Ada yang bertanya "Free Float Impact"
"Kenapa katanya kalau free float saham naik, sahamnya malah jadi lebih susah naik? Bukannya bagus kalau makin banyak yang bisa diperdagangkan?"
Simplenya begini:
Betul, kenaikan free float memang membuat saham lebih sulit untuk naik signifikan dibandingkan saham dengan free float rendah. Ini terjadi karena ketika "stok" saham yang tersedia di publik menjadi sangat banyak, dibutuhkan "uang" atau permintaan yang jauh lebih besar untuk bisa menggerakkan harganya.
Apa itu Free Float dan Kenapa Penting?
Free Float
Free float adalah jumlah lembar saham sebuah perusahaan yang tersedia dan dapat diperdagangkan secara bebas oleh publik di pasar modal. Ini tidak termasuk saham yang dipegang oleh pengendali, pemerintah, direksi, atau investor strategis yang cenderung tidak akan dijual dalam jangka pendek.
Kenapa Penting?
Tingkat free float secara langsung memengaruhi beberapa karakteristik utama sebuah saham:
Likuiditas: Seberapa mudah saham diperjualbelikan.
Volatilitas: Seberapa besar fluktuasi harga saham.
Kemudahan Bergerak (Move Difficulty): Seberapa besar "dana" yang dibutuhkan untuk menggerakkan harga saham.
Kategori Low <15%
Likuiditas (Liquidity): Rendah. Sahamnya tidak terlalu banyak beredar.
Risiko Manipulasi (Manip Risk): Tinggi. Karena jumlah saham sedikit, harga lebih mudah "dipermainkan".
Kemudahan Naik (Ease Move Up): Sangat Tinggi (skor ~80). Artinya, hanya butuh sedikit volume pembelian untuk membuat harganya naik signifikan.
Kesulitan Bergerak (Move Difficulty): Sangat Rendah (skor ~20).
Kategori High >30% (Contoh: BBCA, TLKM, BMRI)
Likuiditas (Liquidity): Sangat Tinggi (skor ~90). Saham sangat mudah diperjualbelikan.
Risiko Manipulasi (Manip Risk): Sangat Rendah. Terlalu banyak saham yang beredar sehingga sulit untuk dimanipulasi.
Kemudahan Naik (Ease Move Up): Sangat Rendah (skor ~15). Butuh dana triliunan untuk bisa menaikkan harganya secara berarti.
Kesulitan Bergerak (Move Difficulty): Sangat Tinggi (skor ~82).
Rencana Kenaikan Batas Minimum: OJK berencana menaikkan batas free float minimum dari 7,5% menjadi 10% atau bahkan lebih, bisa mencapai 30-40% secara bertahap.
Potensi Supply Shock:
Untuk mencapai 10%, pasar harus menyerap saham tambahan senilai Rp 36,64 triliun.
Untuk mencapai 15%, dibutuhkan dana sebesar Rp 232,12 triliun.
Sektor Terdampak: Sektor seperti barang konsumsi (misal: UNVR), properti yang dikuasai keluarga pendiri, dan perusahaan teknologi akan merasakan tekanan jual (selling pressure) yang signifikan agar bisa memenuhi aturan baru tersebut.
Implikasi dan Strategi Investasi
Jangka Pendek (0-6 bulan): Disarankan untuk fokus pada saham yang sudah memiliki free float tinggi dan fundamental kuat, seperti perbankan besar (BBCA, BMRI), yang lebih stabil dan sudah menjadi favorit institusi. Hindari sementara saham dengan free float rendah yang belum memenuhi aturan baru.
Jangka Menengah (6-18 bulan): Manfaatkan potensi penurunan harga pada saham blue chip yang terkena tekanan jual akibat aksi rebalancing portofolio institusi untuk mulai mengakumulasi.
Bagi Investor Konservatif/Institusi: Fokus pada saham dengan free float tinggi untuk mendapatkan stabilitas dan imbal hasil yang konsisten dalam jangka panjang.
Bagi Investor Agresif (Growth): Saham dengan free float rendah masih bisa menjadi pilihan jika memiliki katalis fundamental yang sangat kuat, namun harus siap dengan volatilitas tinggi dan risiko manipulasi.
Kenaikan free float memang secara fundamental membuat saham lebih sulit untuk naik secara eksplosif, namun di sisi lain memberikan stabilitas, likuiditas yang lebih baik, dan mengurangi risiko manipulasi. Investor perlu memahami adanya trade-off ini untuk menyesuaikan strategi mereka seiring dengan perubahan struktur pasar modal Indonesia yang bergerak menuju standar global.