Kemarin saya mau nulis tentang menggunakan momentum dan standard deviasi untuk menghitung kelly criterion, menggunakan kelly criterion untuk menghitung leverage efisien, dan menggunakan rasio leverage efisien untuk menentukan strategi rebalancing portfolio
Tapi saya hapus lagi karena saya ingat, masyarakat itu banyak yang gampang kena pompom karena ada mental barrier. Misalnya, karena nggak ngerti dasar akuntansi, mereka melihat balance sheet sebagai horor. Karena melihat balance sheet dan income statement sebagai horor, otomatis mereka merasa metode-metode asset play kaya engkong Lo Kheng Hong, metode discounted cash flow (DCF), apalagi metode Benjamin Graham yang literally profesor akuntansi sebagai monster-monster yang menakutkan
Perspektif mereka sangat beralasan: effort untuk mengerti akuntansi tidak sepadan dengan cuannya
Dan statement itu tidak salah. Jangankan akuntansi, bahkan hanya minoritas yang paham bahwa budgeting dalam personal finance itu adalah aljabar
Misalnya: kewajiban + kebutuhan + keinginan + tabungan & investasi = pendapatan
Kalau pendapatan sama tapi keinginan meningkat, otomatis salah satu diantara kewajiban, kebutuhan, atau tabungan & investasi harus diturunkan. Kalau nggak mau ada yang diturunkan, otomatis pendapatan yang harus dinaikkan
Most common people fail to understand equations like a + b = c
Tanpa pemahaman aljabar seperti ini, jelas kalau ada perubahan kewajiban, kebutuhan, atau keinginan, mereka tidak tahu bahwa harus ada perubahan di variabel-variabel lainnya. Tanpa pemahaman ini juga, jelas kalaupun pendapatan mereka bertambah berlipat ganda, ujung-ujungnya saving rate tidak akan bertambah. Kombinasikan ini dengan stagflasi dan FOMO, tak heran pinjol dan judol menjadi aplikasi paling emerging di Indonesia, dan mental ini bisa kebawa ke pasar modal
Karena itu saya tidak pernah secara langsung menyebarluaskan prinsip-prinsip Ben Graham apalagi prinsip-prinsip probstat seperti ala Jim Simons. Kemarin teman belajar saham saya nanya apakah saya merekomendasikan buku-buku kompilasi Buffett, saya bilang tidak perlu, saya lebih suka Peter Lynch karena lebih napak tanah
Daripada preaching tentang rasio valuasi, engkong Lynch mulai preach dari yang anak SD juga bisa paham: buy what you know
Kalau itu sudah dipegang, baru Lynch mengajarkan tentang earnings power, personal finance, basic financial instruments, hingga sejarah kapitalisme dan bagaimana implikasinya pada bisnis hari ini
Prosesnya panjang dari orang yang sama sekali tidak paham pentingnya "buy what you know", awam aljabar, sampai bisa budgeting, sampai tahu dasar akuntansi, sampai paham konsep kepemilikan bisnis
Percuma kita ngomentarin gorengan, konglo, bandarmology, hingga free float yang bahkan investor berpengalaman yang saya kenal pun nggak ngerti itu apaan, menggunakan argumen-argumen seperti rasio valuasi, yang ada malah seolah-olah ada barrier yang tinggi, bikin mereka takut dengan konsep-konsep yang kompleks, dan semakin cinta sama Beni Katashi CS karena mereka memanjakan pengikut-pengikutnya dengan instruksi yang sangat mudah dicerna seperti: "konglo papi x sayang sama ritel, dia mau bagi-bagi cuan ke ritel, caranya entry di harga sekian, besok pagi TP di harga sekian, kalau gak tembus pasang stop loss di harga sekian."
Let's start from easier things like 'buy what you know', personal finance, budgeting, cash flow, dana darurat, dan memahami kepentingan di balik tren-tren tertentu supaya tidak diperas habis oleh pompomers
$IHSG $ISSI $LQ45