanah dan bangunan. Penilaian mereka masuk ke ekuitas dalam bentuk surplus revaluasi di penghasilan komprehensif lain. Bahkan untuk pengelolaan dana BMHS menempatkan investasi di PT Atrus Investama yang hasilnya bisa memengaruhi pos aset keuangan dan penghasilan komprehensif.

BMHS ini sebenarnya bukan cuma tentang rumah sakit dan laboratorium. Ada jaringan tokoh publik keluarga pendiri investor institusional entitas anak yang berfungsi sebagai mesin uang sampai notaris dan penilai independen yang semuanya ikut menjaga fondasi finansial perusahaan. Bahkan aset tetap mereka punya dua wajah satu sisi dinilai untuk laporan keuangan sisi lain dipakai sebagai jaminan utang. Jadi keberlangsungan BMHS bukan hanya bergantung pada bisnis layanan kesehatan tapi juga pada orkestrasi banyak pihak yang bekerja di belakang layar.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DGNS

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy